Koalisi Advokat Pemantau Peradilan (KAPP) telah resmi melayangkan aduan kepada Badan Pengawas Mahkamah Agung (Bawas MA) terkait dugaan pelanggaran kode etik oleh hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Aduan ini, yang teregistrasi secara e-court pada Kamis (19/6), menyangkut penanganan perkara perdata antara Agnez Mo dan Ari Bias.
Dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim ini muncul setelah Agnez Mo sebelumnya divonis bersalah karena menyanyikan lagu “Bilang Saja” tanpa izin yang sah. Vonis tersebut dinilai melanggar Pasal 9 Ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, memicu keresahan di kalangan advokat.
Menanggapi aduan tersebut, Inspektur Wilayah II Bawas MA, Suradi, membenarkan bahwa pihaknya telah menerima pengaduan dari KAPP pada Jumat (20/6). “Memang benar, kemarin tanggal 19 Juni, kami menerima pengaduan dari Koalisi Advokat Pemantau Peradilan, tentang dugaan adanya Kode Etik dan pedoman yang berlaku dari Hakim,” ujar Suradi di Ruang Rapat Komisi III DPR. Suradi menegaskan, Bawas MA akan segera melakukan pemeriksaan menyeluruh untuk memastikan kebenaran aduan tersebut. “Apakah ada pelanggaran atau tidak, istilahnya masih dugaan ya. Itu akan kami periksa,” jelasnya.
Dalam aduan mereka, Koalisi Advokat Pemantau Peradilan menggarisbawahi dua poin krusial yang mereka nilai sebagai bentuk pengabaian prinsip hukum. Pertama, Majelis Hakim dinilai mengabaikan ketentuan Pasal 23 Ayat 5 dan Pasal 87 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Kedua pasal tersebut secara jelas menyebutkan bahwa Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) dan penyelenggara acara adalah pihak yang seharusnya bertanggung jawab atas pembayaran royalti. Namun, dalam putusannya, hakim justru menuntut kerugian dari pihak penyanyi.
Selain itu, KAPP juga menyoroti pengabaian keterangan ahli dari pihak tergugat, yakni Ahli Muda Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI). Keterangan ahli ini dianggap relevan namun tidak dipertimbangkan secara semestinya dalam pengambilan putusan kasus hak cipta tersebut.
Aduan Koalisi Advokat Pemantau Peradilan ini tak pelak mendapat dukungan penuh dari Komisi III DPR RI. Ketua Komisi III, Habiburokhman, mendesak Bawas MA untuk segera menindaklanjuti aduan tersebut. “Kami menduga bahwa proses pemeriksaan dan putusannya tidak selaras dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku,” tegas Habiburokhman.
Komisi III DPR RI juga sepakat dengan penjelasan yang disampaikan oleh Dirjen DJKI, Razilu, yang menegaskan bahwa kewajiban pembayaran royalti atas hak penampilan (performing rights) seharusnya diemban oleh pelaksana acara atau promotor. Menyikapi putusan kasus Agnez Mo, Habiburokhman menjelaskan bahwa putusan perdata tersebut tidak bersifat *erga omnes* atau mengikat semua pihak, melainkan hanya mengikat dua belah pihak yang bersengketa. Berbeda halnya dengan putusan Mahkamah Agung yang bersifat *erga omnes*.
Oleh karena itu, Komisi III DPR RI menyatakan kesiapannya untuk mengawal secara ketat proses hukum kasasi yang diajukan oleh pihak Agnez Mo ke Mahkamah Agung. Dukungan ini diharapkan dapat memastikan keadilan dan kepatuhan terhadap prinsip hukum dalam penanganan kasus-kasus hak cipta di Indonesia.