JAKARTA, RAGAMUTAMA.COM – Dalam proses pembuktian keaslian suatu dokumen, pengujian laboratorium forensik yang dilakukan oleh Laboratorium Forensik (Labfor) Polri mensyaratkan penggunaan dokumen asli sebagai objek pemeriksaan.
Penjelasan mengenai hal ini disampaikan oleh Komjen (Purn) Ito Sumardi, yang pernah menjabat sebagai Kepala Bareskrim Mabes Polri pada periode 2009-2011, dalam diskusi interaktif Sapa Indonesia Malam di Kompas TV, Jumat (9/5/2025). Diskusi tersebut mengupas tuntas pengujian forensik terhadap ijazah Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi).
“Berkaitan dengan tugas penyidik, sebenarnya ini bukan persoalan yang rumit,” ujar Ito.
“Di laboratorium kriminal Polri, khususnya dalam penanganan kasus pemalsuan, materi yang akan diuji secara forensik haruslah objek yang benar-benar nyata dan asli.”
Oleh karena itu, Ito menjelaskan, ijazah yang telah diserahkan oleh pihak keluarga Jokowi kepada Bareskrim Polri untuk keperluan pemeriksaan, akan menjadi objek utama dalam uji forensik.
Keterangan Keluarga Serahkan Ijazah Asli Jokowi ke Bareskrim untuk Uji Forensik Digital
“Ijazah yang diserahkan oleh keluarga Bapak Jokowi itulah yang nantinya akan menjadi fokus pemeriksaan oleh tim Bareskrim. Tujuannya adalah untuk memastikan apakah foto-foto yang selama ini beredar luas memiliki kesamaan dengan objek fisik yang asli.”
Ito juga memberikan tanggapan terhadap pandangan yang disampaikan oleh narasumber lain dalam dialog tersebut, yaitu Raden Hendro, seorang praktisi di bidang forensik dokumen, terkait pentingnya objek fisik dalam pemeriksaan dokumen.
“Seperti yang disampaikan oleh Pak Hendro, isu yang berkembang saat ini adalah perbedaan antara objek yang konkret dan objek yang abstrak.”
Objek konkret, menurutnya, adalah sesuatu yang riil, memiliki wujud, dapat dilihat dan disentuh dengan indra.
“Jika kita memperolehnya dari media sosial atau berupa fotokopi, maka itu bukanlah objek yang konkret,” tegas Ito.
Sebelumnya, dalam dialog yang sama, Hendro menjelaskan perbedaan mendasar antara forensik dokumen konvensional dan forensik digital.
“Apa perbedaan antara forensik dokumen dan digital forensik? Forensik dokumen memeriksa aspek fisik, termasuk kertas, jenis cetakan, isi dokumen, dan tanda tangan,” jelas Hendro.
“Sementara itu, dalam electronic document, tidak ada pembanding fisik. Sebaliknya, dalam physics document, diperlukan pembanding fisik yang identik dan valid untuk memastikan keabsahan dokumen.”
Dalam kesempatan itu, Hendro juga mengklasifikasikan tiga jenis dokumen, yaitu dokumen fisik berbasis kertas, dokumen elektronik berupa hasil foto atau pindai, dan dokumen digital.
“Kita ketahui bersama bahwa isu yang sedang hangat saat ini adalah mengenai ijazah. Ijazah ini termasuk dalam kategori physics document atau base paper document, sedangkan yang beredar luas di masyarakat adalah electronic document,” paparnya.
“Forensik dokumen melibatkan tiga aspek. Pertama, dokumen fisik atau base paper, yang bersifat tiga dimensi, yang dapat kita pegang dan sentuh.”
Tudingan Ijazah Jokowi, Rizal Fadilla Ungkap 3 Rekannya Dimintai Klarifikasi Polisi
Ia menambahkan bahwa dalam hal validitas, dokumen fisik memiliki tingkat validitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan dokumen elektronik.
“Isu yang sedang ramai diperbincangkan adalah mengenai validitas atau tingkatan barang bukti. Yang diperdebatkan adalah barang bukti fisik dokumen, bukan electronic document.”
“Hal inilah yang menyebabkan derajat objek pemeriksaan menjadi lebih rendah,” pungkasnya.