Perdebatan Panas di Balik Rencana Perubahan Ukuran Rumah Subsidi: Maruarar Sirait Klaim Diskusi, Hashim Djojohadikusumo di Tengah Sorotan
Jakarta – Rencana Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) untuk mengubah aturan ukuran luas rumah subsidi menjadi sorotan tajam. Menteri PKP Maruarar Sirait, atau akrab disapa Ara, mengklaim telah mendiskusikan rencana strategis ini dengan Ketua Satgas Perumahan Hashim Djojohadikusumo. Pertemuan penting antara Ara dan adik Presiden Prabowo Subianto itu bahkan sempat dibagikan melalui akun Instagram @maruararsirait pada Selasa siang, 18 Juni 2025, memicu spekulasi publik.
Namun, saat dicecar awak media mengenai persetujuan Hashim terhadap rencana pengecilan luas bangunan rumah subsidi menjadi minimal 18 meter persegi, Ara memilih untuk tidak memberikan jawaban langsung. “Kami bicarakan. Nanti pada waktunya saya akan ajak Pak Hashim untuk melihat beberapa contoh (rumah ukuran 18 meter persegi),” ujar Ara saat ditemui usai acara serah terima rumah subsidi untuk pengemudi dan karyawan PT Bluebird Tbk di Kantor Bluebird, Selasa, 18 Juni 2025. Pernyataan ini menimbulkan tanda tanya besar mengenai posisi Hashim dalam isu kontroversial ini.
Ketidakjelasan sikap Hashim semakin mencuat setelah Anggota Satgas Perumahan Bonny Z. Minang sebelumnya mengungkapkan pada 1 Juni 2025 bahwa Hashim tidak diajak berkomunikasi perihal rencana perubahan ketentuan ukuran rumah subsidi oleh Kementerian PKP. Bonny menambahkan, ketika isu perubahan ukuran rumah subsidi mulai bergulir ke publik, Hashim diketahui sedang berada di London, memperkuat kesan adanya miskomunikasi atau ketidaksesuaian informasi di internal.
Dalam draf Keputusan Menteri PKP Nomor/KPTS/M/2025 yang sedang digodok, ukuran luas bangunan rumah subsidi dirancang minimal 18 meter persegi dan maksimal 36 meter persegi. Sementara itu, luas tanah direncanakan minimal 25 meter persegi dan maksimal 200 meter persegi. Angka ini kontras dengan aturan yang berlaku saat ini, yakni dalam Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 689/KPTS/M/2023, yang menetapkan ukuran luas bangunan rumah subsidi minimal 21 meter persegi dan maksimal 36 meter persegi, dengan luas tanah minimal 60 meter persegi dan maksimal 200 meter persegi.
Perubahan ukuran yang diusulkan ini tak pelak menuai pro dan kontra di berbagai kalangan. Meski demikian, politikus Partai Gerindra ini menegaskan bahwa belum ada keputusan final yang diambil. Ara mengklaim bahwa Kementerian PKP masih secara aktif menerima saran dan masukan dari semua pihak, serta menyatakan keterbukaan penuh terhadap kritik yang disampaikan. “Kami belum memutuskan apapun hari ini,” tegasnya.
Salah satu kritik keras datang dari CEO Indonesia Property Watch (IPW) Ali Tranghanda. Ia secara lugas menyatakan bahwa ukuran rumah 18 meter persegi sangat tidak layak dan berpotensi tidak sehat, terutama bila sasaran utamanya adalah masyarakat yang sudah berkeluarga. Pandangan ini menyoroti aspek kelayakan huni dan kesejahteraan keluarga dalam konteks perumahan rakyat.
Wakil Menteri PKP Fahri Hamzah pun mengakui adanya perdebatan sengit seputar rencana perubahan ukuran rumah subsidi ini. Meskipun demikian, ia memastikan rancangan aturan tersebut belum mencapai tahap finalisasi. Menariknya, Fahri sempat menyampaikan pandangan yang berbeda dengan arah perubahan yang diusulkan. “Itu yang benar seharusnya ukuran dibesarkan. Dari ukuran (bangunan) yang sekarang itu 36-40 meter persegi. Paling tidak 40 meter persegi. Jadi kami mau justru arahnya ke sana,” jelas Fahri seusai peluncuran Sumitro Institute di Cibubur, Jawa Barat, Minggu, 1 Juni 2025, menambah dimensi baru dalam diskusi internal kementerian.
Situasi ini menunjukkan bahwa kebijakan mengenai rumah subsidi masih dalam tahap yang sangat dinamis, dengan berbagai perspektif dan kepentingan yang saling berinteraksi, sebelum keputusan akhir diambil demi kesejahteraan masyarakat.
Ilona Estherina berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Setelah Para Jenderal Berduyun-duyun Masuk BUMN Tambang