Proyeksi Harga Emas Dunia Melonjak: Mirae Asset Rekomendasikan Saham Emas untuk Trading Jangka Pendek
JAKARTA – Lonjakan signifikan harga emas dunia dalam beberapa bulan terakhir telah berhasil menyita perhatian serius dari para pelaku pasar global. Di tengah ketidakpastian ekonomi global yang masih membayangi, PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia melihat peluang emas dan menilai saham-saham emiten yang terkait dengan logam mulia ini sangat layak untuk dipertimbangkan sebagai pilihan *trading* jangka pendek.
Farras Farhan, Research Analyst Mirae Asset, menyatakan optimismenya yang kuat terhadap potensi penguatan harga logam mulia dalam waktu dekat. Ia memproyeksikan bahwa harga emas dunia dapat menembus level 3.500 dollar AS per troy ounce, atau setara dengan Rp57,7 juta (dengan kurs Rp16.500 per dollar AS), dalam rentang waktu 1 hingga 3 bulan ke depan. “Kami masih optimis harga emas bisa menguat hingga 3.500 dollar AS per troy ounce dalam jangka pendek, karena ketidakpastian globalnya masih tinggi. Saham-saham emiten terkait emas bisa menjadi pilihan trading jangka pendek,” ujar Farras dalam acara Media Day: June 2025 oleh Mirae Asset di Jakarta, Kamis (12/6/2025).
Hingga penutupan perdagangan pada hari sebelumnya, harga komoditas emas global tercatat di kisaran 3.340 dollar AS per troy ounce, atau sekitar Rp55 juta. Angka ini mencerminkan lonjakan impresif lebih dari 27 persen dibandingkan posisi akhir 2024 yang hanya sebesar 2.620 dollar AS per troy ounce. Farras menambahkan, rerata harga emas tahunan diperkirakan bisa mencapai 3.100 dollar AS per troy ounce, melampaui rerata harga sejak awal tahun yang masih di bawah 3.000 dollar AS per troy ounce.
Lebih lanjut, Farras mengidentifikasi beberapa katalis yang dapat mendorong kenaikan harga emas dalam waktu dekat. “Bulan depan juga ada momen 90 hari suspensi tarif dagang Presiden AS Donald Trump terkait kebijakan perdagangan dan politiknya. Selain itu, permintaan emas global biasanya meningkat menjelang perayaan Diwali di India pada Oktober,” imbuhnya.
Namun demikian, di balik potensi kenaikan dalam jangka pendek tersebut, Farras juga memberikan peringatan bahwa harga emas berpeluang melemah di akhir tahun ini. Faktor penyebab utama yang diwaspadai adalah potensi tambahan pasokan dari Australia serta penurunan permintaan global secara keseluruhan.
Senada dengan pandangan tersebut, Rully Arya Wisnubroto, Head of Research & Chief Economist Mirae Asset, turut menegaskan bahwa ketidakpastian geopolitik dan makroekonomi tetap menjadi motor utama penguatan harga emas. “Sebagai instrumen *safe haven*, harga emas akan kembali naik jika kondisi global penuh ketidakpastian atau muncul sentimen negatif,” ucap Rully dalam kesempatan yang sama.
Mengulas lebih dalam terkait kebijakan tarif dagang Trump, Rully menjelaskan bahwa pasar baru akan memberikan reaksi signifikan jika keputusan tarif tersebut jauh dari acuan wacana sebelumnya, yakni 30 persen untuk barang impor dari China ke AS dan 10 persen sebaliknya. “Kalau keputusan tarif jauh dari level 30 persen-10 persen itu, baru ada perubahan signifikan di prediksi pasar,” jelas Rully. Ia juga mencatat, dalam dua bulan terakhir tensi perang dagang sempat mereda, diiringi pelemahan dolar AS dan harga komoditas. Namun, pekan pertama Juni justru diwarnai aksi jual bersih investor asing di pasar saham Indonesia dengan total aliran dana keluar mencapai Rp4,7 triliun, terutama dari saham-saham perbankan besar.
Optimisme terhadap penguatan harga emas tidak hanya datang dari analis pasar. Direktur PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS), Herwin Hidayat, turut meyakini bahwa penguatan harga emas akan memberikan dampak positif yang signifikan bagi kinerja emiten emas. Pihaknya bahkan menargetkan kenaikan produksi emas pada tahun ini. “Setiap kenaikan harga emas bisa memperbaiki kinerja keuangan BRMS, apalagi seiring peningkatan kapasitas produksi. Kami targetkan produksi emas tahun ini naik menjadi 70.000-75.000 troy ounce dari 64.983 troy ounce pada 2024,” ujar Herwin.
Sebagai informasi tambahan, Mirae Asset Sekuritas Indonesia adalah bagian integral dari Mirae Asset Financial Group, sebuah entitas finansial global dengan dana kelolaan mencapai 550 miliar dollar AS atau sekitar Rp9.075 triliun per akhir tahun lalu. Perusahaan ini juga telah kokoh mencatat namanya sebagai salah satu broker teraktif di Bursa Efek Indonesia selama empat tahun terakhir, dengan modal kerja bersih disesuaikan (MKBD) sebesar Rp1,32 triliun, jauh melampaui ketentuan minimal Rp25 miliar.