Gencatan Senjata Iran-Israel Rawan: Kebingungan dan Serangan Terus Berlanjut di Hari yang Penuh Ketidakpastian
Jakarta – Pengumuman gencatan senjata oleh Presiden AS Donald Trump seharusnya menjadi titik terang dalam konflik Iran-Israel yang memanas. Namun, kenyataan di lapangan pada Selasa, 24 Juni 2025, justru menghadirkan kebingungan dan serangkaian serangan yang terus berlanjut. Perdamaian yang didambakan tampaknya masih jauh dari jangkauan.
Ketegangan antara Iran dan Israel mencapai puncaknya setelah serangkaian peristiwa dramatis. Dimulai dengan pemboman tiga fasilitas nuklir Iran oleh Amerika Serikat pada hari Minggu, 22 Juni, konflik berlanjut dengan saling serang hebat pada hari Senin, 23 Juni. Iran bahkan meluncurkan serangan rudal ke Pangkalan Militer AS Al Udeid di Qatar, meningkatkan kekhawatiran akan eskalasi regional yang tak terkendali.
Di tengah situasi yang genting, kejutan datang dari Presiden Trump. Melalui unggahan panjang di Truth Social pada Senin malam, ia mengumumkan kesepakatan gencatan senjata antara Iran dan Israel yang akan berlangsung selama 24 jam. Trump meyakini, jeda singkat ini akan membuka jalan bagi pengakhiran perang secara permanen.
Namun, harapan yang dihembuskan Trump dengan cepat pupus. Di lapangan, gencatan senjata tersebut tak serta merta menghentikan permusuhan. Iran, yang tampaknya masih berang atas aksi AS dan serangan Israel yang menewaskan 9 warganya serta melukai lebih dari 30 lainnya, terus melancarkan serangan ke wilayah Israel.
Serangan Iran berlanjut bahkan setelah batas waktu gencatan senjata yang ditetapkan, pukul 11:00 WIB, terlewati. Aksi tersebut terus berlangsung selama 2,5 jam berikutnya, meski media resmi kedua negara telah mengumumkan gencatan senjata. Akibat serangan tersebut, tiga bangunan perumahan padat penduduk di Beersheva hancur, menewaskan empat orang dan melukai lebih dari 20 lainnya.
Kebingungan melanda semua pihak. Mantan Duta Besar AS untuk Israel, Dan Shapiro, melalui unggahannya di X, menggambarkan situasi yang membingungkan. Pertanyaan besar yang muncul adalah, apakah Israel masih memiliki waktu 12 jam untuk menyerang berdasarkan pengumuman awal, ataukah mereka seharusnya sudah dalam keadaan gencatan senjata? Bahkan setelah jatuhnya korban jiwa di Beersheva, ketidakpastian masih menyelimuti.
Israel, yang telah mengumumkan kesepakatan gencatan senjata secara resmi, akhirnya tak tahan dengan serangan yang terus menerus dari Iran. Menteri Pertahanan Israel, Katz, menginstruksikan militer untuk “merespons dengan keras pelanggaran gencatan senjata oleh Iran dengan serangan intens ke jantung kota Teheran.” Rudal pun diluncurkan dan berhasil menghancurkan instalasi radar.
Sepanjang hari, Trump terus mencuit di media sosial tentang gencatan senjata tersebut. Ketika mengetahui rencana pembalasan Israel, ia dikabarkan menelepon Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, memintanya untuk tidak menyerang. Netanyahu berdalih bahwa serangan dilakukan karena Iran telah melanggar gencatan senjata terlebih dahulu. Namun, setelah percakapan tersebut, PM Israel meminta pasukannya untuk menahan diri dari serangan lebih lanjut.
Upaya gencatan senjata yang diinisiasi oleh AS masih jauh dari kata mulus. Meski demikian, Kepala Urusan Luar Negeri Uni Eropa, Kaja Kallas, menyampaikan optimisme yang hati-hati. Ia menyatakan bahwa “Penangguhan hukuman dalam pertempuran antara Israel dan Iran adalah kabar baik, tetapi tetap rapuh. Semua pihak harus mendukung ini dan menahan diri dari kekerasan lebih lanjut,” dalam unggahannya di X.
Masa depan perdamaian antara Iran dan Israel masih belum jelas. Gencatan senjata yang rapuh ini membutuhkan dukungan dan komitmen dari semua pihak untuk mencegah eskalasi konflik yang lebih lanjut.
Pilihan Editor: Israel Bunuh 50 Warga Gaza, 29 Tewas di Dekat Pusat Bantuan AS