Pengadilan Negeri Surakarta (PN Solo) telah memutuskan untuk menggugurkan gugatan perkara dugaan ijazah palsu yang melibatkan Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi). Keputusan penting ini terungkap dalam sidang putusan sela untuk perkara nomor 99/pdt.G/2025/PN Skt yang digelar pada Kamis (10/7).
Dalam persidangan yang dipimpin oleh hakim Putu Gde Hariadi, majelis hakim PN Solo mengabulkan eksepsi yang diajukan oleh Presiden Joko Widodo bersama para pihak tergugat lainnya. Alasan utama di balik putusan sela ini adalah pernyataan majelis hakim bahwa Pengadilan Negeri Surakarta tidak memiliki kewenangan atau yurisdiksi untuk memeriksa perkara tersebut.
YB Irpan, selaku kuasa hukum Presiden Jokowi, menjelaskan bahwa majelis hakim menilai gugatan tersebut tidak termasuk dalam ranah hukum perdata yang menjadi kewenangan PN Solo. Sebaliknya, perkara dugaan ijazah palsu ini dianggap lebih sesuai dengan lingkup hukum pidana atau Tata Usaha Negara (TUN).
“Majelis hakim telah mengabulkan seluruh eksepsi dari tergugat dua, tiga, dan empat, serta secara tegas menyatakan bahwa Pengadilan Negeri Solo tidak berwenang mengadili perkara ini,” terang Irpan pada Kamis (10/7). Ia menambahkan, putusan tersebut juga menghukum pihak penggugat untuk membayar biaya perkara sebesar Rp 506.000.
Dengan adanya putusan sela ini, perkara dugaan ijazah palsu yang melibatkan Presiden Joko Widodo secara otomatis tidak akan dilanjutkan ke pemeriksaan pokok perkara di PN Solo. “Ini menandai berakhirnya perkara tersebut di PN Solo, kecuali ada upaya hukum banding yang diajukan oleh penggugat,” imbuh Irpan.
Namun, pihak penggugat, Muhammad Taufiq, telah menegaskan sikap tegasnya untuk mengajukan banding atas putusan sela tersebut. Taufiq menyuarakan kekecewaannya, menilai bahwa para hakim masih berada di bawah bayang-bayang ketakutan dalam mengambil keputusan.
“Kami sama sekali tidak terkejut dengan putusan majelis hakim ini. Dan kami pasti akan mengajukan banding. Saya memang sudah memprediksi hasilnya. Ini bukanlah kemenangan bagi para tergugat, melainkan sebuah refleksi dari ketidakberanian hakim untuk berpihak pada kebenaran,” ujar Taufiq dengan nada kecewa.
Taufiq lebih lanjut menyatakan bahwa gugatan dengan skema *citizen lawsuit* yang ia ajukan merupakan langkah strategis yang bertujuan untuk menguji sejauh mana keberanian sistem pengadilan di Indonesia dalam menangani kasus-kasus yang melibatkan pejabat negara sekelas Presiden.