Kunjungan Kontroversial Macron ke Borobudur: Sentuh Arca Buddha, Picu Kritik Soal Pelestarian
Jakarta – Kunjungan Presiden Prancis Emmanuel Macron ke Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, pada Kamis, 29 Mei 2025, bersama Ibu Negara Brigitte Macron, menjadi sorotan. Bukan hanya karena statusnya sebagai kepala negara, tetapi juga karena aksinya menyentuh arca Buddha di dalam stupa, sebuah tindakan yang menuai kritik terkait pelestarian warisan budaya.
Aksi Macron menyentuh arca Buddha yang dikenal sebagai Kunto Bimo memicu perdebatan. Kunto Bimo, stupa yang menyimpan arca di dalamnya, memang dikenal dengan mitos yang berkembang di masyarakat. Konon, menyentuh jari arca di dalam stupa ini dapat mengabulkan keinginan. Namun, popularitas mitos ini justru menjadi tantangan serius bagi pelestarian Candi Borobudur. Video dari akun Instagram Warisan Dunia Borobudur @konservasiborobudur pada tahun 2022 lalu telah mengingatkan akan dampak negatif dari praktik ini.
Sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO sejak 1991, Candi Borobudur memiliki 73 stupa yang menghiasi teras hingga puncaknya. Stupa, dalam agama Buddha, melambangkan mangkuk terbalik dengan bagian atas berbentuk persegi empat atau segi delapan (harmika) dan tongkat. Stupa terbesar, yang terletak di puncak candi, memiliki ukuran 9,9 meter dan tinggi 7 meter. Video dari @konservasiborobudur menekankan bahwa stupa berlubang berbentuk belah ketupat adalah objek pemujaan dan simbol religius bagi umat Buddha. Menghormati kesucian stupa ini menjadi krusial dalam menjaga kelestarian Borobudur.
Kritik terhadap aksi Macron juga datang dari Young Buddhist Association of Indonesia. Melalui unggahan di akun Instagram mereka, terlihat foto Macron memasukkan tangan ke dalam stupa. Mereka menekankan bahwa pemandu wisata di Borobudur, yang berada di bawah naungan InJourney, selama ini berperan penting dalam mengedukasi wisatawan untuk menghormati situs suci tersebut. “Para wisatawan dan pengunjung semua mematuhi hal ini dalam wujud rasa cinta dan peduli akan Candi Borobudur guna bisa lestari hingga dapat diwariskan kepada anak cucu kita,” tulis mereka.
Billy Lukito Joeswanto, Ketua Dewan Pembina Young Buddhist Association of Indonesia, menyayangkan insiden tersebut. Menurutnya, peraturan yang berlaku di Candi Borobudur seharusnya diterapkan tanpa pandang bulu. “Harusnya dijaga, peraturan tetap peraturan, jangan sampai tebang pilih. Para warga nanti merasa, lho, segelintir orang boleh, kami rakyat kecil enggak boleh,” ujarnya kepada *Tempo* melalui pesan tertulis pada Jumat, 30 Mei 2025. Kejadian ini memicu pertanyaan tentang konsistensi penerapan aturan di situs warisan dunia dan pentingnya menjaga kesakralan Borobudur bagi umat Buddha dan kelestarian budaya Indonesia.