JAKARTA – PT Bursa Efek Indonesia (BEI) menargetkan implementasi penuh sistem penyedia likuiditas atau Liquidity Provider saham dapat terlaksana pada kuartal III tahun 2025. Optimisme ini muncul seiring dengan kemajuan proses perizinan yang sedang dijalani oleh sejumlah anggota bursa (AB) yang berminat.
Direktur Pengembangan Bursa Efek Indonesia, Jeffrey Hendrik, mengungkapkan bahwa saat ini sudah ada 13 anggota bursa yang menyatakan minatnya untuk menjadi Liquidity Provider saham. Rinciannya, delapan di antaranya merupakan anggota bursa domestik, sementara lima lainnya berasal dari luar negeri. Dari jumlah tersebut, dua anggota bursa bahkan telah mendapatkan persetujuan prinsip untuk mengembangkan sistem mereka. “Diharapkan kuartal tiga ini sudah bisa terlaksana,” jelas Jeffrey dalam sebuah sesi edukasi daring dengan wartawan pada Kamis (12/6), menunjukkan progres yang signifikan.
Langkah strategis BEI ini tidak terlepas dari diberlakukannya dua peraturan penting mengenai Liquidity Provider saham pada 8 Mei 2025. Regulasi tersebut adalah Peraturan Nomor II-Q tentang Kegiatan Liquidity Provider di bursa, serta Peraturan Nomor III-Q yang secara spesifik mengatur persyaratan dan prosedur permohonan pengajuan sebagai Liquidity Provider saham di BEI. Aturan ini menjadi fondasi hukum yang kuat untuk mendukung peran vital penyedia likuiditas di pasar.
Untuk dapat beroperasi sebagai Liquidity Provider saham, anggota bursa wajib memenuhi sejumlah persyaratan ketat. Di antaranya, status Anggota Bursa tidak sedang dalam keadaan suspensi dan wajib memiliki minimum Modal Kerja Bersih Disesuaikan (MKBD) senilai Rp 100 miliar. Selain itu, setiap Anggota Bursa juga diwajibkan memiliki *Standard Operating Procedure* (SOP) kebijakan internal serta sistem yang memadai untuk penyampaian kuotasi Liquidity Provider saham. Ketentuan ini dirancang untuk memastikan kinerja dan stabilitas para penyedia likuiditas dalam meningkatkan efisiensi pasar saham Indonesia.