IHSG Terperosok 3,61% Sepekan: Geopolitik, Suku Bunga, dan Rp 2,73 T Net Sell Asing Menghantam Pasar Modal
JAKARTA – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengakhiri pekan ini dengan kinerja yang lesu dan koreksi signifikan. Dalam lima hari perdagangan terakhir, pasar modal Indonesia tercatat anjlok 3,61%, atau sekitar 251,66 poin, menutup perdagangan Jumat (20/6) di level 6.907,14. Meski secara harian hanya turun 0,88% dibandingkan hari sebelumnya, tekanan pada IHSG sepanjang pekan ini mencerminkan sentimen negatif yang kuat.
Menurut Oktavianus Audi, *VP Marketing, Strategy and Planning* Kiwoom Sekuritas, ada dua faktor utama yang menjadi biang kerok tekanan pada IHSG. Pertama, eskalasi ketegangan geopolitik di Timur Tengah. Keterlibatan anggota G7, termasuk Amerika Serikat, dalam konflik ini telah meningkatkan kekhawatiran pasar secara global. “Peningkatan tensi geopolitik ini dikhawatirkan akan berdampak pada kenaikan inflasi,” ujarnya kepada Kontan.co.id pada Jumat (20/6).
Selain faktor geopolitik, tertahannya suku bunga acuan turut membebani pasar. Baik suku bunga Bank Indonesia (BI rate) maupun Federal Funds Rate (FFR) yang belum menunjukkan sinyal penurunan, menciptakan sentimen negatif. Oktavianus menilai kondisi ini memicu kekhawatiran terhadap tekanan daya beli masyarakat dan permintaan kredit yang pada akhirnya dapat menghambat pertumbuhan ekonomi.
Dari sisi domestik, Indy Naila, *Investment Analyst* Edvisor Provina Visindo, menambahkan bahwa berita terkait defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Indonesia juga turut mempengaruhi pandangan terhadap prospek pertumbuhan ekonomi di dalam negeri. Hal ini menambah daftar panjang kekhawatiran yang menekan investor.
Dampak langsung dari sentimen negatif ini terlihat jelas pada pergerakan investor asing di pasar modal. Tercatat, investor asing ramai-ramai keluar dari saham-saham perbankan, yang notabene merupakan pilar utama pasar saham Indonesia. Pada Jumat (20/6) saja, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) mencatat penjualan bersih oleh asing sebesar Rp 576,8 miliar, diikuti oleh PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) sebesar Rp 445,7 miliar. Tekanan jual juga terasa pada PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) dengan *net sell* Rp 308,9 miliar, serta PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) sebesar Rp 129,4 miliar. Secara keseluruhan, investor asing membukukan *net sell* masif sebesar Rp 2,73 triliun di seluruh pasar pada hari tersebut.
Indy menjelaskan bahwa investor tampaknya masih enggan mengambil risiko di sektor perbankan. Data-data ekonomi yang belum sepenuhnya pulih menjadi penyebab utama kehati-hatian ini. Selain itu, penyaluran kredit yang belum menunjukkan peningkatan signifikan memicu kekhawatiran akan profitabilitas bank yang belum kembali pulih. “Outlook suku bunga yang masih belum jelas juga menjadi pertimbangan utama investor,” terangnya. Data menunjukkan penurunan pertumbuhan kredit sebesar 8,43% secara tahunan (*year on year*/yoy) pada Mei 2025, yang semakin memperkuat kekhawatiran tersebut.
Melihat kondisi ini, Oktavianus memperkirakan IHSG masih akan bergerak di rentang tekanan dalam jangka pendek, yakni antara level 6.800 hingga 6.900. Apalagi jika tensi geopolitik di Timur Tengah meningkat, terutama jika terbentuk aliansi antara Israel dan Iran, tekanan terhadap IHSG diprediksi akan semakin kuat. “Kami meyakini pasar akan masih sensitif terhadap keberlanjutan situasi di Timur Tengah,” sebutnya.
Meskipun pasar sedang dilanda tekanan, beberapa analis tetap memberikan rekomendasi saham menarik. Oktavianus Audi merekomendasikan saham PT Erajaya Swasembada Tbk (ERAA) dengan target harga beli Rp 570 per saham, serta PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) sebagai *spekulatif buy* dengan target harga Rp 8.400 per saham. Kedua saham ini dinilai layak dipertimbangkan dalam jangka pendek, baik dari sisi momentum maupun analisis teknikalnya. Sementara itu, Indy Naila menjagokan PT AKR Corporindo Tbk (AKRA) dengan target harga Rp 1.400 – Rp 1.500, dan PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) dengan target harga Rp 2.600. Rekomendasi ini bisa menjadi panduan bagi investor yang mencari peluang di tengah volatilitas pasar.