Perjanjian gencatan senjata dalam perang dagang AS-China disambut positif oleh pasar saham global, sekaligus mendorong penguatan nilai tukar dolar Amerika Serikat.
Namun, sentimen optimisme ini tetap diiringi kewaspadaan. Para investor menyadari bahwa negosiasi selanjutnya akan panjang dan kompleks, sementara ancaman perlambatan ekonomi global masih membayangi.
Mengutip Reuters, Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, mengumumkan bahwa setelah dua hari negosiasi di Jenewa, kedua negara sepakat untuk menangguhkan kenaikan tarif selama 90 hari.
Selama periode ini, tarif AS atas produk Tiongkok tetap sebesar 30 persen, berlaku mulai 14 Mei hingga 12 Agustus.
Sementara itu, tarif balasan Tiongkok atas barang-barang AS tetap pada level 10 persen. Hasil ini melampaui ekspektasi banyak analis pasar.
Indeks saham utama AS langsung mengalami lonjakan signifikan. Indeks S&P 500 naik 3,3 persen, sedangkan Nasdaq Composite, yang didominasi saham teknologi, meroket lebih dari 4 persen.
Harga obligasi pemerintah AS terkoreksi, menyebabkan imbal hasil obligasi 10 tahun naik ke 4,48 persen, level tertinggi dalam sebulan terakhir.
Di pasar global, indeks MSCI World menguat lebih dari 2 persen. Indeks volatilitas Cboe (VIX) turun di bawah level 20 untuk pertama kalinya sejak akhir Maret, menandakan penurunan kecemasan investor.
Potensi Perlambatan Ekonomi Tetap Ada
Ancaman beban tarif yang lebih tinggi masih berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi global. Charles Wang, Ketua Shenzhen Dragon Pacific Capital Management Co., menyatakan bahwa pengurangan tarif yang hanya berlaku 90 hari menciptakan ketidakpastian ekonomi jangka panjang.
Michael Metcalfe, Kepala Strategi Makro di State Street Global Markets, London, memperkirakan kesepakatan ini menghasilkan tarif efektif rata-rata sekitar 15 persen.
“Pada dasarnya, ini mengembalikan situasi ke titik awal sebelum pengumuman tarif timbal balik,” jelasnya.