Mantan Mendikbudristek Nadiem Makarim Buka Suara Terkait Dugaan Korupsi Chromebook, Tegaskan Komitmen Kooperatif dengan Kejagung
Jakarta – Mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim, akhirnya angkat bicara mengenai kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook yang tengah disidik oleh Kejaksaan Agung (Kejagung). Didampingi pengacara kondang Hotman Paris Hutapea, Nadiem menyampaikan posisinya dan menegaskan dukungan penuh terhadap proses hukum yang adil dan transparan.
Kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook di lingkungan Kemendikbudristek periode 2019-2023 ini ditaksir menelan anggaran fantastis, mencapai Rp 9,9 triliun. Sejak dinaikkan ke tahap penyidikan pada 20 Mei 2025, Kejagung telah memeriksa 28 saksi, termasuk staf khusus Nadiem yang diduga terlibat dalam proyek tersebut. Guna mempercepat proses, penyidik juga melakukan penggeledahan di apartemen saksi FH, JT, dan IA pada 21 dan 23 Mei 2025, menyusul ketidakhadiran mereka dalam panggilan pemeriksaan sebanyak dua kali.
Dalam konferensi pers yang digelar di Ruang Nusantara Foyer, The Dharmawangsa, Selasa (10/6/2025), Nadiem menyatakan komitmennya. “Saya menghormati dan mendukung sepenuhnya proses hukum yang sedang berlangsung. Penegakan hukum yang adil dan transparan adalah fondasi negara yang demokratis,” ungkap mantan CEO Gojek ini, seperti dikutip dari *Kompas.com*. Ia juga menegaskan kesiapan untuk bekerja sama dan bersikap kooperatif dalam upaya menjernihkan kasus ini.
Ada enam fakta penting yang menjadi klarifikasi Nadiem Makarim terkait pengadaan laptop Chromebook:
Pengadaan Laptop sebagai Mitigasi Krisis Pendidikan di Masa Pandemi
Nadiem menjelaskan bahwa program pengadaan laptop ini esensial sebagai langkah mitigasi krisis pendidikan yang melanda selama pandemi Covid-19 pada tahun 2020. Saat itu, sekolah-sekolah diliburkan dan bahkan ujian nasional pun dibatalkan. “Krisis pandemi Covid-19 bukan hanya krisis kesehatan, tapi juga jadi krisis pendidikan. Kemendikbudristek harus melakukan mitigasi dengan secepat dan seefektif mungkin agar hilangnya pembelajaran bisa kita tekan,” ujarnya. Dengan penyediaan perangkat teknologi informasi dan komunikasi (TIK) termasuk laptop, Kemendikbudristek berupaya memastikan kegiatan belajar mengajar (KBM) tetap berjalan, meskipun secara jarak jauh.
Jutaan Laptop Disalurkan ke Puluhan Ribu Sekolah Seluruh Indonesia
Dalam penjelasannya, Nadiem merinci bahwa pemerintah telah mendistribusikan sekitar 1,1 juta unit laptop, lengkap dengan modem 3G dan proyektor, kepada lebih dari 77.000 sekolah di seluruh Indonesia. Keberhasilan program ini terlihat dari data hingga tahun 2023, di mana 97 persen laptop yang disalurkan tersebut terbukti aktif dan teregistrasi. Selain menunjang KBM siswa, pengadaan perangkat elektronik ini juga turut meningkatkan kompetensi guru dan mendukung pelaksanaan Asesmen Nasional Berbasis Komputer (ANBK). Anggaran pengadaan Chromebook ini tidak hanya berasal dari APBN, melainkan juga dari Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik.
Pengawasan Berkala dan Audit Pengadaan Chromebook oleh Kemendikbudristek
Kemendikbudristek secara berkala melakukan sensus untuk memantau penggunaan laptop. “Di tahun 2023 sekitar 82 persen daripada sekolah menjawab mereka menggunakannya untuk proses pembelajaran, bukan hanya untuk asesmen nasional dan administrasi sekolah,” terang Nadiem, dikutip dari *Kompas.com*. Selain itu, Kementerian juga melaksanakan audit terhadap pengadaan laptop dengan pendampingan Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) dari Kejagung. Pengacara Nadiem, Hotman Paris Hutapea, menambahkan bahwa hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menunjukkan 90 persen laptop telah didistribusikan dan digunakan dengan baik. “Ada semua sudah 99 persen. Ini hasil Audit dari BPKP dan pada saat pengadaan barang tersebut Kementerian didampingi oleh Jamdatun dari Kejaksaan (Agung), khusus sebagai pengacara negara,” jelas Hotman.
Keterlibatan Jamdatun dalam Pengawasan Proses Lelang yang Terbuka
Nadiem menegaskan bahwa keterlibatan Jamdatun bertujuan untuk mengawasi proses pengadaan fasilitas pendidikan berskala besar ini. Ia memastikan tidak ada praktik monopoli dalam pengadaan Chromebook, lantaran proses lelang dilakukan secara terbuka, di mana setiap vendor bebas mengajukan usulan. Lembaga Kebijakan Barang Jasa/Jasa Pemerintah (LKPP) turut melakukan pengawasan sejak awal pelelangan. Melalui e-katalog, pemerintah memilih spesifikasi yang paling sesuai dengan kebutuhan KBM dari beragam pilihan laptop yang tersedia. Hotman menambahkan, “Jadi di e-katalog itu ada begitu banyak jenis laptop. Dan dengan spesifikasinya, nanti dipilih salah satu. Jadi benar-benar *open*, terbuka.” Menariknya, harga final yang dibeli oleh Kemendikbudristek sekitar Rp 5 jutaan, lebih rendah dari harga di e-katalog menurut BPKP yang berkisar Rp 6-7 juta.
Kejagung Membenarkan Rekomendasi Penggunaan Laptop Sistem Operasi Windows
Di sisi lain, Kejagung membenarkan bahwa Jamdatun sempat mengusulkan agar Kemendikbudristek menggunakan sistem operasi Windows dalam pengadaan laptop. “Sejak awal, kita sudah sampaikan bahwa terkait dengan kasus posisi pengadaan Chromebook, ini kan dari tim teknis di awal merekomendasikan supaya ini lebih kepada pemanfaatan sistem Windows,” terang Harli. Namun, Jamdatun mengklaim bahwa usulan tersebut bersifat tidak mengikat karena tugasnya hanya mendampingi untuk memberikan pendapat hukum. Rekomendasi Jamdatun, lanjutnya, bisa diikuti atau tidak, tergantung pada lembaga pemohon pendampingan.
Kejagung Fokus pada Fakta Hukum dan Tidak Ingin Berpolemik
Menanggapi klarifikasi Nadiem Makarim, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, menyatakan pihaknya tidak ingin menanggapi dengan pernyataan lain yang bisa memicu polemik atau “saling sahut-sahutan.” “Kita kan masih berproses, penyidikan ini masih berproses, masih di awal. Kami tidak mau, apa namanya, saling sahut-sahutan,” ujar Harli, dikutip dari *Kompas.com*, Rabu (11/6/2025). Harli menghormati keputusan Nadiem untuk memberikan klarifikasi, namun ia menegaskan bahwa dasar penyidik dalam melanjutkan proses investigasi adalah keterangan para saksi dan bukti-bukti yang ditemukan. “Tapi, kita juga tidak boleh berpolemik. Bahwa, yang menjadi dasar dari penilaian penyidik dalam proses penyidikan ini adalah keterangan-keterangan yang disampaikan oleh para saksi, kemudian bukti-bukti yang diperoleh selama proses penyidikan ini,” paparnya. Kejagung berkomitmen untuk memusatkan perhatian pada fakta-fakta hukum yang ditemukan dan tidak akan berkomentar mengenai isu-isu yang berkembang di masyarakat.
(Sumber: Kompas.com/Irfan Kamil, Shela Octavia | Editor: Robertus Belarminus, Dani Prabowo, Jessi Carina)