Menggeser Taylor Swift, Ini Kisah Lucy Guo: Miliarder Otodidak dengan Harta Triliunan Rupiah dari Saham AI
Lucy Guo, nama yang mungkin belum akrab di telinga banyak orang, kini menjadi sorotan tajam setelah berhasil menggeser posisi penyanyi global Taylor Swift dalam daftar prestisius “America’s Richest Self-Made Women 2025” versi Forbes. Dengan kekayaan mencapai 1,3 miliar dolar Amerika Serikat atau sekitar Rp 21,15 triliun, miliarder berusia 30 tahun ini memiliki perjalanan hidup dan latar belakang pendidikan yang sungguh unik dan inspiratif.
Perjalanan Lucy Guo menuju puncak kekayaan tidaklah biasa, dimulai dari masa kecilnya di Amerika Serikat. Lahir pada 14 Oktober 1994 dari orang tua imigran China, Lucy tumbuh besar di wilayah Teluk San Francisco. Sejak di bangku sekolah menengah, ia sudah menunjukkan bakatnya dalam dunia teknologi dengan mulai belajar *coding*. Pada tahun 2012, Lucy melanjutkan pendidikannya di Universitas Carnegie Mellon, sebuah universitas riset swasta terkemuka di Pittsburgh, dengan mengambil jurusan ilmu komputer dan interaksi manusia-komputer. Universitas Carnegie Mellon sendiri dikenal sebagai gabungan dari Sekolah Teknik Carnegie (berdiri sejak 1900) dan Institut Riset Industri Mellon (1913), yang sangat berfokus pada teknologi dan permesinan. Selama masa perkuliahannya, Lucy juga sempat magang sebagai *software engineering* di perusahaan besar seperti Endless Mobile dan bahkan Facebook.
Namun, di tengah kesuksesan akademik dan pengalaman magang yang menjanjikan, Lucy membuat keputusan berani. Pada tahun 2014, ia memilih putus kuliah alias *dropout* sebelum meraih gelar sarjana. Pilihan radikal inilah yang membawanya pada Beasiswa Thiel Fellowship, sebuah program bergengsi yang disponsori oleh investor miliarder Peter Thiel. Program ini didesain khusus untuk membiayai mahasiswa usia kuliah yang memiliki jiwa wirausaha untuk mendirikan perusahaan. Dengan dana sebesar 200.000 dolar AS (setara Rp 3,2 triliun) dan dukungan jaringan pendiri, investor, serta ilmuwan dari Thiel Foundation, Lucy mendapatkan landasan kuat untuk merealisasikan ambisi kewirausahaannya.
Setelah Thiel Fellowship, pada tahun 2015 Lucy sempat bekerja sebagai desainer produk di Quora, di mana ia bertemu dengan Alexandr Wang. Pengalaman ini diikuti dengan masa singkatnya sebagai *product designer* di Snapchat. Puncak kolaborasi Lucy dan Alexandr Wang terwujud pada tahun 2016, ketika mereka bersama-sama mendirikan Scale AI, sebuah perusahaan kecerdasan buatan yang berkembang pesat. Keberhasilan mereka diakui secara internasional, dan dua tahun kemudian, pada tahun 2018, keduanya dinobatkan dalam daftar “Under 30” Forbes. Sayangnya, di tahun yang sama, Lucy dan Alexandr mengalami perbedaan visi tentang cara menjalankan perusahaan, yang berujung pada keputusan Alexandr untuk memecat Lucy. Meskipun demikian, Lucy menunjukkan kecerdikannya dengan mempertahankan 5 persen sahamnya di Scale AI, yang kini diperkirakan bernilai sekitar 1,2 miliar dolar AS dan menjadi pilar utama kekayaannya.
Kini, semangat kewirausahaan Lucy terus berkobar melalui perusahaan terbarunya, Passes. Platform ini dirancang untuk memungkinkan kreator dan selebritas terhubung secara lebih pribadi dengan penggemar mereka, menyediakan layanan obrolan dan video daring berbayar. Konsep Passes sendiri memiliki kemiripan dengan platform populer seperti Patreon dan OnlyFans, menunjukkan bagaimana Lucy terus berinovasi dan memanfaatkan tren digital untuk menciptakan nilai ekonomi. Kisah Lucy Guo adalah bukti nyata bahwa kesuksesan bisa dicapai melalui jalur yang tidak konvensional, didorong oleh visi, keberanian, dan kecerdasan dalam mengambil keputusan strategis.