Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI Perjuangan (PDIP) dengan khidmat menggelar upacara peringatan Hari Lahir Pancasila pada 1 Juni. Acara sakral ini dilangsungkan di halaman Masjid At Taufik, yang berlokasi strategis di depan Sekolah Partai DPP PDIP, Lenteng Agung, pada Minggu, 1 Juni. Ratusan kader PDI Perjuangan memadati lokasi, dipimpin langsung oleh Ketua DPP PDIP, Djarot Saiful Hidayat, yang bertindak sebagai inspektur upacara. Kehadiran massa yang kompak mengenakan seragam Cakra Buana berwarna hitam, kontras dengan para elite partai yang tampil berbalut busana merah, menciptakan pemandangan yang sarat makna dan keseragaman.
Sejumlah tokoh terkemuka turut memeriahkan upacara ini. Terlihat hadir di antaranya Wasekjen DPP PDIP Yoseph Aryo Adhi Dharmo, Wakil Bendahara DPP Yuke Yurike, serta jajaran elite partai seperti Ganjar Pranowo, Rano Karno, Tri Rismaharini, Mindo Sianipar, Ronny Talapessi, Wiryanti Sukamdani, Sri Rahayu, hingga Adian Napitupulu. Selain itu, ratusan pengurus DPC dan PAC PDIP se-DKI Jakarta, serta Satgas PDIP dari wilayah DKI Jakarta dan Kabupaten Bogor turut menjadi bagian dari barisan peserta. Namun, ada dua sosok penting yang absen dari upacara pagi itu. Hingga upacara berakhir, Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri tidak terlihat hadir. Demikian pula Ketua DPP PDIP yang juga menjabat Ketua DPR, Puan Maharani, tidak tampak di lokasi.
Dalam amanatnya yang penuh makna, Djarot Saiful Hidayat menekankan betapa sentralnya bulan Juni bagi perjalanan bangsa dan PDI Perjuangan. Ia menegaskan, “Sekarang kita memasuki bulan Juni, bulan Juni adalah bulan bersejarah bukan hanya bersejarah bagi PDIP tapi bersejarah bagi bangsa Indonesia bahkan bagi dunia.” Bulan ini memang menyimpan jejak sejarah penting, terutama karena merupakan bulan kelahiran dan wafatnya Proklamator sekaligus Presiden pertama Republik Indonesia, Sukarno.
Djarot mengingatkan kembali bahwa 124 tahun yang lalu, tepatnya 6 Juni 1901, sang Bapak Bangsa, Bung Karno, lahir di Surabaya. Beliau kemudian wafat pada 21 Juni 1970. Lebih lanjut, Djarot menegaskan bahwa pemikiran dan perjuangan Bung Karno melampaui batas-batas partai. “Karena kita sadar bahwa Bung Karno itu bukan hanya milik PDIP, Bung Karno adalah milik bangsa Indonesia dan pemikiran-pemikirannya milik dunia,” pungkas Djarot, menggarisbawahi relevansi abadi dari warisan Sang Proklamator bagi kemanusiaan global.