Ketua Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, melontarkan tudingan serius terkait dugaan penyalahgunaan alokasi kuota ibadah haji tahun 2024. Ia menyebut bahwa tidak hanya istri dan anak pejabat di Kementerian Agama (Kemenag), tetapi juga para pembantu dan tukang pijat keluarga pejabat tersebut diduga turut mendapatkan jatah keberangkatan haji.
Pernyataan ini disampaikan Boyamin setelah menyerahkan sejumlah data pembanding kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu, 20 Agustus 2025. Data yang diserahkan berkaitan dengan penerapan kuota tambahan haji tahun 2023, namun tudingan penyalahgunaan ini secara khusus mengemuka untuk penyelenggaraan haji 2024. Boyamin mengklaim memiliki bukti berupa foto-foto yang memperlihatkan keberangkatan istri-istri pejabat yang diduga menerima gratifikasi terkait kuota haji.
Meskipun Boyamin memperkirakan jumlah pembantu dan tukang pijat yang mendapatkan jatah haji hanya sekitar 5 hingga 10 orang, ia menegaskan bahwa praktik ini menambah keruwetan dalam pengelolaan ibadah haji tahun 2024. Dugaan ini juga memicu pertanyaan besar mengenai transparansi dan keadilan dalam distribusi kuota haji nasional.
Lebih lanjut, MAKI menghitung adanya potensi kerugian negara yang signifikan akibat dugaan jual beli kuota haji 2024 ini, ditaksir mencapai angka Rp1 triliun. Boyamin merinci perhitungan tersebut: rata-rata biaya per orang diperkirakan 5.000 dolar AS. Jika dikalikan dengan 10.000 orang, potensi kerugian mencapai sekitar Rp750 miliar. Angka ini bahkan bisa menyentuh Rp691 miliar jika mempertimbangkan alokasi untuk petugas. Selain itu, terungkap pula dugaan pungutan liar (pungli) seperti 2 Riyal per jemaah untuk katering dan 3 Riyal per jemaah untuk penginapan, yang secara kumulatif berkontribusi pada total estimasi kerugian negara sebesar Rp1 triliun tersebut.