Kejagung soal Kasus Minyak: Blending RON 88 dengan RON 92, Dijual RON 92

- Penulis

Kamis, 27 Februari 2025 - 12:55 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap informasi baru terkait kasus dugaan korupsi impor minyak mentah di Subholding Pertamina. Kejagung menyebut, ada modus pengolahan minyak yang di-blending.

Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, mengatakan ada upaya dari para tersangka dalam kasus ini untuk memblending minyak RON 88 dengan RON 92. Hasil blending itu kemudian dipasarkan dengan harga RON 92.

Hal ini terungkap dari hasil pemeriksaan terbaru berujung penetapan tersangka terhadap dua orang pejabat BUMN yakni MK (Maya Kusmaya) selaku Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga dan EC (Edward Corne) selaku VP Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga.

“Tersangka MK memerintahkan dan/atau memberikan persetujuan kepada Tersangka EC untuk melakukan blending produk kilang jenis RON 88 (premium) dengan RON 92 (pertamax) di terminal (storage) PT Orbit Terminal Merak milik Tersangka MKAR dan Tersangka GRJ atau yang dijual dengan harga RON 92,” kata Harli dalam keterangannya kepada awak media, Rabu (26/2).

Baca Juga :  FORE IPO: 114 Ribu Investor Serbu Saham dalam 3 Hari Penawaran

MKAR adalah Muhammad Kerry Andrianto Riza. Dia merupakan Beneficialy Owner PT Navigator Khatulistiwa. Sementara GRJ adalah Gading Ramadhan Joedo selaku Komisaris PT Jengga Maritim dan Direktur PT Orbit Terminal Merak.

“Hal ini tidak sesuai dengan proses pengadaan produk kilang dan core business PT Pertamina Patra Niaga,” kata Harli.

Sebelum blending itu, MK dan EC ini atas persetujuan RS (Riva Siahaan) selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, melakukan pembelian RON 90 atau lebih rendah menggunakan harga setara RON 92. Sehingga menyebabkan impor produk kilang dengan harga tinggi tapi tidak sesuai kualitas barangnya.

Baca Juga :  Kemenhub Lakukan Perhitungan Diskon Tiket Pesawat Lebaran 2025

Selain itu, ada juga modus membayar impor yang seharusnya bisa menggunakan metode waktu berjangka sehingga memperoleh harga wajar, tapi malah dilakukan metode pembayaran harga yang berlaku saat itu seluruhnya. Sehingga negara membayar impor dengan harga yang lebih tinggi kepada mitra usaha.

Lalu, ada juga persetujuan mark up kontrak pengiriman sehingga negara harus mengeluarkan 13-15% fee lebih besar.

Hal-hal tersebut, pada 2023 saja, diduga telah merugikan negara hingga Rp 193,7 triliun, yang bersumber dari berbagai komponen, yakni:

  • Kerugian Ekspor Minyak Mentah Dalam Negeri sekitar Rp35 triliun.

  • Kerugian Impor Minyak Mentah melalui DMUT/Broker sekitar Rp2,7 triliun.

  • Kerugian Impor BBM melalui DMUT/Broker sekitar Rp9 triliun.

  • Kerugian Pemberian Kompensasi (2023) sekitar Rp126 triliun.

  • Kerugian Pemberian Subsidi (2023) sekitar Rp21 triliun.

Berita Terkait

MR DIY RUPST: Laba Ditahan, Dana Cadangan Wajib Naik
Rekomendasi Saham BBCA, ELSA, KLBF, UNVR: Potensi Cuan Senin Ini!
BI Rate Turun, Kok Bunga Kredit Bank Digital Masih Mahal?
PTBA Bagi Dividen Rp332 Per Saham, Catat Jadwalnya!
NICL Bagi Dividen Rp15, Peluang Investasi Saham Nikel?
Emiten Healthcare: Kenapa Sekarang ‘Tertatih’, Tapi Tetap Cuan Jangka Panjang?
Dividen Jumbo BUMN Mengalir ke Negara, Dampaknya?
Akhir Tahun IHSG 7600+, Ini Daftar Saham Potensi Cuan!

Berita Terkait

Senin, 16 Juni 2025 - 07:12 WIB

MR DIY RUPST: Laba Ditahan, Dana Cadangan Wajib Naik

Senin, 16 Juni 2025 - 06:57 WIB

Rekomendasi Saham BBCA, ELSA, KLBF, UNVR: Potensi Cuan Senin Ini!

Senin, 16 Juni 2025 - 05:47 WIB

BI Rate Turun, Kok Bunga Kredit Bank Digital Masih Mahal?

Senin, 16 Juni 2025 - 05:37 WIB

PTBA Bagi Dividen Rp332 Per Saham, Catat Jadwalnya!

Minggu, 15 Juni 2025 - 23:42 WIB

NICL Bagi Dividen Rp15, Peluang Investasi Saham Nikel?

Berita Terbaru

Family And Relationships

Deandra Berduka, Kehilangan Gustiwiw Kekasih: “Aku Sayang Kamu Mas”

Senin, 16 Jun 2025 - 08:37 WIB