“`html
JAKARTA, RAGAMUTAMA.COM – Bane Raja Manalu, seorang anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi PDI-Perjuangan (PDIP), mengungkapkan kekecewaannya atas kelambanan pemerintah dalam mengimplementasikan rekomendasi perbaikan tata kelola Geopark Kaldera Toba.
Menurutnya, penundaan ini berpotensi mengakibatkan pencabutan status Geopark Kaldera Toba sebagai bagian dari UNESCO Global Geopark (UGGp).
“Kita sudah diberi peringatan, semacam ‘kartu kuning’, dan diberikan waktu dua tahun untuk melakukan perbaikan yang diperlukan. Jangan sia-siakan kesempatan ini. Kita harus mencegah agar status Toba di UNESCO Global Geopark tidak dicabut, karena penyesalan akan datang kemudian,” tegas Bane kepada awak media, pada hari Rabu (14/5/2025).
Bane menjelaskan bahwa pengakuan global oleh UNESCO terhadap Geopark Kaldera Toba seharusnya memberikan manfaat signifikan, seperti meningkatkan sektor pariwisata, memacu pertumbuhan ekonomi lokal, mendorong pelestarian lingkungan, dan meningkatkan kesadaran akan warisan geologi melalui konsep edu-wisata.
Namun demikian, ia menekankan bahwa status geopark bukanlah jaminan otomatis bahwa Danau Toba akan menjadi destinasi wisata unggulan.
Lebih lanjut, politikus dari PDIP ini menyatakan bahwa label geopark bukanlah tujuan akhir, melainkan tanggung jawab yang harus dipenuhi.
“Inilah pentingnya pemahaman dan keseriusan dari pemerintah provinsi untuk menerapkan tata kelola yang baik di Geopark Kaldera Toba. Jangan sampai setiap pergantian kepala dinas diikuti dengan perubahan kebijakan,” kata Bane.
Bane menambahkan bahwa pemerintah juga perlu mengedukasi masyarakat tentang pentingnya pengelolaan kawasan Danau Toba sebagai daya tarik pariwisata yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar.
Anggota DPR RI yang mewakili Dapil Sumatera Utara III ini juga menyoroti kurangnya peran Badan Pengurus (BP) Toba Caldera UNESCO Global Geopark (TCUGGp), yang praktis tidak aktif dalam dua tahun terakhir karena keterbatasan anggaran.
“Saya sangat prihatin dengan kondisi pengelolaan Danau Toba saat ini. Padahal, Danau Toba memiliki potensi besar untuk menarik wisatawan berkualitas yang akan meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat di sekitarnya,” ungkap Bane.
Ia berharap agar pengelolaan dapat diperbaiki dalam waktu dekat agar status geopark Toba dapat dipertahankan.
“Semoga dalam waktu satu atau dua bulan ke depan, pengelolaan Danau Toba dapat menunjukkan perkembangan positif, sehingga UNESCO tidak mencabut status Kaldera Toba dari UNESCO Global Geopark,” harap Bane.
Selain itu, Bane juga menyoroti perlunya evaluasi terhadap pengelolaan geopark oleh Kementerian ESDM.
Saat ini, geopark di Indonesia, baik yang berskala nasional maupun yang diakui UNESCO, berada di bawah tanggung jawab Kementerian ESDM.
“Dengan banyaknya tugas yang diemban Kementerian ESDM, timbul kekhawatiran bahwa pengelolaan geopark tidak akan menjadi prioritas utama. Padahal, mendapatkan status Geopark dari UNESCO bukanlah hal yang mudah,” jelas Bane.
Oleh karena itu, Bane menekankan pentingnya membangun kelembagaan pariwisata yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan (multi-stakeholder).
Sesuai dengan RUU Pariwisata yang diajukan oleh Komisi VII DPR RI, pengelolaan pariwisata akan lebih efektif jika tidak hanya berada di bawah Kementerian Pariwisata, tetapi juga melibatkan Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Perhubungan, serta Kementerian Kehutanan.
“Kelembagaan pariwisata yang multi-stakeholder akan menghasilkan pengelolaan pariwisata nasional yang lebih progresif, berdampak lebih besar, dan mempermudah pelaksanaan kebijakan yang telah ditetapkan,” papar politikus PDIP tersebut.
Sebagai informasi tambahan, Kaldera Toba secara resmi diakui sebagai anggota UGGp pada tanggal 7 Juli 2020, dalam Sidang Ke-209 Dewan Eksekutif UNESCO di Paris.
Namun, status keanggotaan Geopark Kaldera Toba sebagai bagian dari UNESCO Global Geopark (UGGp) kini menghadapi ancaman pencabutan karena dua tahun masa perbaikan yang diberikan oleh UNESCO tidak dimanfaatkan secara optimal oleh pihak pengelola.
Wilmar E Simandjorang, Ketua Pusat Studi Geopark Indonesia, menyatakan bahwa waktu yang tersisa untuk melakukan perbaikan hanya tinggal satu bulan sebelum tim asesor UNESCO melakukan evaluasi ulang pada bulan Juni 2025.
“Waktu yang tersisa untuk melakukan pembenahan hanya tinggal satu bulan lagi sebelum kedatangan tim asesor dari UNESCO pada bulan Juni ini. Namun, hingga saat ini, belum ada perbaikan yang signifikan. Badan pengelola juga tidak berfungsi selama dua tahun terakhir,” ungkap Wilmar, pada hari Senin (12/5/2025), seperti yang dikutip dari Kompas.id.
Sejak menerima peringatan atau “kartu kuning” dari UNESCO pada bulan September 2023, empat rekomendasi penting belum dilaksanakan secara maksimal.
Keempat rekomendasi tersebut meliputi: peningkatan kegiatan edukasi berbasis riset, revitalisasi dan optimalisasi badan pengelola, pelaksanaan pelatihan manajemen untuk memahami prinsip-prinsip geopark global, serta peningkatan visibilitas melalui pembangunan gerbang, monumen, dan panel interpretasi.
“Ketika pengunjung datang ke kawasan Danau Toba, hampir tidak ada papan informasi mengenai Geopark Kaldera Toba. Apalagi pelaksanaan tata kelola dan pembangunan yang berlandaskan prinsip geopark, masih sangat jauh dari harapan,” pungkas Wilmar.
“`