Ragamutama.com JAKARTA. Awal tahun 2025 tampaknya belum menjadi momentum kebangkitan bagi emiten BUMN Karya. Laporan kinerja kuartal I-2025 menunjukkan bahwa secara kolektif, performa perusahaan-perusahaan BUMN Karya mengalami penurunan.
Ambil contoh PT Adhi Karya Tbk (ADHI) dan PT PP Tbk (PTPP). Kedua perusahaan ini mencatatkan penurunan baik dari sisi pendapatan maupun perolehan laba bersih selama kuartal pertama tahun 2025.
ADHI melaporkan pendapatan usaha sebesar Rp 1,68 triliun untuk kuartal I 2025. Angka ini menunjukkan penurunan sebesar 36,09% secara tahunan atau year on year (YoY) dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, yang mencapai Rp 2,63 triliun.
Akibatnya, laba bersih ADHI mengalami penurunan signifikan, sebesar 96,88%, menjadi hanya Rp 316,59 juta pada kuartal I 2025.
Senada dengan ADHI, PTPP juga mencatatkan penurunan. Pendapatan usaha PTPP tercatat sebesar Rp 3,50 triliun pada kuartal I-2025, yang lebih rendah 23,93% YoY dibandingkan dengan Rp 4,61 triliun per 31 Maret 2024.
Penurunan pendapatan ini berdampak pada penurunan laba bersih PTPP sebesar 37,22% YoY, menjadi Rp 59,38 miliar pada periode Januari-Maret 2025.
Corporate Secretary PTPP Joko Raharjo menyampaikan bahwa, dalam upaya mencapai target tahun 2025, perseroan akan memfokuskan diri pada core business konstruksi. Hingga akhir Maret, PTPP telah mengantongi nilai kontrak baru sebesar Rp 6,275 triliun.
Adhi Karya (ADHI) Bukukan Nilai Kontrak Baru Rp 2 Triliun per Kuartal I 2025
“PTPP akan terus berupaya mencari opportunity baru, tidak hanya proyek yang didanai oleh APBN, tetapi juga dari sektor swasta. Selain itu, kami akan melakukan evaluasi terhadap unit bisnis sebagai bagian dari manajemen risiko yang baik,” jelasnya kepada Kontan, Jumat (2/5).
Sementara itu, PT Waskita Karya Tbk (WSKT) dan PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) juga mengalami nasib serupa, dengan penurunan pendapatan dan kerugian bersih pada kuartal I-2025.
WSKT mencatatkan pendapatan usaha sebesar Rp 1,35 triliun pada kuartal I-2025, turun 37,80% YoY dibandingkan dengan Rp 2,17 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Selain itu, WSKT juga mengalami kerugian bersih sebesar Rp 1,24 triliun pada kuartal I 2025, meningkat 32,63% YoY dari kerugian sebesar Rp 939,55 miliar pada periode yang sama tahun lalu.
Kondisi ini disebabkan oleh beban lain-lain bersih yang diderita WSKT sebesar Rp 297,58 miliar pada kuartal I 2025. Sebagai perbandingan, pada periode yang sama tahun lalu, WSKT masih mencatatkan pendapatan lain-lain bersih sebesar Rp 159,53 miliar.
Bagian rugi bersih entitas asosiasi dan ventura bersama WSKT juga mengalami peningkatan, dari Rp 59,83 miliar pada kuartal I 2024 menjadi Rp 122,96 miliar pada kuartal I 2025.
Di sisi lain, WIKA berhasil mencatatkan pendapatan bersih sebesar Rp 3,11 triliun pada kuartal I-2025, meskipun masih mengalami penurunan sebesar 11,87% YoY dibandingkan dengan Rp 3,53 triliun pada periode Januari-Maret 2024.
Namun, WIKA berhasil menekan rugi bersih menjadi Rp 780,17 miliar pada kuartal I 2025, membaik dibandingkan dengan rugi sebesar Rp 1,13 triliun yang tercatat pada kuartal I 2024.
Adhi Karya (ADHI) Alokasikan Capex Rp 1,6 Triliun di Tahun 2025, Ini Kegunaannya
Sekretaris Perusahaan WIKA, Mahendra Vijaya, menjelaskan bahwa kondisi ekonomi global dan tantangan di sektor konstruksi memberikan tekanan yang signifikan terhadap industri ini.
Hal tersebut turut mempengaruhi perolehan kontrak baru dan penjualan perseroan. Sepanjang kuartal I 2025, WIKA berhasil meraih nilai kontrak baru sebesar Rp 2,16 triliun.
“Namun, di balik itu, program transformasi dan lean construction yang dijalankan WIKA berhasil meningkatkan efisiensi operasional bisnis. Selain itu, upaya manajemen untuk terus menurunkan beban pendanaan juga memberikan kontribusi positif,” ujarnya kepada Kontan, Jumat (2/5).
Analis Infovesta Kapital Advisori, Ekky Topan, berpendapat bahwa meskipun beberapa emiten BUMN Karya mencatatkan pertumbuhan nilai kontrak baru, hal ini belum cukup untuk menopang kinerja keuangan mereka dalam jangka pendek.
Tekanan terbesar masih berasal dari tingginya beban keuangan dan efisiensi operasional yang belum optimal. “Hal ini menyebabkan kinerja *bottom line* tetap tertekan meskipun terdapat peningkatan aktivitas proyek,” ujarnya kepada Kontan, Jumat (2/5).
Ke depan, prospek sektor konstruksi BUMN diperkirakan akan membaik. Perbaikan ini didukung oleh pencabutan blokir anggaran pemerintah untuk proyek infrastruktur strategis.
“Selain itu, pembentukan Danantara juga diharapkan memberikan dampak positif bagi BUMN Karya melalui konsolidasi aset, peningkatan efisiensi, dan tata kelola keuangan yang lebih terstruktur,” tambahnya.
Melongok Rekomendasi Saham dan Prospek Kinerja PTPP di Tahun 2025
Ekky mengamati bahwa saham PTPP saat ini sedang mengalami retracement dalam jangka pendek, dengan area koreksi di kisaran Rp 340 – Rp 350 per saham. Namun, jika harga menyentuh area tersebut dan muncul sinyal pembalikan arah secara teknikal, ada peluang kenaikan berlanjut menuju Rp 500 per saham.
Sementara itu, saham ADHI saat ini telah mencapai target teknikal jangka pendek di Rp 300 per saham dan berpotensi mengalami koreksi minor. Namun, jika harga kembali membentuk pola pembalikan naik, potensi kelanjutan tren *bullish* dapat mendorong saham menuju Rp 340 per saham.
Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia, Sukarno Alatas, berpendapat bahwa penurunan kinerja BUMN Karya pada kuartal I 2025 disebabkan oleh pemangkasan anggaran infrastruktur, lambatnya realisasi proyek, dan nilai kontrak baru yang belum cukup untuk menopang kinerja.
“Waktu eksekusi (proyek baru) panjang dan margin tipis,” ujarnya kepada Kontan, Jumat (2/5).
Menurut Sukarno, pembentukan *holding* BUMN Karya dan tergabungnya mereka ke Danantara berpotensi memperbaiki efisiensi kinerja dan akses pendanaan jangka menengah-panjang. Namun, tantangan integrasi dan beban utang tetap menjadi risiko yang perlu diperhatikan.
“Prospek ke depan bergantung pada keberhasilan restrukturisasi dan peran dalam proyek strategis nasional,” ungkapnya.
Secara keseluruhan, kinerja para emiten BUMN Karya berpotensi membaik seiring dengan dibukanya anggaran untuk proyek pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) yang baru-baru ini diumumkan. Selain itu, penurunan suku bunga juga dapat memberikan dampak positif dengan mengurangi beban bunga utang dan biaya.
PTPP Chart by TradingView
Namun, di sisi lain, pelemahan nilai tukar rupiah berpotensi meningkatkan biaya material dan pembayaran utang dalam mata uang asing.
“Emiten BUMN Karya yang berpotensi menjadi jawara adalah PTPP. Hal ini didukung oleh keterlibatan PTPP yang signifikan dalam proyek pembangunan IKN, serta *backlog* yang solid dan margin yang stabil,” katanya.
Sukarno pun merekomendasikan *hold* untuk saham ADHI dan PTPP dengan target harga masing-masing Rp 300 per saham dan Rp 440 per saham. Level *support* untuk ADHI berada di Rp 268 per saham dan PTPP di Rp 370 per saham.
CEO Edvisor Profina Visindo, Praska Putrantyo, menambahkan bahwa, meskipun terdapat perolehan nilai kontrak pada kuartal I 2025, beberapa sentimen lain turut memengaruhi kinerja emiten BUMN Karya. Sentimen tersebut meliputi pemangkasan anggaran untuk infrastruktur, belum optimalnya margin operasional, dan tingginya beban utang yang ditanggung oleh para emiten.
Ke depan, kinerja emiten BUMN Karya masih menunjukkan prospek yang positif, terutama setelah bergabung ke dalam Danantara. “PTPP masih layak untuk dipantau, dengan prospek yang lebih stabil dan pencapaian kontrak baru di tahun 2025,” ujarnya kepada Kontan, Jumat (2/5).
Praska pun merekomendasikan *trading buy* untuk saham PTPP dengan target harga Rp 450 per saham.