Ragamutama.com JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengakhiri sesi pertama perdagangan Jumat (4/7) dengan performa yang kurang menggembirakan. Setelah sempat membuka perdagangan dengan penguatan 0,12%, IHSG justru melemah tipis 0,21%, berakhir di level 6.863,86.
Kondisi pasar juga tercermin dari nilai transaksi yang terbilang sepi dibandingkan hari-hari biasa. Hingga penutupan sesi pertama, total nilai transaksi hanya mencapai Rp 4,52 triliun, dengan kapitalisasi pasar IHSG tercatat sebesar Rp 12.077 triliun. Angka ini mengindikasikan kehati-hatian investor dalam aktivitas perdagangan saham.
Maximilianus Nico Demus, Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas, menjelaskan bahwa pasar saham saat ini tengah berjuang mencari arah yang jelas. Para pelaku pasar terus dihadapkan pada ketidakpastian yang berasal dari dinamika perdagangan global.
Nico menambahkan, para investor cenderung bersikap hati-hati menyusul pengumuman Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengenai rencana untuk menerbitkan surat terkait tarif perdagangan. Kebijakan ini berpotensi menetapkan tarif unilateral baru yang dapat memicu kembali ketegangan di arena perdagangan internasional.
Di sisi lain, terdapat pula sinyal positif dari AS yang mulai mencabut pembatasan ekspor terhadap sejumlah teknologi utama seperti perangkat lunak desain chip, etana, dan mesin jet ke Tiongkok. Langkah ini diinterpretasikan sebagai upaya untuk meredakan ketegangan perdagangan antara kedua negara adidaya tersebut.
Nico mencermati bahwa langkah-langkah pencabutan pembatasan ekspor ini merupakan bagian dari perjanjian perdagangan AS-Tiongkok yang lebih luas, yang bertujuan untuk melanjutkan pertukaran logam tanah jarang dan teknologi canggih. Hal ini menunjukkan adanya upaya kompleks dalam menyeimbangkan antara tekanan dan kerja sama ekonomi global.
Sementara itu, dari ranah domestik, pergerakan indeks IHSG menunjukkan variasi. Pasar merespons positif langkah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI yang menyetujui permintaan pemerintah untuk menggunakan Saldo Anggaran Lebih (SAL) sebesar Rp 85,6 triliun. Dana ini akan dialokasikan untuk menutupi pelebaran defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025.
“Ini merupakan langkah kebijakan yang proaktif,” jelas Nico. Ia menambahkan bahwa kebijakan penggunaan SAL ini akan mendorong stabilitas fiskal yang lebih baik, sehingga secara langsung akan meningkatkan kepercayaan pasar terhadap prospek ekonomi dalam negeri.