Ragamutama.com – , Jakarta – Ketua Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Habiburokhman menyatakan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) berpotensi batal disahkan jika penolakan RUU tersebut terus berlanjut.
“Belajar dari kegagalan pembentukan KUHAP 2012 yang baru bisa berjalan lagi 2024, saya perkirakan kita akan menunggu 12 tahun lagi untuk mengganti KUHAP 1981,” ujar politikus Partai Gerindra itu melalui keterangan pers pada Rabu, 16 Juli 2025.
Habiburokhman mengklaim pasal-pasal dalam naskah RUU KUHAP yang telah dibahas di Komisi III bersama pemerintah merupakan hasil penyerapan aspirasi masyarakat. Proses pembahasannya pun telah dilaksanakan secara terbuka dan disiarkan secara langsung melalui kanal media milik DPR RI.
Namun dia menyatakan mustahil naskah RUU itu dapat merepresentasikan aspirasi dari seluruh golongan, sebab aspirasi masyarakat tidak sepenuhnya sama satu sama lain. Dia pun menyayangkan adanya kelompok-kelompok yang menolak RUU itu. “Banyak sekali masyarakat yang menyambut gembira poin-poin yang telah disepakati, namun demikian masih ada juga yang tetap membabi buta mengecam DPR,” ujarnya
Panitia Kerja Komisi Hukum DPR bersama pemerintah telah selesai membahas Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU KUHAP pada 10 Juli 2025. Pembahasan itu berlangsung selama dua hari. Sejumlah pihak menyoroti proses pembahasan RUU itu yang dinilai sangat singkat, padahal, jumlah DIM yang dibahas 1.676 pada batang tubuh RUU itu.
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaharuan KUHAP mengkritik proses pembentukan dan pembahasan KUHAP yang dilakukan DPR dan pemerintah. Mereka menilai proses tersebut minim partisipasi bermakna dari masyarakat. Koalisi juga berpendapat DIM RUU KUHAP yang selesai dibahas DPR dan pemerintah itu masih memuat pasal-pasal bermasalah. Beberapa ketentuan yang menjadi sorotan mereka di antaranya yakni tentang mekanisme upaya paksa, judicial scrutiny, penguatan peran advokat dalam proses hukum, serta penerapan keadilan restorasi yang bermasalah.
Pilihan Editor: Polemik Sita Aset Marcella Santoso yang Melebihi Nilai Korupsinya