Jakarta – Kementerian Luar Negeri (Kemlu) akhirnya menanggapi hasil penyelidikan kepolisian terkait kasus kematian diplomatnya, Arya Daru Pangayunan. Juru bicara Kemlu, Roy Soemirat, menegaskan bahwa sejak awal, kementerian telah menjalin kerja sama erat dan komunikasi intensif dengan keluarga korban, pihak penyelidik kepolisian, serta berbagai pihak terkait lainnya, demi mengungkap kasus ini secara transparan dan tuntas.
Roy Soemirat menambahkan, Kemlu berkomitmen memberikan dukungan penuh dan akses terbuka terhadap seluruh informasi serta data relevan terkait kasus ini. Dukungan tersebut mencakup keluarga korban, tim penyelidik, para ahli forensik, hingga Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Pernyataan ini disampaikan Roy dalam keterangan pers pada Rabu, 30 Juli 2025.
Kementerian tersebut juga mengklaim telah mendampingi keluarga Arya Daru sepanjang proses penyelidikan. Tak hanya itu, layanan konseling psikologis juga telah disediakan bagi keluarga, dan Kemlu menegaskan komitmen untuk terus memberikan pendampingan hingga kasus ini terungkap sepenuhnya.
Melengkapi dukungan tersebut, Roy Soemirat turut mengungkapkan bahwa Kemlu tidak hanya fokus pada keluarga Arya. Layanan psikologi serupa juga disiapkan bagi seluruh staf Kemlu dan anggota keluarga mereka yang mungkin terdampak secara emosional akibat aktivitas serta penugasan kedinasan.
Kepergian Arya Daru, menurut Roy, menyisakan duka mendalam bagi seluruh jajaran Kemlu. Arya dikenal sebagai sosok pribadi yang baik, ramah, dan seorang rekan kerja yang sangat berdedikasi. “Kepergian almarhum tak hanya dirasakan keluarga, namun juga memberikan dampak emosional yang signifikan terhadap rekan kerja dan keluarga besar Kemlu lainnya,” demikian Roy menambahkan.
Sebagai informasi, sebelumnya Polda Metro Jaya telah menggelar konferensi pers untuk memaparkan kesimpulan hasil penyelidikan terkait kasus kematian Arya Daru Pangayunan. Acara tersebut dilaksanakan pada Selasa, 29 Juli 2025, di mana kepolisian menyatakan bahwa Arya ditemukan tewas dalam kondisi tidak wajar di kamar kosnya.
Konferensi pers tersebut dihadiri oleh perwakilan dari berbagai pihak kunci dalam penyelidikan, termasuk Direktorat Reserse Kriminal Umum dan Direktorat Reserse Siber Polda Metro Jaya. Turut hadir pula Pusat Laboratorium Forensik Polri, Pusat Identifikasi Polri, Asosiasi Psikologi Forensik, serta Dokter Forensik dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM).
Menariknya, dalam agenda penting tersebut, tidak terlihat perwakilan dari Kementerian Luar Negeri. Hal ini cukup disoroti mengingat Arya Daru adalah seorang diplomat, seorang Pegawai Negeri Sipil di jajaran Kemlu. “Jenazah merupakan pegawai negeri sipil di jajaran Kemlu,” tegas Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Wira Satya Triputra, dalam kesempatan tersebut.
Komisaris Besar Wira Satya Triputra menjelaskan bahwa penyebab kematian Arya Daru adalah kehabisan napas, dan yang terpenting, tidak ditemukan adanya keterlibatan pihak lain dalam insiden ini. Kesimpulan ini diperkuat oleh sejumlah bukti, termasuk penemuan sidik jari korban yang melekat pada lakban kuning yang melilit wajahnya.
Lebih lanjut, Wira merinci bahwa lakban yang ditemukan melilit wajah Arya Daru ternyata dibeli langsung oleh korban bersama istrinya saat berada di Yogyakarta. Penyelidikan juga mengindikasikan bahwa lakban tersebut dililitkan sendiri oleh Arya Daru ke wajahnya.
Bukti lain yang menguatkan kesimpulan tidak adanya pihak ketiga di lokasi kejadian adalah kondisi kamar kos yang tidak menunjukkan tanda-tanda kerusakan. Plafon kamar tidak ditemukan rusak, dan ketiga slot kunci pintu kamar juga dalam keadaan tidak terkunci, menunjukkan tidak adanya paksaan masuk.
Dari hasil penyelidikan komprehensif yang telah berlangsung selama tiga pekan terakhir, Wira menegaskan bahwa Arya Daru tewas bukan karena pembunuhan. “Kami simpulkan belum menemukan adanya peristiwa pidana dalam kasus ini,” pungkas Wira.
Jenazah Arya Daru sendiri pertama kali ditemukan pada sekitar pukul 08.00 WIB oleh penjaga kos, di kamar nomor 105 Guest House Gondangdia, kawasan Menteng, Jakarta Pusat. Saat ditemukan, kondisi korban sangat tidak wajar: kepala terlilit lakban, dan sekujur tubuhnya tertutup selimut di atas kasur.
Artikel ini mendapatkan kontribusi dari Vedro Imanuel Girsang.