Harga Minyak Dunia Melonjak: Permintaan Musim Panas dan Ketidakpastian Pasokan Picu Kenaikan Signifikan
JAKARTA – Harga minyak dunia menunjukkan penguatan yang substansial pada awal pekan ini, didorong oleh ekspektasi peningkatan permintaan seiring dimulainya musim panas di belahan bumi utara, di samping kekhawatiran yang terus membayangi terkait potensi gangguan pasokan dari negara-negara produsen utama.
Menurut data Bloomberg yang dihimpun pada Senin (2/6) pukul 15.10 WIB, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) tercatat di level US$ 62,48 per barel. Angka ini merefleksikan kenaikan yang signifikan sebesar 2,78% dibandingkan penutupan akhir pekan lalu yang berada di posisi US$ 60,79 per barel. Tak jauh berbeda, minyak Brent juga mengalami lonjakan, mencapai US$ 64,40 per barel, atau menguat 2,58% dibandingkan dengan harga akhir pekan sebelumnya.
Nanang Wahyudin, Research & Education Coordinator Valbury Asia Futures, menjelaskan bahwa penguatan harga minyak dunia ini terutama dipicu oleh dimulainya musim panas yang secara historis selalu meningkatkan permintaan bahan bakar secara global. Ia menambahkan, tren penguatan harga minyak ini berpotensi berlanjut hingga akhir tahun, terutama jika risiko gangguan pasokan tidak mereda.
Lebih lanjut, Nanang menyoroti potensi konflik di Timur Tengah, termasuk ketegangan di Selat Hormuz atau perselisihan antar negara produsen utama, sebagai faktor krusial yang dapat mengganggu aliran pasokan minyak global dan secara langsung mendongkrak harga. Selain itu, implementasi sanksi atau embargo baru terhadap negara-negara produsen besar seperti Iran, Rusia, atau Venezuela, serta potensi serangan terhadap infrastruktur energi, dapat semakin memperketat pasokan global.
Meski prospek penguatan tampak kuat, Nanang juga menggarisbawahi bahwa pergerakan harga minyak dunia ke depan akan sangat bergantung pada dua faktor penentu utama. Pertama, arah nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS). Mengingat harga minyak dibanderol dalam dolar AS, penguatan mata uang Paman Sam cenderung menekan harga minyak turun karena menjadi lebih mahal bagi pembeli yang menggunakan mata uang non-AS. Dengan kata lain, keputusan Federal Reserve (The Fed) mengenai suku bunga akan berperan penting; pemangkasan suku bunga oleh The Fed dapat melemahkan dolar AS dan secara teknikal mendorong kenaikan harga minyak.
Faktor kedua adalah kecepatan pemulihan ekonomi di Tiongkok dan India, dua konsumen minyak terbesar di dunia. Nanang memperingatkan, jika pertumbuhan ekonomi global melambat akibat suku bunga tinggi atau dampak perang dagang yang berlarut-larut, permintaan minyak dipastikan akan melunak dan memberi tekanan pada harga.
Melihat ke depan hingga akhir tahun, Nanang menilai potensi pelemahan maupun penguatan harga minyak dunia masih sangat terbuka. Ia memproyeksikan, harga WTI akan bergerak dalam rentang US$ 58 hingga US$ 65 per barel, sementara minyak Brent diperkirakan akan berada di kisaran US$ 62 hingga US$ 68 per barel.