Ragamutama.com, Jakarta – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan penyelenggaraan pemilihan umum nasional dan daerah menuai kritik tajam dari Wakil Ketua Umum Partai NasDem, Saan Mustopa. Menurut Saan, keputusan tersebut bersifat inkonstitusional dan menentang Pasal 22E Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang secara jelas mengatur mengenai pemilihan umum.
Pasal 22E UUD 1945 mengamanatkan bahwa pemilu diselenggarakan setiap lima tahun sekali untuk memilih presiden-wakil presiden, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Oleh karena itu, Saan berpendapat bahwa pemisahan pemilu dan pemilihan kepala daerah (pilkada) ini merupakan pelanggaran serius terhadap konstitusi.
“Putusan itu menimbulkan konsekuensi tentang tata kenegaraan kita nanti agak porak-poranda,” ujar Saan Mustopa, yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua DPR, saat ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta, pada Selasa, 1 Juli 2025. Ia menambahkan bahwa untuk mengakomodasi Putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024 tersebut, amandemen UUD 1945 menjadi suatu keniscayaan.
Saan Mustopa juga mendesak MK untuk konsisten dengan putusan sebelumnya, yakni Perkara Nomor 55/PUU-XVII/2019. Putusan pada tahun 2019 itu, kata Saan, telah memberikan wewenang kepada DPR untuk menentukan model keserentakan pemilu, yang dikenal sebagai “Pemilu 5 kotak”—meliputi pemilihan presiden-wakil presiden, DPR RI, DPD RI, DPRD provinsi, kabupaten, dan kota. Ia menekankan pentingnya MK berpegang pada putusan terdahulu yang telah bersifat final dan mengikat.
Mahkamah Konstitusi sendiri, pada Kamis, 26 Juni 2025, telah resmi memutuskan bahwa penyelenggaraan pemilu di tingkat nasional harus dipisahkan dari pemilu tingkat daerah atau lokal. Dalam putusannya, MK menetapkan bahwa pemilu lokal akan diselenggarakan paling singkat 2 tahun atau paling lama 2,5 tahun setelah pemilu nasional. Pemilu nasional merujuk pada pemilihan anggota DPR, DPD, serta presiden dan wakil presiden, sementara pemilu lokal mencakup pemilihan anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota serta pemilihan kepala dan wakil kepala daerah.
Implikasi dari putusan ini adalah skema pemilu serentak “Pemilu 5 kotak” yang selama ini dikenal tidak akan lagi berlaku untuk Pemilu 2029 mendatang. Ketua MK, Suhartoyo, saat membacakan putusan, menyatakan bahwa penentuan keserentakan tersebut bertujuan untuk mewujudkan pemilu yang berkualitas, sekaligus mempertimbangkan kemudahan dan kesederhanaan bagi pemilih dalam melaksanakan hak suaranya sebagai perwujudan kedaulatan rakyat.
Dalam pertimbangan putusannya, MK juga menyoroti bahwa pemilu nasional yang berdekatan dengan pemilu lokal menyebabkan minimnya waktu bagi masyarakat untuk menilai kinerja pemerintahan berdasarkan hasil pemilu nasional. Selain itu, dalam rentang waktu yang sempit akibat pemilu serentak, hakim menilai isu-isu pembangunan daerah cenderung tenggelam di tengah hiruk-pikuk isu nasional.