Ragamutama.com – JAKARTA. Harga komoditas batubara di pasar berjangka menunjukkan tren peningkatan, memutus rangkaian penurunan yang terjadi selama dua bulan terakhir. Namun, pergerakan positif ini diyakini tidak terlalu dipengaruhi oleh kebijakan tarif yang diterapkan oleh Amerika Serikat (AS), yang baru-baru ini menciptakan ketidakpastian di pasar global.
Berdasarkan data dari Trading Economics, pada hari Selasa (27/5), harga batubara berjangka diperdagangkan pada level US$ 100,40 per ton. Angka ini mencerminkan kenaikan sebesar 5,02% dalam kurun waktu satu bulan.
Sebagai perbandingan, harga batubara berjangka sempat mencapai titik terendahnya dalam empat tahun terakhir pada bulan April, yaitu US$ 93,7 per ton.
Pada pekan lalu, harga batubara berjangka berhasil kembali ke level US$ 100 per ton dan terus bertahan hingga saat ini. Kenaikan ini terjadi bersamaan dengan adanya kesepakatan penundaan tarif antara AS dan beberapa negara, termasuk China dan Uni Eropa.
Tensi Perang Perang Mereda, Harga Batubara Kembali Menyala
Namun, Analis Doo Financial Futures, Lukman Leong, berpendapat bahwa sentimen positif terkait penundaan tarif bukanlah faktor utama yang mendorong penguatan harga batubara berjangka saat ini.
“Menurut saya, investor tidak akan terlalu terburu-buru merespons isu-isu terkait tarif, mengingat inkonsistensi dan kontroversi yang seringkali muncul dari kebijakan Trump, kecuali ada kesepakatan yang benar-benar resmi,” ujar Lukman kepada Kontan, Selasa (27/5).
Lukman meyakini bahwa kenaikan harga batubara berjangka lebih disebabkan oleh kondisi cuaca ekstrem yang menyebabkan banjir besar di Australia, sehingga menghambat aktivitas produksi.
Secara historis, banjir di Australia, sebagai salah satu negara produsen batubara utama, memang seringkali memicu kenaikan harga. Kejadian serupa pernah terjadi pada tahun 2022.
Meskipun demikian, Lukman memperkirakan bahwa penguatan harga ini hanya bersifat sementara. Pasar masih mewaspadai potensi kelebihan pasokan seiring dengan peningkatan produksi dari negara-negara produsen batubara lainnya.
“Saat ini belum ada data positif yang mendukung kenaikan harga. Pasokan masih sangat besar, terutama dari Indonesia. Produksi di China dan India juga masih sangat tinggi,” jelas Lukman.
Kementerian ESDM Tetapkan Harga Batubara Acuan Periode Awal Mei 2025
Pada bulan April, produksi batubara India dilaporkan meningkat sebesar 3,63% secara tahunan (yoy). Selain itu, China juga berencana untuk meningkatkan produksinya sebesar 1,5% secara yoy menjadi 4,82 miliar ton pada tahun ini. Sejalan dengan itu, Kementerian ESDM juga menargetkan peningkatan produksi batubara sebesar 3,52% secara yoy menjadi 735 juta ton pada tahun ini.
Kondisi pasokan yang melimpah ini semakin diperburuk oleh risiko penurunan permintaan akibat tren peralihan ke sumber energi alternatif.
Lukman memproyeksikan bahwa harga batubara berjangka akan kembali turun ke kisaran US$ 90 – US$ 95 per ton hingga kuartal III-2025. Menurutnya, kondisi ekonomi China dan India, sebagai konsumen batubara terbesar di dunia, akan menjadi faktor penentu arah pergerakan harga batubara di masa mendatang.