Ancaman Rp 13 Triliun: KKP Perangi Penangkapan Ikan Ilegal Demi Kedaulatan Laut dan Ekonomi Biru
Jakarta – Praktik penangkapan ikan ilegal, tidak dilaporkan, dan tidak diatur (IUU Fishing) terus menjadi ancaman serius bagi kedaulatan laut dan potensi ekonomi maritim Indonesia. Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, mengungkapkan bahwa dalam kurun waktu 2020 hingga 2025, kerugian negara akibat IUU Fishing telah mencapai lebih dari Rp 13 triliun. Namun, berkat upaya sigap Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), potensi kerugian tersebut berhasil diselamatkan.
“Sejak 2020 hingga 2025, kita telah menyelamatkan lebih dari Rp13 triliun potensi kerugian negara dari praktik penangkapan ikan ilegal,” tegas Trenggono dalam peringatan International Day for the Fight Against Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing (IUUF) di Jakarta, Jumat, 5 Juni 2025. Pernyataan ini sekaligus menyoroti betapa krusialnya penanganan IUU Fishing bagi keberlanjutan sumber daya laut Indonesia.
Trenggono menambahkan, aktivitas penangkapan ikan ilegal ini tidak hanya dilakukan oleh pelaku dari luar negeri, tetapi juga melibatkan pihak-pihak dalam negeri. Modus operandi yang sering ditemukan antara lain alih muat ikan di tengah laut secara ilegal (transshipment) serta pelanggaran batas wilayah penangkapan ikan yang telah ditetapkan.
Padahal, sektor kelautan dan perikanan memiliki peran yang sangat strategis, tidak hanya dalam penyediaan pangan laut atau “pangan biru”, tetapi juga sebagai tulang punggung pembangunan berkelanjutan berbasis Ekonomi Biru. Potensi ini terancam oleh maraknya kegiatan IUU Fishing yang merugikan.
Data KKP menunjukkan bahwa rata-rata produksi perikanan tangkap pada periode 2020-2024 mencapai 7,39 juta ton. Seharusnya, dengan angka produksi sebesar itu, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang masuk ke kas negara bisa jauh lebih besar, andai saja praktik IUU Fishing dapat diberantas secara tuntas.
Salah satu implementasi kunci dari kebijakan Ekonomi Biru yang digulirkan KKP adalah melalui program Penangkapan Ikan Terukur (PIT) berbasis kuota. Kebijakan ini diklaim tidak hanya mampu mendorong pertumbuhan ekonomi di berbagai wilayah, tetapi juga menjadi instrumen efektif untuk memutus mata rantai praktik IUU Fishing yang merugikan.
Menyikapi hal tersebut, Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP, Pung Nugroho Saksono, menyatakan bahwa peringatan International Day for the Fight Against IUU Fishing setiap tanggal 5 Juni adalah momentum penting untuk menegaskan kembali komitmen Indonesia dalam menjaga kelestarian dan kedaulatan sumber daya kelautan dan perikanan.
Ipunk, sapaan akrab Pung Nugroho Saksono, mengakui bahwa tantangan memberantas penangkapan ikan ilegal di masa depan tidaklah mudah. Apalagi, fenomena *overfishing* dari negara-negara tetangga semakin marak, ditambah dengan karakteristik laut Indonesia yang bersifat terbuka dan luas. Oleh karena itu, kolaborasi menjadi kunci.
“Pemberantasan IUU Fishing tidak bisa diselesaikan oleh KKP sendiri. Ini membutuhkan dukungan dan peran aktif dari seluruh pemangku kepentingan. Itulah pentingnya sinergi dan kolaborasi,” pungkas Ipunk, menekankan urgensi kerja sama lintas sektor.
Perlu diketahui, penetapan tanggal 5 Juni sebagai Hari Internasional Pemberantasan IUU Fishing ini bermula dari Sidang ke-72 Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 5 Desember 2017. Kala itu, PBB mengadopsi resolusi tahunan tentang perikanan berkelanjutan dan secara resmi menetapkan tanggal tersebut. Pemilihan tanggal 5 Juni sendiri didasarkan pada berlakunya Resolusi FAO Port State Measure Agreement (PSMA) pada 5 Juni 2016, sebuah instrumen global yang disetujui pada 2009 untuk mencegah IUU Fishing.