Ragamutama.com – , Jakarta – Slow travel, tren wisata alternatif yang tengah populer, mengajak wisatawan untuk menetap lebih lama di satu tempat, mendalami budaya, dan berinteraksi langsung dengan masyarakat lokal.
Platform perjalanan digital Agoda baru-baru ini merilis sembilan destinasi utama slow travel di Asia. Indonesia menempati posisi kedua dalam daftar tersebut, diwakili oleh Kalegowa, sebuah wilayah di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Kalegowa memikat dengan pemandangan hamparan sawah, perbukitan hijau, dan aliran sungai yang menawan. Kekayaan kearifan lokalnya yang sarat makna filosofis turut menambah daya tarik kawasan ini.
Berjarak sekitar 10 kilometer dari Kota Makassar, Kalegowa terletak di dataran tinggi, sekitar 6 kilometer dari Sungai Jeneberang di sisi utara. Kawasan ini mudah diakses dalam waktu sekitar 30 menit perjalanan menggunakan kendaraan pribadi atau transportasi umum.
Menjelajahi Jejak Sejarah dan Budaya
Bagi penggemar sejarah, situs bersejarah Benteng Somba Opu yang berumur lebih dari 500 tahun, tak jauh dari Kalegowa, patut dikunjungi. Seperti yang dikutip dari Indonesia Kaya, benteng ini dibangun pada abad ke-16 oleh Raja Gowa IX, Kareng Tu Mapa’risi Kallonna. Luasnya mencapai 15 hektare dengan ketinggian sekitar 7-8 meter.
Di dalam benteng terdapat Museum Karaeng Pattingalloang, yang dinamai berdasarkan seorang cendekiawan dari masa Kerajaan Gowa. Museum ini menyimpan beragam material pembangunan Benteng Somba Opu, serta koleksi artefak menarik lainnya seperti peralatan tradisional, pakaian adat, dan senjata kuno.
Suasana Istana Balla Lompoa (Rumah Besar) di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, yang menyimpan berbagai benda bersejarah kerajaan Gowa, menjadi daya tarik wisata sejarah Kabupaten Gowa. (ANTARA FOTO/Abriawan Abhe)
Selain benteng, Museum Balla Lompoa menawarkan kesempatan untuk mengagumi keindahan arsitektur rumah adat Bugis. Rumah panggung tinggi dengan atap pelana yang menjulang dan runcing, dibangun dari kayu dengan atap daun rumbia, menampilkan keaslian struktur bangunan tradisional.
Menikmati Kelezatan Coto Makassar
Jangan lewatkan kesempatan mencicipi kelezatan Coto Makassar. Menurut wawancara RRI dengan sejarawan Andi Suriadi Mappangara, Coto Makassar muncul di masa peperangan karena dapat disajikan dalam porsi besar. Penggunaan daging kerbau sebagai bahan utama didasarkan pada ketersediaannya di Sulawesi Selatan pada masa lalu. Hidangan ini pun seringkali menjadi simbol keakraban.
Awalnya, kuah Coto Makassar dibuat dari air beras dan terasi. Kini, terdapat variasi kuah bening dan kental, dengan tambahan kondimen seperti kacang dan telur. Rasa kuatnya berasal dari perpaduan sepuluh rempah pilihan. Dahulu, ballo (sejenis tuak) atau cuka ditambahkan untuk cita rasa asam, namun kini digantikan dengan jeruk nipis.
MUHAMMAD RIFAN PRIANTO
Pilihan editor: Survei: Wisatawan 35 Tahun ke Atas Lebih Memilih Destinasi Wisata Lokal