Perjuangan Gregoria Mariska Tunjung Melawan Vertigo: Tekad Kuat Comeback Usai Absen Panjang
Pebulu tangkis tunggal putri andalan Indonesia, Gregoria Mariska Tunjung, telah melewati masa-masa sulit akibat cedera vertigo yang memaksanya absen sejak Sudirman Cup 2025. Atlet berusia 25 tahun ini akhirnya buka suara mengenai kondisi kesehatannya dan progres pemulihan yang dijalaninya. Seperti diketahui, vertigo adalah kondisi di mana penderitanya merasakan pusing hebat, disertai sensasi dirinya atau sekelilingnya berputar, hingga memerlukan perawatan di rumah sakit.
Dalam konferensi pers yang diadakan di Istora Senayan, Jakarta, pada Rabu (4/6/2025), Gregoria menyampaikan kabar baik. “Puji Tuhan kondisi saya per hari ini semakin membaik. Saya sudah bisa mengikuti latihan. Namun, karena kemarin sempat absen cukup lama, perlu waktu untuk kembali beradaptasi,” ujar Gregoria. Ia menambahkan bahwa proses pemulihan masih berlangsung bertahap, dengan fokus utama pada pengembalian kondisi fisik. Harapannya, pemulihan bisa berjalan cepat dan vertigo tidak kambuh lagi.
Salah satu kekhawatiran terbesar bagi Gregoria adalah kemungkinan vertigo kambuh saat latihan intensif. “Efek di latihan itu sebetulnya yang paling ditakutkan adalah kambuh saat latihan,” jelasnya. Ia menceritakan pengalamannya sebelum berangkat ke Kejuaraan Asia, di mana latihan yang melibatkan gerakan cepat dan kelincahan dengan *shuttlecock* memicu pusing. “Yang mengganggu adalah saya tidak mengetahui pemicu pastinya,” imbuh Gregoria, menjelaskan bahwa gerakan cepat membuatnya rentan mengalami vertigo. Kondisi ini sebelumnya bahkan membuatnya sama sekali tidak bisa bergerak dan harus absen dari beberapa turnamen.
Untuk mengatasi kondisinya, peraih medali perunggu Olimpiade Paris 2024 ini kini rutin menjalani akupunktur, yang menurut banyak orang sangat membantu penderita vertigo. “Hal yang sekarang saya lakukan adalah rajin akupunktur, cek ke rumah sakit setiap satu minggu sekaligus *follow-up* kondisi dengan dokter,” paparnya. Program latihan pun disesuaikan berkat koordinasi yang baik antara dokter dan pelatih. Perkembangan positif terlihat signifikan, meski vertigo masih bisa kambuh, intensitasnya sudah sangat ringan. “Sebelumnya, kalau satu kali kambuh, saya bisa sekitar 5 jam hanya bisa berbaring, selanjutnya muntah-muntah terus kalau tidak diinfus. Sekarang, dengan akupunktur dan dibantu fisioterapi untuk latihan keseimbangan, puji Tuhan semakin membaik dan kambuhnya tidak separah beberapa waktu lalu,” terang Gregoria lega.
Gregoria mengungkapkan kerinduannya untuk segera kembali bertanding di level tertinggi. “Pastinya saya ingin segera bertanding,” tegasnya. Namun, ia menyadari tantangan besar yang dihadapinya. “Kalau tidak ada vertigo, rasanya aman saja dan badan saya sehat. Tapi kalau vertigo menyerang, rasanya langsung badan saya *drop* 100 persen.” Ia berharap bisa kembali bertanding di Japan Open (15-20 Juli) dan berdoa agar vertigo tidak kambuh lagi. “Saya dan Micha (Angelo, suaminya) sempat kewalahan karena vertigo bisa kambuh kapan pun. Semoga proses penanganan dan pemulihan ini membuat saya cepat bertanding lagi,” harapnya penuh optimisme.
Selama masa pemulihan, Gregoria didampingi oleh seorang individu khusus untuk membantunya dalam latihan keseimbangan, di luar latihan teknik di lapangan dengan pelatih. “Selama vertigo, saya sangat menghindari gerakan-gerakan cepat dan terkena sinar lampu,” jelas Gregoria, merujuk pada terapi bertahap seperti dari duduk ke berdiri atau tidur ke bangun. Pendamping ini sangat membantu karena mereka memahami kondisinya dan dapat langsung melaporkan progres kepada pelatih atau kepala pelatih. Meski sedih karena harus absen di beberapa turnamen, Gregoria menyadari bahwa istirahat adalah jalan terbaik saat ini. “Pastinya saya berharap doanya supaya vertigonya benar-benar hilang dan bisa bertanding lagi. Saya juga ingin mengusahakan pencapaian terbaik pada setiap turnamen yang saya ikuti,” tekadnya.
Sayangnya, Gregoria tidak dapat mengajukan proteksi *ranking* karena aturan minimum absen adalah tiga bulan, dan waktu tersebut tidak cukup untuk Japan Open. Meskipun demikian, Gregoria bersama pelatihnya tetap optimis bisa berkompetisi di turnamen bergengsi tersebut.