Konflik Memanas: Iran Batasi Akses Internet Secara Drastis Pascaserangan Israel yang Tewaskan Komandan IRGC
Jakarta – Mengikuti serangan udara Israel yang intensif pada Jumat dinihari, 13 Juni 2025, Pemerintah Iran segera memberlakukan pembatasan drastis pada jaringan internet nasionalnya. Serangan besar-besaran yang melibatkan 200 jet tempur dan drone ini menargetkan ratusan fasilitas militer dan nuklir, dan dilaporkan menewaskan komandan tertinggi Korps Garda Revolusi Islam Iran (IRGC), Hossein Salami, di antara korban lainnya.
Laporan dari *Iranwire*, mengutip Kementerian Komunikasi Iran, mengonfirmasi pembatasan internet tersebut diberlakukan pada hari yang sama. Pembatasan ini langsung dirasakan dampaknya oleh masyarakat Iran, yang sebelumnya telah menerima peringatan dari Jaksa Agung Iran mengenai ancaman hukum bagi media dan pengguna media sosial yang menyebarkan konten ‘mengganggu keamanan psikologis masyarakat’.
Kematian Komandan Hossein Salami dan beberapa pengawalnya dikonfirmasi oleh pernyataan resmi IRGC yang diterima *Iranwire*. Mereka tewas ‘dalam tugas’ akibat serangan ‘kriminal dan teroris’ yang menghantam markas besar garda tersebut. Menyikapi insiden ini, Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, bersumpah akan membalas tindakan Israel. “Rezim Zionis dini hari ini mengulurkan tangannya yang keji dan berdarah untuk melakukan kejahatan di negara kita tercinta dan memperlihatkan sifat jahatnya lebih dari sebelumnya dengan menyerang pusat-pusat permukiman,” tegas Khamenei.
Analisis terbaru dari *NetBlocks*, perusahaan pemantau internet global, menunjukkan penurunan drastis konektivitas jaringan di Iran. Angkanya merosot tajam hingga hanya tersisa 10-20 persen dari sebelumnya 99 persen. Penurunan signifikan ini terjadi sejak hari pertama serangan Israel ke Iran, yang dikenal dengan nama ‘Operasi Singa Bangkit,’ pada Jumat, 13 Juni 2025. Akses internet dilaporkan lumpuh di hampir seluruh wilayah Iran, kecuali di bagian utara. Melalui akun media sosial X, *NetBlocks* menegaskan, “Tindakan tersebut membatasi kemampuan masyarakat untuk tetap mendapatkan informasi tentang konflik regional yang sedang berkembang.”