Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Idham Holik, baru-baru ini menyoroti dampak signifikan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pemisahan jadwal pemilihan umum (Pemilu) nasional dan pemilihan kepala daerah (Pilkada). Menurut Idham, keputusan MK yang mengharuskan jeda 2 hingga 2,5 tahun antara kedua jenis pemilu ini berpotensi memicu perpanjangan masa jabatan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Idham menjelaskan, potensi perpanjangan masa jabatan DPRD ini muncul karena pemilihan umum lokal, yang akan memilih anggota DPRD, diperkirakan baru akan menghasilkan anggota terpilih pada tahun 2031. Hal ini disampaikan Idham kepada wartawan pada Sabtu (28/6) lalu. Menyikapi hal tersebut, Idham Holik menekankan bahwa pembahasan mengenai perpanjangan masa jabatan ini sepenuhnya berada di tangan pembentuk undang-undang, yaitu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bersama Pemerintah. Ia pun mengimbau publik untuk menantikan perubahan Undang-Undang Pemilu (UU Pemilu) yang baru.
Pernyataan Komisioner KPU Idham Holik ini didasarkan pada landasan hukum yang kuat, yakni Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014. Secara spesifik, ketentuan mengenai masa jabatan anggota DPRD diatur dalam Pasal 102 ayat (4) untuk DPRD provinsi dan Pasal 155 ayat (4) untuk DPRD kabupaten/kota. Kedua pasal tersebut secara eksplisit menyatakan bahwa masa jabatan anggota DPRD “berakhir pada saat anggota DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota yang baru mengucapkan sumpah/janji.”
Mengacu pada frasa krusial ini, Idham menggarisbawahi bahwa anggota DPRD yang terpilih pada Pemilu 2024 berpotensi besar untuk mengalami perpanjangan masa jabatan. Ini sejalan dengan bunyi pasal-pasal dimaksud:
UU No. 23 Tahun 2014
Pasal 102 ayat (4) berbunyi:
Masa jabatan anggota DPRD provinsi adalah 5 (lima) tahun dan berakhir pada saat anggota DPRD provinsi yang baru mengucapkan sumpah/janji.
Pasal 155 ayat (4) berbunyi:
Masa jabatan anggota DPRD kabupaten/kota adalah 5 (lima) tahun dan berakhir pada saat anggota DPRD kabupaten/kota yang baru mengucapkan sumpah/janji.