PROYEKSI EKONOMI INDONESIA 2025 DI TENGAH REVISI OECD: Waspada Ketidakpastian Fiskal dan Tantangan Global
Jakarta – Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD), lembaga internasional terkemuka, kembali merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk tahun 2025. Prediksi awal sebesar 4,9 persen kini diturunkan menjadi 4,7 persen, mengindikasikan potensi perlambatan yang patut diwaspadai di tengah dinamika ekonomi global dan domestik.
Penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia ini tercatat dalam laporan terbaru OECD yang dirilis pada 3 Juni 2025. Sebelumnya, pada Maret 2025, OECD masih memproyeksikan angka pertumbuhan yang lebih optimis, yakni 4,9 persen.
Menurut analisis OECD, sejatinya kondisi inflasi yang rendah dan perbaikan sektor keuangan di Indonesia berpotensi besar mendorong konsumsi serta investasi swasta. Namun, di sisi lain, bayangan ketidakpastian kebijakan fiskal domestik justru berisiko menghambat peningkatan daya beli masyarakat dan gairah investasi.
Terlebih lagi, OECD memperkirakan laju inflasi Indonesia akan sedikit meningkat menjadi 2,3 persen pada tahun 2025 dan berlanjut ke 2,6 persen pada 2026. Kenaikan ini terutama dipicu oleh depresiasi nilai tukar rupiah yang berdampak langsung pada kenaikan harga barang dan jasa di dalam negeri.
Laporan OECD 3 Juni 2025 juga menyoroti melemahnya sentimen bisnis dan konsumen sebagai faktor penekan utama. Ketidakpastian kebijakan fiskal ditambah dengan tingginya suku bunga pinjaman diprediksi akan menekan konsumsi dan investasi swasta sepanjang semester pertama 2025. Peningkatan permintaan domestik diharapkan baru terjadi secara bertahap pada paruh kedua tahun tersebut.
Dari sektor ekspor, OECD memproyeksikan perlambatan pertumbuhan ekspor pada 2025. Kinerja ekspor Indonesia belakangan ini memang terganggu oleh eskalasi ketegangan perdagangan global yang baru-baru ini terjadi. Ditambah lagi, penurunan harga komoditas dunia diperkirakan akan semakin membebani permintaan eksternal dan berdampak negatif pada pendapatan ekspor negara.
Guna mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi, OECD merekomendasikan serangkaian reformasi struktural di Indonesia. Salah satu poin penting adalah evaluasi program Makanan Bergizi Gratis. Meskipun program ini dianggap baik untuk kesehatan masyarakat, OECD menyarankan agar penargetan penerima program lebih difokuskan pada rumah tangga rentan demi memastikan efisiensi anggaran pemerintah yang lebih optimal.
Selain itu, OECD juga menyarankan perluasan basis pemungutan pajak. Dengan basis pajak yang lebih luas, pemerintah Indonesia memiliki ruang fiskal yang lebih besar untuk berinvestasi pada sektor-sektor publik krusial seperti infrastruktur, transportasi, energi bersih, serta peningkatan anggaran untuk kesehatan dan pendidikan, sebagaimana ditegaskan dalam laporan tersebut.
Kondisi ini tidak hanya terjadi di Indonesia. Secara global, OECD juga menurunkan perkiraan pertumbuhan ekonomi dunia menjadi 2,9 persen untuk tahun 2025 dan 2026, dari angka sebelumnya 3,1 persen. Penurunan proyeksi global ini disebabkan oleh meningkatnya hambatan perdagangan, kondisi keuangan yang semakin ketat, dan ketidakpastian kebijakan yang terus meningkat di berbagai negara.
Anastasya Lavenia Y. turut berkontribusi dalam penulisan artikel ini.