MALANG, RAGAMUTAMA.COM – Salsa Hafidz Firmansyah (22), seorang atlet binaraga kebanggaan Kabupaten Malang, mengungkapkan bahwa dirinya telah mengonsumsi ayam *tiren* selama kurang lebih satu bulan.
Pengakuan ini muncul karena keterbatasan dana yang ia hadapi untuk membeli daging ayam segar. Sementara itu, Salsa harus segera memulai program latihan intensif guna mempersiapkan diri menghadapi gelaran Porprov Jatim IX 2025, yang dijadwalkan pada bulan Juni mendatang.
Kondisi ini diperparah dengan belum terealisasinya anggaran dari Pemerintah Kabupaten Malang sejak sebulan terakhir, serta tidak adanya sokongan dana dari sumber lain.
“Akhirnya, sebagai solusi, kami memutuskan untuk membeli ayam *tiren* demi memenuhi kebutuhan protein,” tuturnya melalui percakapan telepon pada Rabu (7/5/2025).
Atlet dengan tinggi badan 180 sentimeter dan berat badan 88 kilogram ini menyatakan bahwa ia mampu mengonsumsi sekitar 1,5 hingga 2 kilogram dada ayam setiap harinya.
Dari total 12 atlet binaraga yang tergabung dalam PBFI Kabupaten Malang dan akan berpartisipasi dalam Porprov Jatim IX 2025, sebanyak 7 di antaranya dilaporkan mengonsumsi ayam *tiren* secara rutin sejak sebulan lalu.
“Kami membelinya dalam jumlah besar. Namun, dari sekian banyak ayam *tiren* tersebut, kami melakukan penyortiran ketat untuk memilih yang benar-benar masih layak dikonsumsi,” jelas atlet asal Kecamatan Lawang ini.
Lebih lanjut, Salsa menjelaskan bahwa mereka memisahkan bagian dada ayam, kemudian merebus, memanggang, dan menghaluskannya.
“Dari segi rasa, tidak ada perbedaan yang signifikan. Hanya saja, warna daging ayam *tiren* cenderung lebih merah dibandingkan dengan ayam yang disembelih secara normal,” imbuhnya.
Peraih medali emas dalam ajang Porprov Jatim 2023 ini mengakui bahwa mengonsumsi ayam *tiren* melanggar aturan agama dan bertentangan dengan rekomendasi medis. Namun, ia merasa tidak memiliki pilihan lain karena keterbatasan anggaran.
Konsumsi protein, di sisi lain, merupakan kebutuhan mutlak bagi atlet binaraga yang akan berkompetisi, guna mendukung pertumbuhan dan perkembangan otot tubuh mereka.
“Jika asupan protein kami kurang, otot akan menjadi lemas dan kehilangan massa,” terangnya.
Ikbal Dwi Ramadan (21), seorang calon atlet lain yang juga akan berlaga di Porprov Jatim IX 2025, menyampaikan keluhan serupa.
Warga Kecamatan Lawang ini bahkan mengaku telah mengonsumsi ayam *tiren* selama tiga bulan terakhir demi memenuhi kebutuhan protein hewani tubuhnya.
Langkah ini terpaksa diambil karena minimnya dana untuk membeli daging ayam segar.
“Untuk memastikan kebutuhan protein kami tetap terpenuhi, namun dengan biaya yang lebih ekonomis, kami beralih mengonsumsi ayam *tiren*,” jelasnya.
Atlet binaraga kelas 60 ini mengungkapkan bahwa sejak memulai program peningkatan stamina tubuh tiga bulan lalu, belum ada anggaran yang terealisasi dari Pemerintah Kabupaten Malang, dan tidak ada pula bantuan dari pihak lain.
“Dana baru cair pada hari Senin (5/5/2025) kemarin, sebesar Rp 1 juta,” ungkapnya.
Berdasarkan pengalamannya, total anggaran dari Pemerintah Kabupaten Malang yang diterima selama enam bulan biasanya hanya mencapai Rp 3 juta.
“Pencairannya dilakukan secara bertahap. Namun, jika diakumulasikan, anggaran yang diberikan kepada kami (atlet) totalnya hanya Rp 3 juta dalam jangka waktu 6 bulan,” bebernya.
Anggaran sebesar itu, menurut atlet dengan tinggi badan 155 sentimeter ini, tentu saja tidak mencukupi untuk membiayai program pemenuhan gizi menjelang ajang laga seperti Porprov Jatim IX 2025.
“Tidak cukup,” pungkasnya.
Pencairan anggaran terhambat
Plh Sekretaris Daerah Kabupaten Malang, Nurman Ramdasyah, menjelaskan bahwa fenomena atlet yang mengonsumsi ayam *tiren* tersebut dipicu oleh kendala komunikasi di internal Pengcab.
“Menurut saya, masalah utamanya adalah komunikasi yang kurang lancar antara pengurus cabang. Intinya seperti itu,” terangnya.
Oleh karena itu, pihaknya berharap agar Pengcab dapat meningkatkan kualitas komunikasi.
“Sehingga para atlet mungkin merasa sedikit kecewa. Karena kebutuhan gizi mereka sangat besar. Setiap takaran makanan harus diperhitungkan dengan cermat. Jadi, tidak bisa disamakan dengan cabang olahraga lain,” ujarnya.
“Oleh karena itu, saya sudah meminta ketua pengurus cabangnya untuk lebih intensif dan lebih mengawasi lagi,” imbuhnya.
Namun, Nurman tidak membantah bahwa pencairan anggaran untuk KONI Kabupaten Malang mengalami keterlambatan akibat proses pencairan yang cukup panjang.
“Ya, memang anggaran kita sedikit terlambat. Tapi, sebetulnya, proses pencairan anggaran pemerintah tidak bisa dilakukan dengan cepat. Harus ada proses, sehingga sedikit terlambat,” terangnya.
“Tapi, *alhamdulillah*, hari ini semuanya sudah bisa dicairkan, termasuk untuk binaraga. Kebutuhan mereka sudah bisa kita penuhi,” tambahnya.
