Wacana penyelenggaraan ibadah haji dan umrah melalui jalur laut semakin mengemuka, menarik perhatian berbagai pihak termasuk Asosiasi Pemilik Pelayaran Nasional Indonesia (INSA). Dewan Pengurus Pusat (DPP) INSA melihat potensi ekonomi yang signifikan dari gagasan ini, namun sekaligus menyoroti berbagai tantangan besar yang memerlukan mitigasi komprehensif.
Ketua Umum DPP INSA, Carmelita Hartoto, menyatakan kesiapan pihaknya untuk terlibat aktif dalam pembahasan wacana ini. “Memang benar bahwa wacana ini sedang menjadi bahan pembicaraan. Pemerintah juga sudah membicarakan dengan Saudi Arabia. Ini adalah peluang bisnis, dan kami siap untuk dilibatkan,” ujar Carmelita saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Sabtu, 12 Juli 2025.
Meskipun demikian, Carmelita menekankan bahwa perjalanan haji dan umrah melalui jalur laut menghadirkan tantangan multidimensional yang membutuhkan kajian mendalam. Aspek waktu dan biaya menjadi sorotan utama, mengingat durasi pelayaran yang mencapai sekitar 5.000 nautical mile (NM). Dengan kecepatan kapal rata-rata 15 knot, perjalanan satu arah diperkirakan memakan waktu hingga 14 hari. Kompleksitas operasional juga tak luput dari perhatian, termasuk penanganan kondisi darurat seperti jemaah yang sakit atau bahkan meninggal dunia selama pelayaran panjang tersebut.
Semua tantangan ini, menurut Carmelita, harus diperhitungkan secara menyeluruh, mencakup pengelolaan logistik yang rumit, penyediaan fasilitas yang memadai di kapal, hingga struktur biaya yang dibutuhkan untuk menopang operasional haji jalur laut. Lebih lanjut, ketersediaan armada kapal penumpang yang memenuhi standar menjadi pertanyaan krusial. “Apakah dengan menyewa atau membeli kapal? Mengingat kita tidak punya kapal penumpang yang ‘ready‘ untuk menjalankan ini,” tambahnya.
Carmelita mengungkapkan bahwa DPP INSA belum menerima detail pasti mengenai rencana pemerintah, meski telah mendengar adanya sejumlah penawaran dari berbagai pihak terkait proyek ini. Oleh karena itu, ia sangat berharap agar para pelaku usaha pelayaran nasional dapat dilibatkan secara aktif dalam setiap kajian dan perencanaan ke depan. “Kita belum tahu apa dan bagaimana rencana pemerintah. Walau sudah mendengar banyak pihak yang memberikan penawaran. Kita mengharapkan para pelaku usaha nasional bisa dilibatkan dalam kajian ini,” tegasnya.
Gagasan penyelenggaraan ibadah haji melalui jalur laut ini mulai mencuat setelah kunjungan Presiden Prabowo bersama jajarannya ke Arab Saudi pada 2 Juli lalu. Menanggapi hal tersebut, Kementerian Agama (Kemenag) kini tengah menjajaki komunikasi dengan otoritas Arab Saudi untuk mewujudkan rencana ambisius ini.
Menteri Agama Nasaruddin Umar berpandangan bahwa jika infrastruktur pendukung seperti pelabuhan dan sarana transportasi laut telah siap, penyelenggaraan haji dan umrah via laut berpotensi menjadi pilihan yang lebih terjangkau bagi masyarakat. Namun, Nasaruddin juga menegaskan bahwa wacana ini masih memerlukan kajian mendalam, khususnya dari aspek efisiensi waktu dan biaya.
Senada dengan Kemenag, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menyatakan bahwa rencana ini memerlukan studi komprehensif guna menjamin keamanan dan kelancaran pelaksanaannya. Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kemenhub, Ernita Titis Dewi, menjelaskan bahwa kajian menyeluruh dibutuhkan untuk memastikan kesiapan sarana dan prasarana. Hal ini meliputi kondisi pelabuhan, kelengkapan fasilitas pendukung seperti bea cukai dan imigrasi, serta sistem layanan esensial lainnya. Selain itu, Kemenhub juga menyoroti keterbatasan armada kapal yang tersedia dan pentingnya perbandingan biaya transportasi laut agar benar-benar bisa lebih kompetitif dibandingkan jalur udara.
Pilihan Editor: Mengapa Manajemen Layanan Haji Kacau Terus