Indeks Manufaktur Indonesia Terjun Bebas: Analisis S&P Global Terbaru

Avatar photo

- Penulis

Sabtu, 3 Mei 2025 - 19:55 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Ragamutama.com – , Jakarta – Kabar terbaru datang dari Standard & Poor’s Global Ratings (S&P), lembaga pemeringkat global terkemuka, yang merilis data terkini mengenai Purchasing Manager’s Index (PMI) manufaktur Indonesia. Pada April 2025, Indeks Manufaktur Indonesia tercatat mengalami penurunan signifikan hingga mencapai level 46,7, yang mengindikasikan masuknya sektor manufaktur ke zona kontraksi.

Perlu diketahui bahwa ambang batas yang memisahkan pertumbuhan dan kontraksi PMI Manufaktur adalah angka 50. Jika indeks berada di bawah angka tersebut, maka sektor manufaktur dianggap mengalami kontraksi. S&P menyoroti bahwa kontraksi ini disebabkan oleh penurunan yang cukup tajam dalam volume produksi dan permintaan baru. “Indeks PMI Manufaktur Indonesia dari S&P Global menunjukkan penurunan di bawah angka 50,0 pada bulan April, menandakan kemunduran dalam kesehatan sektor manufaktur Indonesia selama lima bulan terakhir,” bunyi pernyataan resmi yang dirilis pada 2 Mei 2025.

Sebelumnya, Indeks Manufaktur Indonesia telah berada dalam zona ekspansi selama empat bulan berturut-turut, dimulai sejak Desember 2025. Bahkan, pada Maret 2025, indeks manufaktur masih menunjukkan angka yang cukup baik, yaitu 52,4. S&P mencatat bahwa kontraksi yang terjadi saat ini menandakan penurunan kondisi bisnis yang paling signifikan sejak Agustus 2021.

Baca Juga :  Sritex Tutup Per 1 Maret 2025, 10.665 Karyawan Kena PHK

Penurunan produksi dan demand, menurut analisis S&P, mendorong perusahaan-perusahaan untuk mengambil langkah-langkah penyesuaian, termasuk melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) serta mengurangi aktivitas pembelian dan perekrutan pada awal triwulan II. Selain itu, banyak perusahaan yang memilih untuk mengurangi tingkat inventaris mereka dengan memanfaatkan stok input dan barang jadi yang ada untuk menyelesaikan produksi dan memenuhi pesanan yang masuk.

Kenaikan nilai tukar dolar Amerika Serikat terhadap mata uang lainnya dilaporkan berdampak pada kenaikan harga barang-barang impor. Menghadapi situasi ini, perusahaan-perusahaan berupaya untuk melindungi margin keuntungan mereka dengan menaikkan harga secara lebih agresif. “Data terkini menunjukkan penurunan tajam pada order pekerjaan baru untuk pertama kalinya dalam lima bulan terakhir. Permintaan dilaporkan mengalami pelemahan, baik dari pasar domestik maupun pasar luar negeri.”

Baca Juga :  Bursa Asia Bergairah: Saham Taipei dan Manila Melesat, Rupiah Perkasa!

Usamah Bhatti, seorang ekonom dari S&P Global Market Intelligence, mengungkapkan bahwa perkiraan jangka pendek untuk sektor manufaktur masih terlihat suram. Hal ini disebabkan karena perusahaan-perusahaan mengalihkan kapasitas mereka untuk menyelesaikan pekerjaan yang tertunda akibat kurangnya penjualan. Ia memperkirakan bahwa kondisi ini akan terus berlanjut selama beberapa bulan mendatang.

Namun, Usamah juga menyampaikan bahwa perkiraan untuk tahun mendatang terlihat lebih positif. Perusahaan-perusahaan berharap produksi akan meningkat seiring dengan membaiknya kondisi ekonomi secara keseluruhan serta meningkatnya daya beli konsumen. “Meskipun demikian, ketidakpastian mengenai waktu pemulihan ekonomi telah mengurangi harapan beberapa perusahaan,” tambahnya.

Pilihan Editor: Makan Bergizi Gratis dalam Pusaran Kapitalisme Kroni

Berita Terkait

Barito Pacific (BRPT) Raih Pendapatan US$ 774 Juta, Melonjak 25% di Kuartal I-2025
Saham BBRI: Analis Ungkap Peluang Investasi Pasca Kinerja Kuartal I-2025
Buruan Tukar! BI Cabut Uang Rupiah Lama, Batas Waktu 30 April 2025
Rahasia Jitu: 4 Tips Ampuh Kelola Keuangan Keluarga Bahagia
Panduan Lengkap: Memahami Perakunan Biaya, Komponen, Tujuan, dan Jenisnya
WEGE Catat Pendapatan Rp 543 Miliar Lebih di Kuartal Pertama 2025
Pajak Penjualan: Panduan Lengkap Pengertian, Hukum, dan Objeknya di Indonesia
Investor Asing Tarik Rp 61 Triliun dari Indonesia: Apa Penyebabnya?

Berita Terkait

Minggu, 4 Mei 2025 - 08:31 WIB

Barito Pacific (BRPT) Raih Pendapatan US$ 774 Juta, Melonjak 25% di Kuartal I-2025

Minggu, 4 Mei 2025 - 07:47 WIB

Saham BBRI: Analis Ungkap Peluang Investasi Pasca Kinerja Kuartal I-2025

Minggu, 4 Mei 2025 - 06:15 WIB

Buruan Tukar! BI Cabut Uang Rupiah Lama, Batas Waktu 30 April 2025

Minggu, 4 Mei 2025 - 05:39 WIB

Rahasia Jitu: 4 Tips Ampuh Kelola Keuangan Keluarga Bahagia

Minggu, 4 Mei 2025 - 00:19 WIB

Panduan Lengkap: Memahami Perakunan Biaya, Komponen, Tujuan, dan Jenisnya

Berita Terbaru

Urban Infrastructure

Semarang Night Carnival: Rute Jalan Ditutup & Lokasi Parkir Alternatif Hari Ini

Minggu, 4 Mei 2025 - 08:44 WIB