Peringatan Hari Ulang Tahun ke-80 Kemerdekaan Republik Indonesia di Istana Merdeka pada 17 Agustus mendatang akan hadir dengan kebijakan fleksibel terkait aturan berbusana. Istana Kepresidenan telah memutuskan bahwa masyarakat umum tidak diwajibkan untuk mengenakan pakaian adat, memberikan keleluasaan bagi para partisipan.
Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg), Prasetyo Hadi, dalam keterangannya di Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Selasa (12/8/2025), menegaskan bahwa fleksibilitas ini khusus ditujukan bagi masyarakat luas. “Untuk masyarakat, kami tidak mewajibkan penggunaan pakaian tertentu,” ujar Prasetyo. Kendati demikian, bagi para tamu undangan resmi yang hadir langsung di Istana, penggunaan pakaian adat tetap sangat diharapkan sebagai bentuk penghormatan dan kemeriahan.
Prasetyo juga memberikan panduan praktis bagi masyarakat yang ingin mengekspresikan semangat kemerdekaan melalui pilihan busana mereka. “Yang terpenting adalah semangat dan nuansa perayaan. Apabila di rumah memiliki pakaian berwarna merah atau yang bernuansa merah-putih, sangat dianjurkan untuk menggunakannya,” imbuhnya, menekankan esensi partisipasi daripada formalitas.
Kebijakan dresscode yang fleksibel ini dirancang untuk memastikan bahwa tidak ada kendala bagi masyarakat yang berkeinginan untuk berpartisipasi dalam perayaan sakral ini. Cukup dengan mengenakan pakaian sehari-hari yang sopan, setiap individu dapat turut serta dalam kemeriahan HUT ke-80 RI.
Selain aspek dresscode, kesiapan teknis untuk upacara peringatan proklamasi juga telah mencapai tahap final. Gladi perdana atau gladi kotor upacara detik-detik proklamasi sendiri telah dilaksanakan pada Selasa (12/8/2025), melibatkan sekitar 1.000 pengisi acara yang akan memeriahkan acara puncak.
Latihan awal ini mencakup sebagian besar rangkaian acara utama, termasuk segmen hiburan yang telah dipersiapkan. Momen menarik terlihat saat Calon Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) dan sejumlah perwira yang bertugas tetap melangsungkan latihan intensif di tengah guyuran hujan, menunjukkan dedikasi dan profesionalisme.
“Ini baru gladi kotor, di mana semua pihak yang akan tampil pada upacara peringatan proklamasi hadir untuk beradaptasi dengan lokasi,” jelas Prasetyo. Ia menambahkan, “Alhamdulillah suasana syahdu, meski mendung dan kemudian turun hujan, latihan tetap berlanjut,” menggambarkan keteguhan para peserta.
Menjelang Hari H, panitia masih terus menerima berbagai masukan dan ide untuk penampilan, menjadikan konsep acara tetap dinamis dan adaptif.
Prasetyo menegaskan, “Bagi kami selaku panitia, selama masukan tersebut dapat diakomodasi dan tidak mengganggu jalannya acara inti, itu tidak menjadi masalah. Sebab, semua pihak berkeinginan untuk berpartisipasi dan memeriahkan.”
Total 16.000 orang telah diundang oleh Istana untuk menyaksikan langsung upacara ini. Jumlah tersebut terbagi rata, yakni 8.000 orang untuk sesi upacara pengibaran bendera pada pagi hari dan 8.000 orang lainnya untuk upacara penurunan bendera di sore hari. Secara signifikan, 80 persen dari total kuota undangan ini dialokasikan khusus bagi masyarakat umum, menunjukkan komitmen Istana untuk melibatkan partisipasi publik secara luas.