IHSG Menguat Terimbas Gencatan Senjata Israel-Iran: Momentum Sesaat atau Awal Pemulihan?
Jakarta, Ragamutama.com – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menunjukkan respons positif terhadap pengumuman gencatan senjata oleh mantan Presiden AS, Donald Trump, antara Israel dan Iran. Pada penutupan perdagangan Selasa (24/6), IHSG melonjak 1,21% ke level 6.869,17. Namun, optimisme ini perlu diukur dengan kehati-hatian mengingat ketidakpastian yang masih membayangi.
Liza Camelia Suryanata, Head of Research Kiwoom Sekuritas Indonesia, menyoroti bahwa meskipun Trump telah mendeklarasikan gencatan senjata, kejelasan implementasinya masih menjadi tanda tanya besar. Pernyataan resmi dari pemerintah Israel pada saat itu belum muncul, sementara Iran menggunakan narasi ambigu yang bernada kemenangan, mengklaim gencatan senjata sebagai paksaan terhadap musuh.
Walaupun Israel kemudian mengonfirmasi penerimaan proposal gencatan senjata yang diajukan AS dan mengancam respon keras terhadap pelanggaran di masa depan, Iran melalui media pemerintah dan diplomat senior bersikeras bahwa mereka hanya menghentikan serangan. Mereka menolak menandatangani kesepakatan resmi, menyebutnya sebagai keputusan sepihak, bukan hasil negosiasi yang mengikat.
“Deklarasi ada, tetapi implementasi masih samar,” tegas Liza kepada Kontan.co.id, menyoroti kerentanan dari situasi ini. Ia menilai, gencatan senjata ini lebih sebagai retorika daripada perjanjian damai yang kokoh. “Ini adalah gencatan yang rapuh, belum sepenuhnya dihormati, dan sangat tergantung pada tekanan diplomatik lanjutan, terutama dari AS dan Qatar.”
Penguatan IHSG pasca-pengumuman memang menunjukkan respon positif pasar. Namun, ketidakjelasan seputar kesepakatan Israel-Iran membuat Liza berpendapat bahwa perjalanan pasar modal masih akan bergejolak. “Terlalu optimistis untuk bisa mengharapkan IHSG langsung melaju dengan mulus ke 7.000 upward lagi,” ujarnya.
Secara teknikal, Liza memproyeksikan support IHSG berada di rentang 6.710-6.750 dan 6.840. Sementara itu, resistance berada di level 7.000-7.010 dan 7.050-7.100.
Lebih lanjut, Liza menambahkan bahwa kelancaran pergerakan IHSG ke atas juga membutuhkan dukungan dari pemulihan ekonomi global, sentimen positif dari pasar global, dan aliran dana asing. Stabilitas nilai tukar rupiah, dengan harapan tidak kembali melemah hingga Rp 16.500 per dolar AS, juga menjadi faktor krusial.
Senada dengan Liza, Investment Analyst Edvisor Profina Visindo, Indy Naila, berpendapat bahwa sentimen gencatan senjata hanya akan memberikan dampak jangka pendek. Redanya tensi geopolitik di Timur Tengah diperlukan untuk meredakan kekhawatiran perlambatan ekonomi global.
Indy juga menekankan pentingnya sinyal pemulihan ekonomi domestik, seperti data inflasi, PMI, dan nilai tukar yang stabil, untuk menarik minat investor asing. “Sehingga investor asing juga tertarik masuk ke pasar saham,” jelasnya.
Menyikapi kondisi pasar saat ini, Indy menyarankan investor untuk terus memantau perkembangan di Timur Tengah dan data-data ekonomi. Ia juga merekomendasikan strategi akumulasi saham dengan fundamental yang kuat untuk investasi jangka panjang. Beberapa saham yang bisa dicermati antara lain PGAS, INDF, dan ICBP.
[Grafik PGAS dari TradingView]
Sementara itu, Liza dari Kiwoom Sekuritas merekomendasikan beberapa saham dengan target dan batasan risiko yang jelas. BMRI direkomendasikan dengan target harga Rp 5.300/Rp 5.550/Rp 5.900 – Rp 6.000, dengan *cut loss* jika harga turun di bawah Rp 4.800. AMMN direkomendasikan dengan target harga Rp 9.000 – Rp 9.300/Rp 10.000, dengan *cut loss* di bawah Rp 7.400. RATU memiliki target harga Rp 7.400/Rp 8.000 – Rp 8.250/Rp 8.800 dan *cut loss* jika di bawah Rp 6.575. Terakhir, WIFI direkomendasikan dengan target harga Rp 2.350 – Rp 2.400 dan *cut loss* di bawah Rp 2.000.