MIKA Terancam Aturan Baru OJK: Skema Co-Payment Asuransi Kesehatan Jadi Sorotan
JAKARTA, Ragamutama.com – Emiten rumah sakit, PT Mitra Keluarga Karyasehat Tbk (MIKA), dihadapkan pada tantangan baru. Aturan *co-payment* dalam penyelenggaraan asuransi kesehatan yang digagas Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berpotensi memengaruhi kinerja perusahaan.
Kebijakan ini tertuang dalam Surat Edaran OJK (SEOJK) Nomor 7/SEOJK.05/2025, yang mewajibkan skema *co-payment* atau pembagian risiko dalam layanan rawat jalan dan rawat inap pada produk asuransi kesehatan. Dengan kata lain, pasien pemegang polis akan menanggung sebagian biaya, maksimal 10% dari total klaim. Batas maksimumnya adalah Rp 300.000 untuk rawat jalan dan Rp 3.000.000 untuk rawat inap.
Meski baru akan efektif per 1 Januari 2026, analis Trimegah Sekuritas, Sabrina, menilai bahwa aturan ini akan memberikan dampak bagi emiten kesehatan seperti MIKA. “Dari sisi volume pasien, pasti ada dampak untuk MIKA, meski seberapa besar belum bisa dikalkulasikan,” ujarnya kepada Kontan, Selasa (24/6).
Alasannya, proporsi pendapatan MIKA saat ini masih didominasi oleh pasien yang ditanggung asuransi swasta, baik korporasi maupun individu. Perubahan skema ini tentu menjadi perhatian khusus.
Analis Panin Sekuritas, Sarkia Adelia, menambahkan bahwa masalah asuransi memang menjadi salah satu tekanan pada arus kas MIKA. Keterlambatan klaim BPJS Kesehatan, yang diperburuk oleh potensi defisit BPJS hingga Rp 20 triliun tahun ini, menjadi tantangan tersendiri.
“Ini bisa membebani *receivable turnover* di tahun 2025, meskipun kontribusi pasien BPJS minim,” sebut Sarkia dalam risetnya pada 14 Mei 2025. Selain itu, proses klaim asuransi swasta yang semakin ketat juga berpotensi memperlambat arus kas dari segmen ini.
Namun, Sarkia menekankan bahwa pasar asuransi Indonesia sangat terfragmentasi. Artinya, dampak aturan asuransi swasta tidak bisa diukur secara general.
[Grafik Saham MIKA by TradingView]
Lebih lanjut, Sarkia menjelaskan bahwa tekanan dari industri asuransi yang menghantui MIKA masih dapat diredam dengan implementasi skema Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) dan *Coordinator of Benefits* (COB).
“Implementasinya pada semester II-2025 diharapkan meringankan tekanan secara bertahap sehingga siklus konversi kas dapat terkendali,” pungkasnya.
Sebagai informasi, KRIS merupakan kebijakan BPJS untuk menyeragamkan standar layanan rawat inap di seluruh rumah sakit, yang secara tidak langsung dapat mendorong pasien untuk beralih ke layanan berbayar. Sementara itu, CoB adalah skema kerja sama antara BPJS dan asuransi swasta untuk berbagi beban biaya pasien, sehingga biaya tambahan pasien BPJS dapat ditanggung oleh asuransi swasta.
Terlepas dari tantangan ini, Sarkia merekomendasikan *buy* untuk saham MIKA dengan target harga akhir tahun di level Rp 3.000 per saham. Senada, Sabrina mempertahankan rekomendasi *buy* dan memasang target harga akhir tahun di level Rp 3.050 per saham.