OJK Terapkan Aturan Co-payment Asuransi Kesehatan: Tekan Overutilisasi, Simak Dampaknya bagi Pemegang Polis dan Prospek Saham Rumah Sakit
Ragamutama.com, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) secara resmi memberlakukan aturan baru yang signifikan terkait klaim asuransi kesehatan. Kebijakan ini merupakan langkah strategis OJK untuk menekan potensi *overutilization*, atau penggunaan layanan medis yang berlebihan dan tidak perlu, dalam klaim asuransi kesehatan yang kerap membebani perusahaan asuransi.
Untuk itu, OJK kini mewajibkan skema *cost-sharing* atau tanggungan bersama. Pemegang polis asuransi kesehatan diwajibkan menanggung biaya minimum sebesar 10% dari nilai klaim yang diajukan, sebuah mekanisme yang dikenal sebagai *co-payment*. Dalam aturan tersebut, OJK juga telah menetapkan batas maksimum biaya yang harus ditanggung langsung oleh nasabah:
* Rawat Jalan: Maksimal Rp 300.000 per klaim
* Rawat Inap: Maksimal Rp 3.000.000 per klaim
Meski demikian, perusahaan asuransi memiliki fleksibilitas untuk menetapkan batas *co-payment* yang lebih tinggi, misalnya 20% dengan batas maksimal Rp 500.000 untuk rawat jalan dan Rp 5.000.000 untuk rawat inap, asalkan ketentuan tersebut tercantum jelas dalam polis asuransi yang disepakati. Penerapan kebijakan ini diharapkan dapat membuat nasabah lebih selektif dan bertanggung jawab dalam menggunakan layanan medis.
Pemberlakuan kebijakan *co-payment* ini tentu menimbulkan pertanyaan besar mengenai dampaknya terhadap sektor rumah sakit. Menurut Analis BRI Danareksa Sekuritas, Ismail Fakhri Suweleh, dalam risetnya pada 5 Juni 2025, regulasi ini justru berpotensi membawa dampak positif bagi rumah sakit. “Arus kas operasional (Operating Cash Flow/OCF) rumah sakit diperkirakan akan meningkat signifikan berkat adanya pembayaran langsung dari pasien pemegang asuransi swasta,” papar Ismail.
Namun, di sisi lain, Ismail juga menyoroti adanya faktor risiko, yaitu potensi penurunan volume kunjungan pasien. Hal ini bisa terjadi karena meningkatnya kesadaran biaya yang harus ditanggung sendiri oleh pasien, mendorong mereka untuk lebih mempertimbangkan kebutuhan medis sebelum menggunakan layanan rumah sakit. Meski demikian, rumah sakit yang membidik segmen kelas menengah ke atas dan memiliki basis pasien swasta yang kuat dinilai lebih tangguh dalam menghadapi regulasi ini. “Daya bayar yang lebih tinggi di segmen tersebut menjadi kunci ketahanan mereka,” jelas Ismail.
Bagi investor, kebijakan ini turut menjadi pertimbangan penting dalam melihat prospek saham-saham rumah sakit. Ismail merekomendasikan beberapa *top pick* saham pilihannya, di antaranya PT Mitra Keluarga Karyasehat Tbk (MIKA), PT Medikaloka Hermina Tbk (HEAL), dan PT Siloam International Hospitals Tbk (SILO). Berdasarkan riset sebelumnya, Ismail secara konsisten merekomendasikan “beli” untuk ketiga emiten rumah sakit tersebut. Ia memberikan target harga Rp 2.850 per saham untuk SILO, Rp 1.750 per saham untuk HEAL, dan Rp 3.200 per saham untuk MIKA. “Kami masih menantikan komentar dan panduan terbaru dari masing-masing manajemen rumah sakit terkait implementasi regulasi ini untuk mendapatkan gambaran yang lebih lengkap,” tutup Ismail.