Ragamutama.com, JAKARTA. Minat investor terhadap Surat Berharga Negara (SBN) masih menunjukkan daya tarik yang kuat, sebagaimana tercermin dari tren kenaikan kepemilikan oleh investor asing.
Fikri C. Permana, Ekonom Senior dari KB Valbury Sekuritas, menjelaskan bahwa sempat terjadi arus keluar modal asing dari pasar SBN pada pekan lalu. Hal ini dipicu oleh kekhawatiran terkait eskalasi perang dagang serta kondisi fiskal Indonesia, yang mencatatkan defisit fiskal sekitar Rp 104,2 triliun pada bulan Maret.
Situasi tersebut diyakini memberikan dampak terhadap laju pertumbuhan kepemilikan asing pada SBN domestik, yang menjadi relatif terbatas.
Berdasarkan data yang dirilis oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), tercatat adanya peningkatan kepemilikan asing sebesar 0,87% secara bulanan pada bulan April 2025.
Prospek Pasar Obligasi Domestik Tetap Menjanjikan di Tengah Kenaikan Yield UST
DJPPR mencatat bahwa nilai kepemilikan SBN domestik oleh investor asing mencapai Rp 899,65 triliun pada akhir April 2025, meningkat dari posisi Rp 891,86 triliun pada akhir Maret 2025.
Meskipun kenaikan tersebut tergolong moderat, namun tetap mengindikasikan bahwa pasar obligasi domestik masih memiliki daya tarik yang signifikan. Hal ini tercermin dari penurunan yield SUN 10 tahun sebesar 0,05% menjadi 6,85% per hari Jumat (2/5). Penurunan yield ini didorong oleh meningkatnya ekspektasi pasar terhadap potensi pemangkasan suku bunga oleh The Fed.
“Dengan semakin kuatnya ekspektasi pemangkasan suku bunga, arus dana asing berpotensi mengalir masuk ke negara-negara berkembang, termasuk Indonesia,” ungkap Fikri kepada Kontan.co.id pada hari Minggu (4/5).
Saat ini, Fikri memperkirakan bahwa The Fed berpotensi melakukan pemangkasan suku bunga sebanyak empat kali dengan besaran masing-masing 25 basis poin.
Di sisi lain, terdapat pula kekhawatiran yang berasal dari dalam negeri terkait dengan pertumbuhan ekonomi. Hal ini dikhawatirkan dapat menyebabkan defisit fiskal Indonesia menjadi lebih besar.
Penundaan Tarif Resiprokal oleh Trump Diprediksi Mendorong Rebound Pasar Obligasi Domestik
“Sehingga perlu diantisipasi adanya potensi instabilitas nilai tukar rupiah atau penurunan tingkat kepercayaan dari investor asing,” imbuhnya.
Sebagai konsekuensinya, Bank Indonesia (BI) diperkirakan akan melakukan pemangkasan suku bunga dengan frekuensi yang lebih sedikit dibandingkan dengan The Fed. “Kami memperkirakan akan ada 2 hingga 3 kali pemangkasan pada tahun ini,” lanjutnya.
Terlepas dari berbagai faktor tersebut, yield SUN 10 tahun diperkirakan akan mengalami penurunan seiring dengan pemangkasan suku bunga oleh The Fed. Pada semester pertama tahun 2025, yield diperkirakan akan berada pada rentang 6,6%-6,8%, dan pada akhir tahun diperkirakan akan berada di kisaran 6,1%-6,3%.
“Proyeksi ini juga dengan asumsi bahwa negosiasi tarif atau eskalasi perang dagang tidak semakin memperburuk kekhawatiran terhadap potensi perlambatan perdagangan global maupun pertumbuhan ekonomi Indonesia,” pungkasnya.