Mengapa DPR Belum Ambil Sikap atas Putusan MK soal Pemisahan Pemilu

Avatar photo

- Penulis

Rabu, 23 Juli 2025 - 12:11 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

MAHKAMAH Konstitusi atau MK mengabulkan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) dan UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada) yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).

Dalam Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang dibacakan pada Kamis, 26 Juni 2025, Mahkamah memutuskan penyelenggaraan pemilu di tingkat nasional harus dilakukan terpisah dengan penyelenggaraan pemilu tingkat daerah atau kota (pemilu lokal). MK memutuskan pemilu lokal diselenggarakan paling singkat 2 tahun atau paling lama 2,5 tahun setelah pemilu nasional.

Pemilu nasional adalah pemilihan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), serta presiden dan wakil presiden. Sedangkan pemilu daerah terdiri atas pemilihan anggota DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, serta kepala dan wakil daerah.

DPR Belum Menindaklanjuti Putusan MK

Namun, hingga saat ini, DPR belum mengambil sikap terhadap putusan MK itu. Alasannya, kata Wakil Ketua Komisi II DPR Bahtra Banong, karena waktu pelaksanaan Pemilu 2029 masih panjang. Dia mengatakan DPR masih akan mengkaji putusan MK itu dan menampung aspirasi publik secara saksama terlebih dahulu.

“Pemilu kita kan masih lama, pada 2029. Karena pemilunya masih lama, berarti kita punya waktu juga cukup lama. Nah, itu kita manfaatkan, kita pergunakan untuk mengkaji lebih jauh, lebih dalam, kemudian menampung aspirasi publik,” kata Bahtra di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 22 Juli 2025, seperti dikutip dari Antara.

Politikus Partai Gerindra itu mengatakan hal tersebut diperlukan agar pemilu mendatang terselenggara dengan lebih baik dan berkualitas demi perbaikan demokrasi Indonesia.

Bahtra juga menyebutkan kajian dan aspirasi publik diperlukan agar penyusunan undang-undang kepemiluan dalam menindaklanjuti putusan MK tersebut dapat memenuhi ekspektasi publik.

Baca Juga :  Subsidi Motor Listrik Pemerintah: Moeldoko Dorong Implementasi Cepat

Dia menuturkan DPR perlu mengkaji lebih dalam putusan MK untuk mencari formulasi mengenai mekanisme penundaan waktu pelaksanaan pemilu nasional dengan pemilu daerah, termasuk perihal dasar hukum pelaksanaannya.

“Memang kita membutuhkan kajian yang lebih dalam ya, termasuk soal misalnya kalau ada penundaan waktu soal pemilu lokal. Kan dasar hukumnya harus dicari karena di Undang-Undang Dasar kita menjelaskan bahwa pemilu itu dilaksanakan satu kali dalam lima tahun,” katanya.

“Nah, kalau ada misalnya perpanjangan jeda waktu pemilu lokal itu, maka dasar hukumnya harus dicari nih formulanya supaya juga tidak melanggar undang-undang,” ujarnya menambahkan.

Karena, kata dia, MK memutuskan agar pemilu nasional dan daerah dipisahkan dengan jeda waktu paling singkat dua tahun atau paling lama dua tahun dan enam bulan, meski UUD 1945 menyebutkan pemilu dilaksanakan lima tahun sekali.

“Kami juga enggak mau gegabah karena di satu sisi putusan MK bersifat final dan mengikat, tapi di sisi lain Undang-Undang Dasar kita menyebutkan bahwa pemilu itu dilaksanakan satu kali dalam lima tahun. Nah, itu yang kita mau cari tahu formulanya,” tuturnya.

Meski demikian, Bahtra tak memberikan tenggat waktu kepastian kapan DPR akan mengambil sikap dalam menindaklanjuti putusan MK tersebut. “Yang pasti kan enggak mungkin dilaksanakan pada 2029 karena pemilunya 2029. Sekarang kan baru 2025,” kata dia.

Adapun Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian sebelumnya mengatakan pemerintah masih mengkaji putusan MK soal pemisahan pemilu nasional dan pemilu lokal. Pemerintah akan melakukan kajian sebelum mengambil tindak lanjut atas putusan MK tersebut. “Kami harus mengkaji, kan masih ada waktu,” ujar Tito di kompleks parlemen pada Rabu, 16 Juli 2025.

Dalam menelaah dampak putusan MK, Tito menjelaskan kementerian dan lembaga yang terkait akan terlibat. Di antaranya, Kementerian Sekretariat Negara, Kementerian Hukum, hingga Kementerian Koordinator Politik dan Keamanan.

Baca Juga :  Prabowo Diundang ke KTT G7, Kanada Kirim Undangan Resmi!

Bila lintas sektor kementerian itu telah sepakat merumuskan kebijakan untuk mengakomodasi pemisahan jadwal pemilu, kata Tito, maka selanjutnya akan diteruskan ke Presiden. “Lintas sektoral di pemerintah dulu lah. Setelah itu tentu saya akan juga melapor kepada Bapak Presiden,” ujar mantan Kepala Polri itu.

Langkah yang Bisa Ditempuh untuk Sikapi Putusan MK

Sebelumnya, anggota Komisi III DPR Bambang Soesatyo mengatakan ada dua langkah yang bisa dilakukan lembaga negara, yakni MPR, DPR, dan pemerintah, untuk menindaklanjuti putusan MK tersebut.

Pertama, kata dia, MPR dapat melakukan amendemen terbatas terhadap UUD NRI 1945 guna melahirkan dasar hukum konstitusional untuk memisahkan antara pemilu nasional dan pemilu daerah.

“Amendemen ini tidak harus mengubah banyak hal, tetapi cukup menyesuaikan norma-norma pasal terkait kedaulatan rakyat, sistem pemilu, dan masa jabatan,” kata pria yang akrab disapa Bamsoet itu dalam siaran pers yang diterima di Jakarta pada Sabtu, 5 Juli 2025.

Langkah kedua, kata dia, adalah merevisi UU Pemilu dan UU Pilkada. Revisi ini bertujuan mengatur kembali jadwal pemungutan suara, masa jabatan anggota DPRD, dan masa transisi antara berakhirnya masa jabatan DPRD dan kepala daerah hasil Pilkada 2024 secara bersama-sama dengan Pilkada selanjutnya pada 2031. “Sehingga pemisahan rezim pemilu dan rezim pilkada terlaksana dengan baik,” ujarnya.

Dengan dua langkah tersebut, Bamsoet yakin nantinya jalannya pemilu di Indonesia akan selaras dengan konstitusi dan undang-undang yang berlaku.

Dede Leni Mardianti, Dian Rahma Fika, dan Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Pilihan editor: Alasan DPR Dukung Upacara HUT Ke-80 RI Digelar di Jakarta

Berita Terkait

Kejagung Masih Cari Keberadaan Riza Chalid
Presiden Prabowo Tegaskan Pentingnya Deregulasi dan Belanja Tepat Sasaran
DPR Klaim Terbuka untuk Rapat Bahas RUU KUHAP dengan Korban Ketidakadilan Hukum
Koperasi Merah Putih diresmikan Prabowo – Potensi korupsi dan kebocoran anggarannya diperkirakan triliunan rupiah, bisakah dicegah?
Respons Kemlu soal Eks Marinir Satriya Ingin Jadi WNI Lagi
BPOM Bakal Temui Kemenhan Bahas Distribusi Obat TNI ke Koperasi Desa Merah Putih
Tom Lembong Banding, Pengacara Yakin: Tak Ada Kerugian Negara!
Prabowo: Koperasi Desa Pangkas Rantai Pasok, Harga Lebih Murah!

Berita Terkait

Rabu, 23 Juli 2025 - 12:11 WIB

Mengapa DPR Belum Ambil Sikap atas Putusan MK soal Pemisahan Pemilu

Rabu, 23 Juli 2025 - 09:28 WIB

Kejagung Masih Cari Keberadaan Riza Chalid

Rabu, 23 Juli 2025 - 08:04 WIB

Presiden Prabowo Tegaskan Pentingnya Deregulasi dan Belanja Tepat Sasaran

Selasa, 22 Juli 2025 - 13:11 WIB

DPR Klaim Terbuka untuk Rapat Bahas RUU KUHAP dengan Korban Ketidakadilan Hukum

Selasa, 22 Juli 2025 - 12:29 WIB

Koperasi Merah Putih diresmikan Prabowo – Potensi korupsi dan kebocoran anggarannya diperkirakan triliunan rupiah, bisakah dicegah?

Berita Terbaru

Uncategorized

AC Milan Era Pasca Allegri: Transformasi Terbesar dan Dampaknya

Rabu, 23 Jul 2025 - 20:17 WIB

sports

Eks Persib Bersatu! Duo Asing Resmi Gabung Malut United.

Rabu, 23 Jul 2025 - 20:11 WIB

sports

Indonesia vs Thailand U-23: 3 Fakta Krusial Wajib Tahu!

Rabu, 23 Jul 2025 - 19:46 WIB