Pasar Saham Indonesia Bergolak Hebat: Kombinasi Tekanan Geopolitik dan Ekonomi Domestik Picu Pelemahan IHSG
JAKARTA, RAGAMUTAMA.COM – Kegalauan melanda pasar saham Indonesia. Pada Jumat, 20 Juni 2025, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup lesu, merosot 0,88 persen hingga mencapai level 6.907,14. Penurunan signifikan ini bukan tanpa sebab; merupakan cerminan dari kombinasi tekanan eksternal dan domestik yang secara kolektif mengikis kepercayaan dan psikologis investor. Dari eskalasi konflik geopolitik global hingga isu ekonomi yang bergulir di dalam negeri, berbagai faktor tersebut telah mendorong para investor untuk mengambil sikap ekstra hati-hati.
Ancaman Geopolitik Timur Tengah Bayangi Pasar Global
Salah satu pemicu utama tekanan pada IHSG datang dari kancah global, khususnya meningkatnya ketegangan geopolitik di Timur Tengah. Kekhawatiran pasar memuncak menyusul potensi terbentuknya aliansi antara Iran dan Israel, dua negara yang telah lama berada di ambang konflik berkepanjangan. Lebih jauh lagi, situasi ini kian mengkhawatirkan karena mulai menyeret kekuatan-kekuatan besar dunia, termasuk negara-negara anggota G7 seperti Amerika Serikat. “Kondisi ini secara otomatis meningkatkan kekhawatiran pasar, yang berpotensi memicu kenaikan inflasi,” jelas Oktavianus Audi, VP Marketing, Strategy and Planning Kiwoom Sekuritas, seperti dikutip dari *Kontan*.
Deretan Tekanan dari Dalam Negeri: Suku Bunga dan Defisit APBN
Namun, ancaman terhadap stabilitas IHSG tak hanya berasal dari luar negeri. Tekanan signifikan juga datang dari dalam negeri. Salah satu faktor utamanya adalah tertahannya suku bunga acuan, baik BI Rate maupun Fed Funds Rate (FFR). Kebijakan ini menimbulkan kecemasan di kalangan pelaku pasar, memicu kekhawatiran akan stagnasi daya beli masyarakat dan permintaan kredit, yang pada gilirannya berpotensi menghambat laju pertumbuhan ekonomi nasional. Senada dengan pandangan tersebut, Indy Naila, Investment Analyst dari Edvisor Provina Visindo, turut menambahkan bahwa sentimen negatif diperparah oleh isu defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Menurutnya, kondisi fiskal ini secara langsung memengaruhi ekspektasi pelaku pasar terhadap prospek ekonomi domestik.
Aksi Jual Investor Asing dan Kekhawatiran Sektor Perbankan
Meskipun terdapat pandangan bahwa sektor perbankan masih menarik bagi investor, Indy Naila menyoroti realitas profitabilitas bank yang belum sepenuhnya pulih, ditambah dengan ketidakpastian arah suku bunga, sebagai faktor pendorong utama aksi jual masif pada saham-saham bank besar. Hal ini diperkuat oleh data perdagangan Jumat, 20 Juni 2025, yang menunjukkan aksi jual bersih (net sell) investor asing mencapai Rp 2,73 triliun di seluruh pasar. Sektor perbankan menjadi target utama penjualan, dengan saham-saham berikut mencatat *outflow* terbesar:
* PT Bank Central Asia Tbk (BBCA): Rp 576,8 miliar
* PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI): Rp 445,7 miliar
* PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI): Rp 308,9 miliar
* PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI): Rp 129,4 miliar
Lebih lanjut, sinyal kekhawatiran investor juga terindikasi dari melambatnya pertumbuhan kredit perbankan, yang pada Mei 2025 hanya mencapai 8,43 persen secara tahunan (*year on year*/yoy), mengindikasikan prospek ekonomi yang belum sepenuhnya cerah.
Proyeksi IHSG dan Rekomendasi Saham Pilihan untuk Investor Pemberani
Melihat dinamika pasar yang bergejolak ini, Oktavianus Audi memproyeksikan pergerakan IHSG dalam jangka pendek akan berada dalam kisaran yang sempit, yakni antara 6.800 hingga 6.900. “Kami meyakini bahwa pasar akan tetap sangat sensitif terhadap perkembangan konflik di Timur Tengah,” tegasnya.
Di tengah ketidakpastian yang menyelimuti pasar, masih ada secercah harapan bagi para investor yang berani mengambil risiko. Sejumlah analis merekomendasikan saham-saham tertentu sebagai pilihan menarik:
* Oktavianus Audi merekomendasikan saham PT Erajaya Swasembada Tbk (ERAA) dan PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) sebagai pilihan jangka pendek, berdasarkan analisis momentum dan teknikal. Ia menyarankan *spekulatif buy* untuk ERAA dengan target harga Rp 570, serta AMMN dengan target harga Rp 8.400.
* Sementara itu, Indy Naila menjagokan PT AKR Corporindo Tbk (AKRA) dengan target harga antara Rp 1.400–Rp 1.500, dan PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) dengan target harga Rp 2.600.
Catatan Penting:
*Artikel ini pertama kali tayang di Kontan dengan judul “Iran-Israel Makin Panas, IHSG Masih Akan Tertekan dalam Jangka Pendek”.*
Disclaimer: *Informasi dalam artikel ini bukan merupakan ajakan atau rekomendasi untuk membeli atau menjual saham. Seluruh rekomendasi dan analisis saham berasal dari pandangan analis sekuritas yang disebutkan. Kompas.com tidak bertanggung jawab atas potensi keuntungan atau kerugian yang mungkin timbul dari keputusan investasi. Setiap keputusan investasi sepenuhnya menjadi tanggung jawab dan pertimbangan pribadi investor. Selalu lakukan riset mendalam sebelum membuat keputusan investasi.*