Misteri Kematian: Vina, Diplomat Kemenlu, dan Tanya Tak Terjawab

Avatar photo

- Penulis

Senin, 14 Juli 2025 - 14:05 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Ragamutama.com – , Jakarta – Dunia diplomatik Indonesia dikejutkan oleh penemuan jasad seorang diplomat muda Kementerian Luar Negeri (Kemlu), Arya Daru Pangayunan, 39 tahun, di kamar kosnya di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, pada Selasa, 8 Juli 2025. Kematian Arya Daru, yang akrab disapa ADP, menyisakan misteri mendalam karena wajahnya ditemukan terlilit lakban, memunculkan dugaan antara pembunuhan atau bunuh diri. Pihak kepolisian belum menyimpulkan penyebab pasti, mengingat ditemukannya jejak sidik jari korban pada lakban dan tidak adanya indikasi kekerasan pada tubuhnya.

“Korban berinisial ADP, laki-laki, usia 39 tahun, pegawai Kemenlu asal Yogyakarta. Saat ditemukan, korban dalam posisi terbaring di atas kasur dengan kepala tertutup lakban dan tubuh tertutup selimut,” jelas Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Pol Susatyo Purnomo Condro dalam keterangan tertulisnya pada hari yang sama.

Kematian Arya yang penuh teka-teki ini menambah daftar panjang kasus pembunuhan di Indonesia yang hingga kini masih menjadi sorotan publik dan belum sepenuhnya terungkap. Beberapa kasus tersebut termasuk pembunuhan Muhammad Rizky dan Vina Dewi Arsita di Cirebon, serta pembunuhan pegawai Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Semarang, Iwan Budi P. Kasus Vina Cirebon, yang terjadi pada 27 Agustus 2016, kembali mencuat pada 2024 setelah penayangan sebuah film yang mengisahkan tragedi tersebut. Di sisi lain, kasus Iwan Budi P, yang mayatnya ditemukan terbakar di lahan kosong sekitar Pantai Marina Kota Semarang pada September 2022, juga masih menyisakan banyak tanda tanya.

Bagaimana kilas balik kasus pembunuhan Vina Cirebon dan kematian pegawai Bapenda Semarang ini?

Kilas Balik Kasus Pembunuhan Vina Cirebon

Kisah tragis pembunuhan Vina Cirebon bermula dari penemuan dua mayat remaja, Vina dan Muhammad Rizky (Eky), yang terkapar di flyover Talun, Cirebon, Jawa Barat, pada penghujung Agustus 2016. Awalnya, polisi menyatakan keduanya tewas akibat kecelakaan tunggal. Namun, empat hari berselang, Inspektur Satu Rudiana, Kepala Unit Satuan Narkoba Polres Cirebon sekaligus ayah dari Eky, melaporkan dugaan pembunuhan kepada Polres Cirebon Kota. Sebelum laporan resmi, Rudiana telah menangkap dan memeriksa delapan orang yang diduga terlibat. Delapan orang tersebut adalah Rifaldy Aditya Wardhana, Eko Ramadhani, Hadi Saputra, Eka Sandy, Jaya, Supriyanto, Sudirman, dan Saka Tatal. Mereka kemudian diseret ke pengadilan dan dinyatakan bersalah atas dakwaan pembunuhan berencana, dengan vonis hukuman seumur hidup untuk sebagian besar dan 8 tahun penjara untuk Saka Tatal.

Kasus ini kembali ramai setelah diangkat ke layar lebar dan tayang pada Mei 2024. Film tersebut memicu berbagai dugaan dan opini baru terkait pelaku serta kronologi pembunuhan Vina dan Eky, terutama karena masih ada buronan yang belum tertangkap. Awalnya disebutkan ada tiga buronan: Dani, Andi, dan Pegi Setiawan alias Perong. Desakan publik untuk menangkap pelaku utama pun menguat. Pada 21 Mei 2024, Polda Jabar mengumumkan penangkapan Pegi Setiawan. Namun, anehnya, setelah penangkapan Pegi, polisi menyatakan bahwa buronan kasus ini hanya satu orang, dan nama Dani serta Andi dianggap fiktif atau “gaib.”

Keanehan berlanjut ketika pada 8 Juli 2024, Pegi dinyatakan bebas oleh Pengadilan Negeri Bandung. Penetapan Pegi sebagai tersangka dinilai bermasalah dan tidak sah secara hukum, karena hakim menilai polisi tidak pernah memeriksa Pegi sebagai saksi atau calon tersangka sebelumnya. Seiring mencuatnya kembali kasus ini, Saka Tatal, yang bebas bersyarat pada 2020 dan bebas murni pada Juli 2024, angkat bicara. Ia membantah terlibat dalam pembunuhan Vina dan Eky, meskipun pengadilan telah menyatakan dirinya bersalah. Pernyataan Saka Tatal diperkuat oleh pengakuan salah satu saksi kunci, Dede, yang mengatakan telah memberikan kesaksian palsu dalam kasus tersebut. Dede mengaku tidak pernah mengetahui peristiwa tersebut atau bahkan mengenal para terpidana sejak awal.

Pengakuan Dede itu semakin menambah daftar kejanggalan dalam pengungkapan kasus Vina Cirebon. Sebelumnya, investigasi mendalam oleh Tempo telah menemukan sejumlah kejanggalan, mulai dari hasil visum hingga proses penangkapan para tersangka. Berdasarkan investigasi Tempo, Eky dilaporkan ditusuk menggunakan senjata tajam. Namun, hasil visum pertama dan ekshumasi menyatakan tidak ada bekas luka akibat benda tajam di tubuh Eky. Dokter Rahma Tiaranita, yang menangani Eky, membenarkan hasil visum tersebut, menyebutkan hanya ada trauma akibat benda tumpul, bukan senjata tajam. Kisah luka tusuk itu ternyata berawal dari laporan Rudiana yang mengaku melihat luka tusuk di dada kiri anaknya.

Kejanggalan lainnya adalah indikasi pemerkosaan Vina sebelum meninggal berdasarkan penemuan sperma dalam hasil visum ekshumasi. Kondisi ini dianggap aneh mengingat tubuh Vina sudah dikuburkan selama sepuluh hari, sementara para ahli menyatakan sperma hanya dapat bertahan hidup maksimal tiga hari. Selain itu, polisi diduga tidak menerapkan prosedur yang tepat saat menangkap tersangka. Kasus ini bermula dari laporan Iptu Rudiana pada Rabu, 31 Agustus 2016, sekitar pukul 17.00. Dalam pemeriksaan sekitar pukul 18.30 WIB, Rudiana menyebutkan 11 nama yang diduga mengeroyok Eky dan Vina, lalu memperkosa Vina, dengan empat di antaranya buronan: Pegi Setiawan, Andi, Dani, dan Andika.

Baca Juga :  Ahmad Dhani Geram: Lita Gading Layak Ditangkap, Polisi Harus Bertindak!

“Saya curiga penyebab kematian anak saya dan Vina bukan kecelakaan tunggal tapi kemungkinan dibunuh,” ujar Rudiana saat pemberkasan. Kejanggalan dalam proses pemeriksaan mulai terlihat ketika Rudiana dengan jelas menggambarkan peran setiap pelaku, padahal pemeriksaan para pelaku baru dimulai pukul 20.20 WIB. Ternyata, Rudiana dan timnya telah menangkap para pelaku sebelum melaporkan kasus pembunuhan secara resmi. Dua hari setelah kematian Vina dan Eky, Rudiana menyisir kawasan Sekolah Menengah Pertama Negeri 11 Cirebon. Di sana, ia bertemu dengan saksi kunci, Aep dan Dede, yang mengaku melihat sekelompok pemuda mengejar dan melemparkan batu ke arah Eky yang membonceng Vina. Dengan informasi ini, Rudiana bersama timnya dari Satuan Narkoba Polres Cirebon Kota menangkap delapan pemuda di dekat sekolah tersebut pada 31 Agustus 2016 saat sedang nongkrong. Penangkapan para tersangka ini dianggap janggal, terutama soal penangkapan Sudirman dan Saka Tatal. Kuasa hukum Saka dan Sudirman, Titin Prialianti, mengakui kliennya memang ada di antara orang yang berkumpul, namun Saka datang hanya untuk mengantarkan bensin yang diminta pamannya, sedangkan Sudirman dipanggil untuk ikut kongko.

Dugaan rekayasa dalam kasus pembunuhan Vina Cirebon semakin menguat setelah mencuatnya keterangan terbaru Rudiana kepada Tempo pada Rabu, 31 Juli 2024. Rudiana mengaku dalam kondisi tertekan secara psikologis ketika berinisiatif menyelidiki kematian putranya pada akhir Agustus 2016. Ia mengakui telah menyimpulkan sendiri bahwa Eky meninggal karena tusukan saat melihat luka di jasad anaknya. Seiring kembali mencuatnya kasus ini, delapan terpidana kemudian mengajukan Peninjauan Kembali (PK) kepada Mahkamah Agung (MA). Namun, harapan mereka untuk bebas kandas setelah majelis hakim agung menyatakan putusan pengadilan kepada para terpidana sudah benar. “Tolak PK para terpidana,” demikian dilihat Tempo dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) MA, Senin, 16 Desember 2024.

Juru bicara Mahkamah Agung, Yanto, mengatakan majelis hakim tidak menemukan kekeliruan hakim dalam mengadili perkara, sebagaimana pertimbangan yang diajukan oleh terpidana saat mengajukan PK. Novum yang diajukan dalam PK juga tidak bisa digunakan sebagai bukti baru sebagaimana diatur dalam Pasal 263 ayat 2 huruf a KUHAP. “Tidak ada kekhilafan judex facti dan judex juris dalam mengadili para terpidana,” ucap Yanto saat jumpa pers di kantornya, Jakarta Pusat, Senin, 16 Desember 2024. Pada Januari lalu, para terpidana bersiap mengajukan PK yang kedua. Oleh karena itu, ketua tim kuasa hukum para terpidana, Jutek Bongso, mendesak agar polisi segera menuntaskan laporan mereka tentang dugaan kesaksian palsu Aep dan Dede Riswanto. Tim kuasa hukum terpidana telah melaporkan Aep dan Dede ke polisi pada Juli 2024. “Kami akan bersurat kepada Kapolri (agar laporan segera diproses),” kata Jutek ketika dihubungi pada Rabu, 8 Januari 2025. “Kami mohon support-nya, mohon doanya supaya kebenaran dapat diraih dan kebenaran itu masih hadir di Indonesia.” Menurut Jutek, putusan pengadilan atas dugaan kesaksian palsu ini sangat penting bagi para terpidana. Sebab, mereka divonis bersalah atas keterangan Aep dan Dede dalam persidangan pada 2016. Jika pengadilan menyatakan para saksi terbukti memberikan keterangan palsu, putusan itu bisa digunakan sebagai novum (bukti baru) untuk mengajukan PK kedua.

Kilas Balik Kasus Pembunuhan Pegawai Bapenda Semarang

Pada 8 September 2022, warga di sekitar Pantai Marina Kota Semarang digegerkan dengan penemuan mayat yang telah terbakar di lahan kosong. Slamet Mujianto, 36 tahun, seorang pekerja yang menemukan mayat tersebut, mengisahkan bahwa pada hari itu ia tengah membersihkan kawasan semak belukar menggunakan bulldozer. Menjelang pukul 11.00, Slamet menemukan sepeda motor hangus di ujung lahan kosong. Awalnya, ia mengira itu hanya bangkai motor biasa dan melanjutkan pekerjaannya tanpa mengecek lebih lanjut. “Saya kerja membuka rumput ada bangkai sepeda motor,” katanya pada Senin, 12 September 2022, di sekitar lokasi penemuan. “Saya tidak sempat turun. Tidak tahu kalau ada mayatnya.”

Pada sore harinya, Slamet melaporkan temuan bangkai sepeda motor itu kepada atasannya. Saat pemeriksaan bangkai motor gosong itulah, ditemukan pula mayat yang telah hangus. Atasannya kemudian melaporkan penemuan mayat tersebut kepada kepolisian. Setelah diselidiki, terungkap bahwa mayat tersebut adalah Iwan Budi P, seorang pegawai Bapenda Kota Semarang yang telah menghilang hampir dua pekan. Sebelum hilang, Iwan sempat dipanggil oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Jawa Tengah sebagai saksi kasus dugaan korupsi. Namun, ia menghilang sebelum sempat memenuhi panggilan tersebut.

Baca Juga :  Eks Dirut RSD Madani Pekanbaru Ditahan Atas Penipuan Rp 2,1 Miliar

Kasus pembunuhan dan pembakaran mayat pegawai Bapenda Kota Semarang ini hingga kini masih menjadi misteri. Hingga Mei 2023, Kapolrestabes Semarang saat itu, Komisaris Besar Irwan Anwar, menyatakan kasus tersebut tetap menjadi prioritas penyelidikan mereka, meskipun ia enggan menjelaskan lebih detail proses penyelidikannya. “Case ini tetap menjadi prioritas penyelidikan kami,” ujar Irwan Anwar pada Rabu malam, 24 Mei 2023. Kasus ini sempat kembali disebut pada akhir tahun lalu, dengan Direskrimum Polda Jateng Kombes Pol Dwi Subagio mengakui pengungkapan kasus kematian Iwan Boedi adalah tantangan berat. Saat itu, meski 27 bulan berlalu, pihaknya menyatakan terus bekerja untuk mengungkap teka-teki kematian pegawai Bapenda tersebut. “Proses saat ini masih berjalan, dan kami dari Polda Jateng dengan Polrestabes Semarang akan berusaha untuk mengungkap,” kata Kombes Dwi pada Jumat, 27 Desember 2024.

Kronologi Kasus Temuan Mayat Diplomat Muda Kemlu

Seperti disebutkan sebelumnya, seorang diplomat muda Kemlu, Arya Daru Pangayunan, ditemukan tewas di kamar kosnya di kawasan Menteng, Jakarta Pusat pada Selasa, 8 Juli 2025. Jenazah korban ditemukan sekitar pukul 08.30 WIB. Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Roy Soemirat membenarkan bahwa korban adalah staf di kementeriannya. “Betul, salah satu staf Kemenlu,” kata Roy dalam keterangannya, Selasa, 8 Juli 2025.

Dilansir dari Antara, Kepala Kepolisian Sektor Menteng Komisaris Rezha Rahandhi menerangkan bahwa korban ditemukan oleh penjaga kos. Penjaga kos tersebut diminta oleh istri korban untuk memeriksa kondisi korban, lantaran tidak bisa menghubungi suaminya melalui telepon. Setelah mengetuk pintu kamar dan tidak mendapat tanggapan, penjaga kos akhirnya membuka paksa pintu. Korban ditemukan sudah dalam kondisi tidak bernyawa di atas tempat tidur. Penjaga kos kemudian menghubungi kepolisian. “Kami menerima laporan dari warga terkait penemuan seorang pria yang meninggal di dalam kamar kos kawasan Gondangdia,” ungkap Kapolres Jakarta Pusat Komisaris Besar Susatyo Purnomo Condro dalam keterangannya, Selasa, 8 Juli 2025.

Tim kepolisian segera menuju lokasi dan melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP). Saat ditemukan, kepala korban dalam kondisi tertutup atau terlilit lakban, sementara sekujur tubuhnya ditutupi selimut di atas kasur. Jenazah korban telah dibawa ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) untuk menjalani autopsi guna mengetahui penyebab pasti kematiannya. Polisi juga masih terus menyelidiki kasus ini. “Polres Metro Jakarta Pusat bersama Polda Metro Jaya masih mendalami dan menganalisa seluruh keterangan saksi, CCTV, dan barang bukti lainnya untuk mengungkap penyebab kematian korban,” kata Susatyo.

Direktur Pelindungan WNI Kementerian Luar Negeri Judha Nugraha menyatakan bahwa Arya Daru telah bergabung dengan Kemlu sebagai seorang diplomat sejak 2014. Selama kurun waktu tersebut, ia menjalani berbagai penugasan sebelum kemudian ditemukan tewas di kosnya. “Mas Daru bergabung di Kementerian Luar Negeri sebagai seorang diplomat pada tahun 2014,” kata Judha dalam keterangannya ketika melayat di rumah duka, Janti, Bantul, Yogyakarta, Rabu, 9 Juli 2025.

Selama bertugas di Kemlu, ujar Judha, Arya Daru telah menjalani beragam penugasan, termasuk penugasan ke luar negeri pertama di KBRI Dili, kemudian ke KBRI Buenos Aires, Argentina. Sejak 2022, korban bergabung di Direktorat Perlindungan Warga Negara Indonesia (WNI). “Selama ini Mas Daru telah membantu banyak warga negara Indonesia yang mengalami masalah di luar negeri. Kami melihat bagaimana Mas Daru membopong anak-anak telantar di Taiwan kembali ke Indonesia. Mas Daru juga ikut turun mengevakuasi WNI pada saat gempa Turki yang lalu. Mas Daru juga sempat membantu mengevakuasi WNI dari Iran,” katanya. Judha tak menampik bahwa Arya Daru pernah turut menangani kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di Jepang. Namun, Judha membantah Daru juga turut menangani kasus TPPO di Kamboja. “Jadi iya memang pernah dulu di Jepang, tapi jangan lantas dikait-kaitkan, kita lihat hasil penyelidikan polisi, jangan berspekulasi. Kami tidak ingin berspekulasi,” ujarnya. Judha mengatakan Kemenlu menyerahkan kasus ini sepenuhnya kepada polisi.

Ade Ridwan Yandwiputra, Dede Leni Mardianti, Rizki Dewi Ayu, Jamal Abdun Nashr, Raden Putri Alpadillah Ginanjar, Vedro Imanuel Girsang, dan Andi Adam Faturahman berkontribusi dalam penulisan artikel ini

Pilihan Editor: Misteri Dua Kematian: Diplomat Kemenlu dan Diduga Pegawai Kemendagri

Berita Terkait

Diplomat Muda Kemenlu Tewas: CCTV Ungkap Fakta Sebenarnya!
TPNPB-OPM Mengaku Bunuh Anggota TNI di Papua Tengah
Misteri kematian diplomat Kemlu di rumah kos, apa yang diketahui?
CCTV Ungkap Detik-Detik Terakhir Arya Daru Sebelum Meninggal
Tawuran Kramat Raya: 9 Pemuda Diciduk Polisi!
Kembali Jadi Tersangka, Zarof Ricar Diduga Terima Suap Rp 1 Miliar Tangani Sengketa Warisan
Ahmad Dhani Geram: Lita Gading Layak Ditangkap, Polisi Harus Bertindak!
Ayah Anak Korupsi Minyak Mentah Pertamina: Ironi Keluarga di Pusaran Hukum

Berita Terkait

Senin, 14 Juli 2025 - 15:23 WIB

Diplomat Muda Kemenlu Tewas: CCTV Ungkap Fakta Sebenarnya!

Senin, 14 Juli 2025 - 14:05 WIB

Misteri Kematian: Vina, Diplomat Kemenlu, dan Tanya Tak Terjawab

Senin, 14 Juli 2025 - 09:58 WIB

TPNPB-OPM Mengaku Bunuh Anggota TNI di Papua Tengah

Senin, 14 Juli 2025 - 09:40 WIB

Misteri kematian diplomat Kemlu di rumah kos, apa yang diketahui?

Minggu, 13 Juli 2025 - 23:28 WIB

CCTV Ungkap Detik-Detik Terakhir Arya Daru Sebelum Meninggal

Berita Terbaru

politics

Prabowo di Paris! Hadiri Bastille Day, Ada Apa?

Senin, 14 Jul 2025 - 18:46 WIB

technology

iPhone 15 Pro Max iBox: Harga Terbaru Hari Ini di Indonesia!

Senin, 14 Jul 2025 - 18:29 WIB

sports

Cole Palmer: Rahasia Chelsea Hancurkan Mimpi PSG!

Senin, 14 Jul 2025 - 18:10 WIB

Uncategorized

Visa Schengen: Panduan Lengkap Jenis, Syarat, dan Cara Mendapatkan

Senin, 14 Jul 2025 - 17:47 WIB