Golkar Bereaksi: MK Ubah Pemilu Nasional & Daerah?

Avatar photo

- Penulis

Sabtu, 28 Juni 2025 - 18:34 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Putusan MK Ubah Sistem Pemilu: Golkar Kaji Dampak Pemisahan Nasional-Daerah, Revisi UU Politik Terbuka

Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar, Muhammad Sarmuji, menyatakan pihaknya akan segera mengkaji secara mendalam putusan terbaru Mahkamah Konstitusi (MK) yang merombak sistem kepemiluan di Indonesia. Meskipun menegaskan bahwa putusan MK tersebut bersifat final dan mengikat, Golkar melihat adanya ruang bagi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk menyesuaikan undang-undang yang relevan. Perubahan signifikan ini memisahkan penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) nasional dengan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) dan Pemilihan Legislatif (Pileg) DPRD, menciptakan dinamika baru dalam kalender demokrasi.

Dalam putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024, MK memutuskan Pileg DPR, DPD, dan Pemilihan Presiden (Pilpres) akan tetap digelar secara serentak. Namun, terdapat pemisahan mencolok pada Pileg DPRD Provinsi, Kabupaten/Kota, yang kini akan digabung dengan Pilkada. Pelaksanaan Pilkada dan Pileg DPRD ini dijadwalkan dua tahun setelah pelantikan anggota DPR, DPD, serta Presiden dan Wakil Presiden. Ini merupakan perubahan fundamental dari sistem sebelumnya, di mana Pileg DPRD dilaksanakan bersamaan dengan Pileg DPR, DPD, dan Pilpres, sementara hanya Pilkada yang digelar terpisah.

Menyikapi putusan ini, Sarmuji menegaskan sifatnya yang final dan mengikat. “Ya keputusan MK itu final dan mengikat, ya, sifatnya, meskipun ya banyak orang masih bertanya-tanya kenapa MK memutuskan hal seperti itu. Tetapi, apa pun itu, [putusannya] final dan mengikat,” ujar Sarmuji kepada wartawan di DPP Golkar, Jakarta, Sabtu (28/6). Kendati demikian, ia menambahkan bahwa partainya akan mengkaji amar putusan secara mendalam untuk disesuaikan dengan agenda revisi Undang-Undang Politik yang tengah digagas.

Baca Juga :  Wajib Tonton: Daftar Drama & Film Terbaik D.O. EXO, Termasuk The Manipulated!

Sarmuji juga memberikan klarifikasi penting mengenai batasan putusan MK. Menurutnya, putusan yang final dan mengikat hanya berlaku untuk objek gugatan yang diajukan. Hal ini tidak serta-merta menghalangi DPR sebagai lembaga pembentuk undang-undang untuk menyusun atau merevisi aturan baru yang tidak berbenturan dengan pokok gugatan di MK. “Yang final dan mengikat atas keputusan MK itu adalah objek dari gugatan tersebut. Itu tidak menghalangi DPR untuk membuat UU yang mungkin saja bisa menyesuaikan dengan keputusan MK itu atau membuat UU yang relatif baru, poin-poin baru, asalkan tidak, bukan sesuatu yang menjadi objek gugatan MK kemarin,” jelasnya. Sarmuji juga menyoroti perlunya perincian lebih lanjut terkait implementasi pemisahan Pemilu nasional dan daerah ini, serta menyatakan kesiapan DPR untuk membahas segala kemungkinan.

Putusan MK tersebut dibacakan dalam sidang uji materiil terhadap UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota Menjadi UU. Gugatan uji materiil ini diajukan oleh Yayasan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), yang diwakili oleh Khoirunnisa Nur Agustyati selaku Ketua Pengurus dan Irmalidarti sebagai Bendahara Pengurus.

Baca Juga :  Prabowo Instruksikan Renovasi Ribuan Sekolah Rusak di 2024

Dalam penjelasannya, Wakil Ketua MK Saldi Isra memaparkan pertimbangan di balik keputusan menggabungkan Pileg DPRD provinsi/kabupaten/kota dengan Pilkada, serta memberi jeda waktu paling cepat 2 tahun dan paling lama 2 tahun 6 bulan. Ia menjelaskan bahwa pengaturan masa transisi atau peralihan masa jabatan kepala daerah dan anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota membutuhkan “rekayasa konstitusional” yang menjadi kewenangan pembentuk undang-undang. MK menegaskan bahwa penyelenggaraan Pilpres, Pileg DPR, dan DPD yang terpisah dari Pilkada dan Pileg DPRD provinsi/kabupaten/kota akan dilaksanakan mulai Pemilu 2029 untuk tingkat nasional. Sementara itu, Pemilu anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota dan Pilkada akan diselenggarakan sesuai dengan jangka waktu baru yang telah ditetapkan.

Atas dasar pertimbangan tersebut, MK menilai Pasal 167 ayat 3 dan Pasal 347 ayat 1 UU 7 tahun 2017, serta Pasal 3 ayat 1 UU 8 tahun 2015, sepanjang berkenaan dengan model keserentakan Pemilu, bertentangan dengan UUD 1945. Putusan ini menandai era baru dalam tata kelola Pemilu di Indonesia, memisahkan secara jelas siklus Pemilu nasional dan daerah.

Berita Terkait

Bobby Nasution Terseret Korupsi PUPR Sumut? Ini Peluang Pemeriksaannya!
Geopolitik Panas, APBN Aman: Bansos Tetap Cair!
Quartararo Ungkap Rahasia Yamaha Perkasa di MotoGP Belanda!
Putusan MK Pemilu Nasional-Lokal: Pro Kontra Mengemuka!
MK Putuskan, Masa Jabatan DPRD Bisa Lebih Lama? Ini Kata KPU!
PKS Desak Revisi UU Pemilu Usai Putusan MK: Apa Dampaknya?
MK Ketok Palu: Reaksi DPR soal Pemilu Nasional & Daerah
Pernyataan Bersama Prabowo Subianto dan Anwar Ibrahim Soal Iran-Israel

Berita Terkait

Sabtu, 28 Juni 2025 - 20:45 WIB

Geopolitik Panas, APBN Aman: Bansos Tetap Cair!

Sabtu, 28 Juni 2025 - 18:46 WIB

Quartararo Ungkap Rahasia Yamaha Perkasa di MotoGP Belanda!

Sabtu, 28 Juni 2025 - 18:34 WIB

Golkar Bereaksi: MK Ubah Pemilu Nasional & Daerah?

Sabtu, 28 Juni 2025 - 14:57 WIB

Putusan MK Pemilu Nasional-Lokal: Pro Kontra Mengemuka!

Sabtu, 28 Juni 2025 - 14:04 WIB

MK Putuskan, Masa Jabatan DPRD Bisa Lebih Lama? Ini Kata KPU!

Berita Terbaru

finance

Investasi Sejak Dini: Tips Henky Suryaputra Hindari Risiko!

Sabtu, 28 Jun 2025 - 21:33 WIB

Urban Infrastructure

Juliana Marins: Media Asing Ungkap Penyebab Kematian dari Hasil Otopsi

Sabtu, 28 Jun 2025 - 21:10 WIB