Ragamutama.com – , Jakarta – Kabar terbaru datang dari Standard & Poor’s Global Ratings (S&P), lembaga pemeringkat global terkemuka, yang merilis data terkini mengenai Purchasing Manager’s Index (PMI) manufaktur Indonesia. Pada April 2025, Indeks Manufaktur Indonesia tercatat mengalami penurunan signifikan hingga mencapai level 46,7, yang mengindikasikan masuknya sektor manufaktur ke zona kontraksi.
Perlu diketahui bahwa ambang batas yang memisahkan pertumbuhan dan kontraksi PMI Manufaktur adalah angka 50. Jika indeks berada di bawah angka tersebut, maka sektor manufaktur dianggap mengalami kontraksi. S&P menyoroti bahwa kontraksi ini disebabkan oleh penurunan yang cukup tajam dalam volume produksi dan permintaan baru. “Indeks PMI Manufaktur Indonesia dari S&P Global menunjukkan penurunan di bawah angka 50,0 pada bulan April, menandakan kemunduran dalam kesehatan sektor manufaktur Indonesia selama lima bulan terakhir,” bunyi pernyataan resmi yang dirilis pada 2 Mei 2025.
Sebelumnya, Indeks Manufaktur Indonesia telah berada dalam zona ekspansi selama empat bulan berturut-turut, dimulai sejak Desember 2025. Bahkan, pada Maret 2025, indeks manufaktur masih menunjukkan angka yang cukup baik, yaitu 52,4. S&P mencatat bahwa kontraksi yang terjadi saat ini menandakan penurunan kondisi bisnis yang paling signifikan sejak Agustus 2021.
Penurunan produksi dan demand, menurut analisis S&P, mendorong perusahaan-perusahaan untuk mengambil langkah-langkah penyesuaian, termasuk melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) serta mengurangi aktivitas pembelian dan perekrutan pada awal triwulan II. Selain itu, banyak perusahaan yang memilih untuk mengurangi tingkat inventaris mereka dengan memanfaatkan stok input dan barang jadi yang ada untuk menyelesaikan produksi dan memenuhi pesanan yang masuk.
Kenaikan nilai tukar dolar Amerika Serikat terhadap mata uang lainnya dilaporkan berdampak pada kenaikan harga barang-barang impor. Menghadapi situasi ini, perusahaan-perusahaan berupaya untuk melindungi margin keuntungan mereka dengan menaikkan harga secara lebih agresif. “Data terkini menunjukkan penurunan tajam pada order pekerjaan baru untuk pertama kalinya dalam lima bulan terakhir. Permintaan dilaporkan mengalami pelemahan, baik dari pasar domestik maupun pasar luar negeri.”
Usamah Bhatti, seorang ekonom dari S&P Global Market Intelligence, mengungkapkan bahwa perkiraan jangka pendek untuk sektor manufaktur masih terlihat suram. Hal ini disebabkan karena perusahaan-perusahaan mengalihkan kapasitas mereka untuk menyelesaikan pekerjaan yang tertunda akibat kurangnya penjualan. Ia memperkirakan bahwa kondisi ini akan terus berlanjut selama beberapa bulan mendatang.
Namun, Usamah juga menyampaikan bahwa perkiraan untuk tahun mendatang terlihat lebih positif. Perusahaan-perusahaan berharap produksi akan meningkat seiring dengan membaiknya kondisi ekonomi secara keseluruhan serta meningkatnya daya beli konsumen. “Meskipun demikian, ketidakpastian mengenai waktu pemulihan ekonomi telah mengurangi harapan beberapa perusahaan,” tambahnya.
Pilihan Editor: Makan Bergizi Gratis dalam Pusaran Kapitalisme Kroni