Gempa bumi berkekuatan 4.7 magnitudo yang mengguncang wilayah Karawang pada Rabu (20/8) malam menyisakan cerita berbeda di dua dusun di Desa Kutalanggeng. Jika Dusun 2 Kampung Naringgul relatif cepat pulih dengan dampak minim, lain halnya dengan Dusun Jungkur yang justru menanggung kerusakan lebih signifikan akibat guncangan tersebut.
Kepala Dusun 2 Kampung Naringgul, Encim, memastikan bahwa situasi di wilayahnya telah kembali normal pascagempa. Berdasarkan pendataan awal, hanya tiga rumah warga yang mengalami kerusakan ringan. “Kerusakan di Dusun Naringgul, tiga rumah rusak ringan,” ungkap Encim saat ditemui kumparan sehari setelah kejadian.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatat pusat gempa berada di darat, sekitar 19 kilometer tenggara Kabupaten Bekasi, dengan titik koordinat 6.52 LS dan 107.25 BT. Lokasi episenter ini, yang berada di tengah persawahan Desa Kutalanggeng, Karawang, Jawa Barat, berjarak sekitar 300 meter dari permukiman terdekat. Observasi di lapangan menunjukkan rumah-rumah di Naringgul mayoritas masih berdiri kokoh, dengan hanya beberapa tembok yang retak. Infrastruktur jalan desa juga terpantau aman, tanpa kerusakan berarti pada jalanan semen maupun tanah.
Namun demikian, gambaran berbeda terkuak di Dusun Jungkur, yang juga berada di Desa Kutalanggeng, Kecamatan Tegalwaru, Karawang. Berjarak sekitar 3 kilometer dari Dusun 2 Kampung Naringgul, akses menuju Jungkur menantang, harus melewati hutan dan perbukitan. Di sinilah dampak gempa terasa lebih berat, di mana tercatat 17 rumah mengalami rusak ringan dan dua rumah rusak sedang.
Salah satu warga terdampak parah adalah Fatimah (50), penghuni Dusun Jungkur. Rumahnya nyaris ambruk akibat guncangan semalam, dan kini terpaksa ditopang dengan penyangga bambu seadanya. Dengan nada bergetar, Fatimah menceritakan kengerian saat gempa melanda. “Saya lagi tidur, tempat tidurnya itu sampai ngancul-ngancul (bergoyang-goyang) begitu. Terus suara di atas itu gumuruh. Ini rumah mungkin mau jatuh ambruk,” kenangnya, menggambarkan detik-detik mencekam saat kediamannya seolah akan roboh.
Fatimah melanjutkan, kepanikan memuncak ketika putrinya berteriak mendesaknya untuk segera menyelamatkan diri. “‘Ayo mama cepat itu mau rubuh ini rumah mau ambruk’,” tiru Fatimah, menirukan ucapan anaknya yang sambil memapahnya keluar rumah. Keduanya merasakan lemas tak bertenaga diliputi ketakutan. Meski gempa dirasakan kurang dari 10 detik, intensitas guncangannya yang sangat kencang membuat Fatimah dan para tetangganya spontan berlarian ke luar rumah mencari tempat aman.
“Pas ke luar udah rame pada keluar semua. Iya panik,” tutup Fatimah, menggambarkan suasana kepanikan massal yang menyelimuti warga Dusun Jungkur sesaat setelah bumi berguncang hebat.