Ragamutama.com – Jakarta – Dalam langkah tegas untuk melindungi keindahan dan kelestarian alam, Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) siap memberlakukan pencabutan izin lingkungan terhadap dua perusahaan tambang nikel, PT Gag Nikel dan PT Anugerah Surya Pratama. Kedua entitas ini adalah bagian dari empat perusahaan yang tengah mendapat sorotan tajam karena aktivitas penambangan mereka di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat, sebuah surga bahari yang dikenal dunia karena keindahan dan kekayaan kawasan konservasi perairannya.
Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup, Hanif Faisol, menyatakan bahwa persetujuan lingkungan yang dimiliki kedua perusahaan tersebut akan dievaluasi secara mendalam sebelum resmi dicabut. “Keputusan ini diambil karena aktivitas mereka secara tegas melanggar Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil,” tegasnya dalam keterangan pers yang dibagikan pada hari ini, 5 Juni 2025.
Mengacu pada ketentuan undang-undang tersebut, pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan di sekitarnya tidak seharusnya dialokasikan untuk kegiatan pertambangan. Faisol menambahkan, “Pertambangan bukanlah kegiatan prioritas untuk dilakukan di Pulau Kecil, sebuah prinsip yang semakin diperkuat dengan adanya Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 35/PUU-XXI/2023.”
Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut secara eksplisit menerangkan larangan ini karena kegiatan penambangan mineral berpotensi menimbulkan kerusakan yang masif dan tak terpulihkan pada pulau-pulau kecil serta wilayah pesisir yang notabene memiliki tingkat kerentanan sangat tinggi. Kegiatan penambangan mineral berpotensi menyebabkan kerusakan permanen (irreversible) yang sulit diperbaiki bagi ekosistem pulau-pulau kecil dan wilayah pesisir, termasuk polusi air laut yang meluas dan perubahan tata ruang yang drastis.
Hanif menjelaskan bahwa seluruhnya ada empat perusahaan tambang nikel dan aktivitasnya yang telah menjalani pengawasan intensif oleh KLH/BPLH pada 26 hingga 31 Mei lalu, menyusul dugaan perusakan lingkungan di Raja Ampat. Meskipun seluruh perusahaan disebutkan telah mengantongi Izin Usaha Pertambangan (IUP), hanya tiga di antaranya yang memiliki Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH), yakni PT Gag Nikel, PT Anugerah Surya Pratama, dan PT Kawei Sejahtera Mining.
Secara spesifik, PT Anugerah Surya Pratama, sebuah perusahaan penanaman modal asing (PMA) dari Cina, diketahui menambang nikel di Pulau Manuran dengan luas konsesi 746 hektare. Sementara itu, PT Gag Nikel beroperasi di Pulau Gag dengan luas wilayah mencapai 6.030,53 hektare. Patut dicatat, kedua pulau ini tergolong dalam kategori pulau kecil, yang sensitif terhadap dampak pertambangan. Dalam investigasi, PT Anugerah Surya Pratama terbukti tidak memiliki sistem manajemen lingkungan yang memadai dan lalai dalam pengelolaan air limbah larian. Menanggapi pelanggaran ini, Hanif menambahkan, “Pengawas Lingkungan Hidup telah melakukan penghentian pelanggaran yang dilakukan oleh PT ASP dengan memasang plang peringatan resmi, menandai penghentian di bawah pengawasan ketat KLH/BPLH, serupa dengan tindakan yang telah diambil di lokasi tambang PT Gag Nikel.”
Di sisi lain, PT Kawei Sejahtera Mining yang berkegiatan di Pulau Kawe juga tidak luput dari temuan pelanggaran. Perusahaan ini terbukti membuka area tambang seluas lima hektare di luar lingkup persetujuan lingkungan hidup dan di luar area PPKH yang diizinkan. Akibatnya, PT Kawei Sejahtera Mining telah menyebabkan sedimentasi parah di pantai, sehingga akan menghadapi sanksi administrasi berupa paksaan pemerintah untuk pemulihan, dan potensi gugatan perdata atas kerusakan yang ditimbulkan.
Terakhir, perusahaan keempat, PT Mulia Raymond Perkasa, yang berlokasi di Pulau Batang Pele, ditemukan beroperasi tanpa dokumen lingkungan dan tanpa PPKH. Oleh karena itu, seluruh kegiatan eksplorasinya langsung dihentikan oleh pihak berwenang.
Kementerian Lingkungan Hidup menyegel lokasi tambang nikel di Raja Ampat, Papua Barat, 5 Juni 2025. Dok. KLH