Surat Edaran Kemnaker Soal Larangan Diskriminasi Usia dalam Rekrutmen: Solusi Efektif atau Sekadar Himbauan?
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) baru-baru ini menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor M/6/HK.04/V/2025 tentang Larangan Diskriminasi dalam Proses Rekrutmen Tenaga Kerja. Kebijakan ini bertujuan untuk menciptakan dunia kerja yang lebih adil dan inklusif, di mana setiap warga negara memiliki kesempatan yang sama tanpa memandang fisik, status pernikahan, warna kulit, disabilitas, atau usia. Namun, efektivitas surat edaran ini dalam mengatasi diskriminasi usia menjadi sorotan dan perdebatan di kalangan pengamat dan pelaku industri.
Pakar isu perburuhan, Andriko Otang, menilai surat edaran ini lemah dan hanya bersifat imbauan yang tidak mengikat. Ia berpendapat bahwa penerbitan SE ini lebih sebagai respons terhadap maraknya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan kekhawatiran pemerintah akan kesulitan tenaga kerja usia 30-45 tahun untuk kembali terserap pasar kerja. “Bisa jadi tidak dipatuhi juga sama dunia usaha di sektor industri,” ujarnya.
Berbeda dengan Andriko, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Kamdani, mengklaim bahwa dunia usaha akan selalu berusaha mematuhi kebijakan pemerintah, asalkan implementasinya jelas dan disertai pedoman teknis yang aplikatif. Menurutnya, pembatasan usia dalam rekrutmen selama ini bukan bermaksud diskriminatif, melainkan untuk memudahkan penyortiran lamaran.
Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Immanuel Ebenezer, mengakui bahwa penerbitan surat edaran ini dilatarbelakangi oleh mendesaknya masalah penyerapan tenaga kerja dan tingginya angka pengangguran. Ia menjelaskan bahwa pemerintah sebenarnya ingin menerbitkan aturan yang lebih kuat, seperti peraturan menteri, namun terkendala proses harmonisasi dengan regulasi lain. “Kita enggak mau lama-lama. Kita mau cepat, ya kan. Makanya SE dulu kita keluarkan, kemudian baru peraturan menterinya,” jelasnya.
Leonardo Olefins Hamonangan, penggugat aturan pembatasan usia di Mahkamah Konstitusi, berpendapat bahwa pemerintah perlu menerbitkan aturan setingkat peraturan pemerintah, peraturan menteri, atau revisi undang-undang ketenagakerjaan agar lebih mengikat dan memberikan sanksi bagi perusahaan yang melakukan praktik diskriminasi usia (ageism).
Urgensi di Balik Surat Edaran dan Tantangan Implementasi
Menurut Wamenaker Immanuel Ebenezer, surat edaran ini diterbitkan karena angka pengangguran yang mencapai 7,2 juta orang dan angka kemiskinan sebesar 24 juta orang. Ia mengklaim bahwa kementerian menyiapkan surat edaran ini hanya dalam waktu tiga hari.
Mengenai sektor penyerapan tenaga kerja usia lanjut, Nuel menyebut bahwa “semua sektor” siap dan menekankan pentingnya tidak membatasi sektor untuk menghindari kesan parsial. Ia juga menyatakan bahwa pekerja usia lanjut dapat dipersiapkan dengan mengikuti pelatihan di pusat-pusat pelatihan kerja (BLK).
Namun, Andriko Otang meragukan efektivitas surat edaran ini dalam menghilangkan diskriminasi usia. Ia berpendapat bahwa surat edaran hanya bersifat himbauan yang boleh dipatuhi atau tidak. Menurutnya, efektivitas regulasi ini akan sangat bergantung pada kebutuhan dan karakteristik masing-masing industri. Sebagai contoh, sektor makanan dan minuman seringkali mencantumkan kriteria usia di bawah 30 tahun atau penampilan tertentu.
Andriko juga menyoroti bahwa terbitnya surat edaran ini merupakan cara pemerintah untuk menghadapi gelombang PHK. Ia khawatir tenaga kerja usia 30-45 tahun akan kesulitan terserap pasar kerja karena adanya preferensi dunia usaha untuk merekrut tenaga kerja usia muda yang dianggap lebih produktif.
Respon Pengusaha dan Harapan akan Panduan yang Jelas
Ketua Apindo, Shinta Kamdani, menyatakan kesediaan pihaknya untuk mematuhi aturan pemerintah, asalkan ada panduan yang tepat. Ia menekankan bahwa pembatasan usia masih diperbolehkan dalam kondisi tertentu dan meminta pemerintah memberikan batasan yang jelas. “Yang dibutuhkan sekarang adalah sosialisasi yang masif dan dialog teknis yang terbuka, agar pelaku usaha dapat memahami secara tepat apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan,” ujarnya.
Shinta juga menjelaskan bahwa syarat usia bukan digunakan untuk mendiskriminasi, melainkan sebagai mekanisme penyaringan awal dalam konteks jumlah pelamar yang sangat besar. Penyesuaian usia juga seringkali terkait dengan karakteristik teknis dan beban kerja suatu posisi.
Langkah-Langkah Agar Pekerja Usia Lanjut Terserap Industri
Andriko Otang memberikan sejumlah rekomendasi agar pekerja usia lanjut dapat terserap di pasar tenaga kerja:
1. Membenahi program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP): Program ini seharusnya tidak mengecualikan kelompok orang yang mengundurkan diri atau kehilangan pekerjaan karena kontraknya habis, agar mereka dapat mengakses pelatihan keterampilan.
2. Menambah jumlah Balai Latihan Kerja (BLK): Jumlah BLK yang tersedia saat ini masih kurang.
3. Meningkatkan kesesuaian materi pelatihan dengan kebutuhan industri: Pelatihan yang diberikan harus relevan dengan kebutuhan pasar kerja.
Dengan langkah-langkah yang tepat, diharapkan pekerja usia lanjut dapat memiliki kesempatan yang sama untuk berkontribusi di dunia kerja dan meningkatkan kesejahteraan mereka. Surat edaran ini menjadi langkah awal, namun implementasi yang efektif dan aturan yang lebih kuat tetap diperlukan untuk mengatasi diskriminasi usia dalam rekrutmen tenaga kerja.