Setelah penantian panjang, Liverpool akhirnya memastikan diri sebagai kampiun Liga Inggris (Premier League) usai menaklukkan Tottenham Hotspur dengan skor meyakinkan 5-1 di Anfield pada Minggu (27/4).
Sebagai salah satu klub raksasa di kancah sepak bola Inggris selama puluhan tahun, Liverpool baru mencicipi manisnya gelar juara Premier League sebanyak dua kali sejak liga tersebut bergulir pada tahun 1992.
Namun, sebuah keunikan matematis terkuak di balik perolehan gelar juara tersebut. Dengan dua trofi yang diraih Liverpool, total gelar juara yang dikumpulkan tujuh tim teratas di Premier League ternyata membentuk pola yang menarik perhatian. Simak rinciannya dalam tabel berikut:
Tim Sepak BolaJumlah Gelar Juara Premier LeagueBlackburn Rovers1Leicester City1Liverpool FC2Arsenal3Chelsea5Manchester City8Manchester United13
Sekilas, tabel di atas tampak hanya menjabarkan jumlah total gelar juara Premier League yang berhasil diraih masing-masing tim. Namun, bagi para penggemar matematika, pola ini seharusnya membangkitkan rasa ingin tahu karena menggambarkan deret Fibonacci, sebuah urutan angka yang kerap muncul di tempat-tempat tak terduga.
Dalam ranah matematika, konsep deret Fibonacci cukup sederhana. Setiap angka dalam deret ini merupakan hasil penjumlahan dari dua angka sebelumnya. Contohnya: 0+1 = 1, 1+1 = 2, 1+2 = 3, 2+3 = 5, 3+5 = 8, 5+8 = 13, 8+13 = 21, dan seterusnya hingga tak terbatas.
Deret Fibonacci menyimpan daya tarik tersendiri bagi para matematikawan karena kemunculannya yang sering kali bersifat kebetulan di berbagai bidang yang tampaknya tidak saling berhubungan. Urutan ini pertama kali diteliti oleh seorang cendekiawan India pada Abad Pertengahan yang berupaya menemukan pola dalam puisi Sansekerta. Kemudian, matematikawan Italia bernama Leonardo Bonacci, yang lebih dikenal dengan sebutan Fibonacci, memperhatikannya saat mempelajari pola perkembangbiakan kelinci.
“Asumsi umum mengenai reproduksi adalah setiap pasangan kelinci akan menghasilkan sepasang kelinci baru setiap bulan. Jika dimulai dengan sepasang kelinci, populasi berikutnya akan mengikuti urutan 1, 2, 4, 8, 16, 32, 64, 128, 256, dan seterusnya – yaitu, dikalikan dengan ‘rasio pertumbuhan’ bulanan sebesar 2,” jelas Manil Suri, Profesor Matematika dan Statistik di University of Maryland, Baltimore County, AS, seperti yang dikutip dari The Conversation.
“Namun, Fibonacci mengamati bahwa kelinci membutuhkan siklus pertama untuk mencapai kematangan seksual dan baru mulai bereproduksi setelah itu. Pasangan kelinci sekarang menghasilkan perkembangan yang lebih lambat, yaitu 1, 1, 2, 3, 5, 8, 13, 21, 34. Ini adalah urutan terkenal yang dinamai Fibonacci; perhatikan bahwa setiap populasi ternyata merupakan jumlah dari dua populasi sebelumnya.”
Deret ini juga dapat ditemukan di berbagai tempat lain, misalnya, pada percabangan pohon dan pola spiral pada sayuran seperti kembang kol, meskipun jarang ada yang mengikuti aturan ini dengan sempurna.
Lantas, mengapa deret Fibonacci bisa muncul di Premier League?
Jika Anda beranggapan bahwa hal ini merupakan hasil dari pengaturan yang disengaja oleh pihak Premier League, tuduhan tersebut tentu memerlukan bukti yang kuat. Alih-alih diatur, lebih masuk akal jika kita menganggap bahwa kemunculan angka-angka ini hanyalah sebuah kebetulan yang kemudian menarik perhatian kita yang selalu mencari pola.
Terlebih lagi, jika salah satu tim papan atas berhasil menjuarai Premier League pada tahun depan, deret Fibonacci ini akan buyar. Kita mungkin harus menunggu cukup lama hingga deret Fibonacci berikutnya kembali muncul.