Kebijakan kontroversial dari Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang menjadikan vasektomi sebagai salah satu kriteria penerima bantuan sosial (bansos), menuai penolakan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Sekretaris MUI Jawa Barat, Rafani Achyar, menegaskan bahwa vasektomi dianggap haram menurut pandangan Islam. Ia menjelaskan bahwa fatwa terkait hal ini sudah ada sejak lama, tepatnya tahun 1979, dan kemudian diperbarui pada tahun 2012.
“Vasektomi, sesuai dengan fatwa MUI, tidak diperbolehkan dan hukumnya haram,” ujarnya kepada awak media pada hari Jumat (2/5).
Meskipun demikian, beliau menjelaskan bahwa terdapat beberapa pengecualian dalam kondisi tertentu yang memungkinkan dilakukannya vasektomi. Kondisi tersebut mencakup tujuan yang selaras dengan syariat Islam, dan tindakan tersebut tidak mengakibatkan kemandulan permanen.
“Ketiga, harus ada jaminan bahwa rekanalisasi, atau penyambungan kembali, dapat dilakukan, karena vasektomi melibatkan pemotongan (di-cut) saluran sperma. Keempat, tindakan tersebut tidak menimbulkan bahaya atau mudharat, dan kelima, tidak dimasukkan sebagai bagian dari program dan metode kontrasepsi yang permanen,” jelasnya.
Menanggapi hal ini, beliau menyarankan agar Dedi Mulyadi, bersama dengan pihak pemerintah terkait, mencari alternatif selain vasektomi. Mengenai penerapan program Keluarga Berencana (KB) secara umum, Achyar menyatakan bahwa MUI tidak memiliki keberatan.
“Namun, kita tetap perlu mencari solusi agar program KB ini berhasil, dengan catatan tidak melanggar prinsip-prinsip syariah,” paparnya.
“Kami tetap mendukung program KB, asalkan sesuai dengan tuntunan syariah. Vasektomi jelas tidak sesuai dengan tuntunan tersebut, itu adalah pertimbangan utama dari MUI, kecuali dalam lima kondisi yang telah disebutkan sebelumnya,” tambahnya.
Vasektomi sendiri merupakan prosedur kontrasepsi atau pengendalian kelahiran permanen pada pria. Prosedur ini dilakukan dengan cara memutus saluran yang berfungsi menyalurkan sperma.