Harga Minyak Dunia Melonjak Kuat: Menguak Misteri di Balik Kenaikan Produksi OPEC+ dan Gejolak Geopolitik
Di tengah dinamika pasar global yang bergejolak, harga minyak mentah dunia, baik jenis West Texas Intermediate (WTI) maupun Brent, menunjukkan penguatan signifikan pada Senin (2/6). Fenomena ini tergolong menarik, mengingat kesepakatan penting yang dicapai oleh aliansi produsen minyak OPEC+ untuk meningkatkan produksi pada bulan Juli mendatang.
Berdasarkan data real time dari Trading Economics pada pukul 14.01 WIB, harga minyak WTI terpantau melonjak ke level US$ 62,61 per barel, naik 3,00% secara harian. Senada, minyak Brent juga menguat ke US$ 64,27 per barel, dengan kenaikan sebesar 2,51% dalam periode yang sama.
Penguatan harga minyak ini seakan mematahkan teori ekonomi konvensional. Padahal, pada Sabtu (31/5) lalu, negara-negara anggota OPEC+ telah sepakat untuk menambah produksi minyak sebesar 411.000 barel per hari (bph) mulai Juli. Biasanya, kabar peningkatan pasokan minyak akan memicu kekhawatiran pasar akan kelebihan stok, yang pada gilirannya akan menekan harga komoditas energi tersebut.
Namun, pasar memiliki logikanya sendiri. Nanang Wahyudin, Research & Education Coordinator di Valbury Asia Futures, mengungkapkan bahwa kenaikan produksi OPEC+ ini sejatinya telah diantisipasi jauh-jauh hari oleh pelaku pasar. “Sebagian besar sudah *priced in*, efek negatif terhadap harga sudah terjadi sebelum pengumuman resmi,” jelas Nanang. Artinya, dampak potensial dari peningkatan pasokan sudah ‘terharga’ ke dalam pasar sebelum pengumuman resmi dirilis.
Lebih lanjut, Nanang menyoroti bahwa volume tambahan produksi sebesar 411.000 bph relatif kecil jika dibandingkan dengan potensi gangguan pasokan yang berasal dari kawasan Timur Tengah. Wilayah ini masih diselimuti ketegangan geopolitik yang terus membara, menimbulkan kekhawatiran serius akan stabilitas pasokan energi global. “Risiko perang dan embargo lebih besar daripada dampak penambahan pasokan moderat,” pungkas Nanang. Ketegangan di Timur Tengah ini mendorong minyak sebagai aset ‘safe haven’ energi, yang pada akhirnya turut mendongkrak harga.
Di sisi lain, proyeksi peningkatan permintaan juga menjadi faktor pendorong utama kenaikan harga minyak dunia. Periode Juni hingga Agustus menandai musim panas di belahan bumi utara, yang secara tradisional dikenal sebagai “driving season” di Amerika Serikat. Pada musim ini, aktivitas perjalanan dan liburan meningkat drastis, yang secara otomatis mendorong lonjakan permintaan bahan bakar. Peningkatan permintaan yang signifikan inilah yang pada akhirnya membuat harga minyak dunia melonjak.
Dengan demikian, meski OPEC+ berupaya menyeimbangkan pasar dengan peningkatan produksi, antisipasi pasar yang matang, ketegangan geopolitik yang tak kunjung mereda, serta lonjakan permintaan musiman, secara sinergis menopang kenaikan harga minyak dunia, menciptakan dinamika pasar yang unik dan patut dicermati.