Ragamutama.com, Jakarta – Penetapan harga elpiji (LPG) 3 kilogram dengan skema satu harga secara nasional sepenuhnya berada di bawah kewenangan pemerintah pusat. Kebijakan ini ditegaskan oleh Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung, yang bertujuan untuk mencegah disparitas harga antar daerah. “Harga LPG satu harga ditentukan pemerintah pusat. Kalau tiap daerah tetapkan sendiri, harga bisa beda-beda, ini yang ingin kita hindari,” ujar Yuliot saat ditemui di kantor Kementerian ESDM, Jumat, 4 Juli 2025.
Yuliot menjelaskan, inisiatif harga tunggal ini dirancang khusus untuk memastikan rumah tangga kurang mampu mendapatkan akses energi yang setara dengan harga yang terjangkau. Meskipun demikian, ia tidak menampik bahwa tantangan terbesar terletak pada pengawasan di lapangan, khususnya di tingkat pengecer. Untuk mengatasi hal ini, pola pengawasan akan mengacu pada skema bahan bakar minyak (BBM) satu harga yang selama ini efektif dikawal oleh Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas). “Jangan sampai maksud baik pemerintah untuk memberikan harga yang adil justru tidak sampai ke masyarakat karena lemahnya pengawasan,” imbuhnya, seraya menambahkan bahwa sistem pengawasan untuk LPG masih dalam tahap penyusunan.
Sebelumnya, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengungkapkan bahwa sistem satu harga LPG 3 kg diusulkan sebagai langkah krusial untuk memberantas praktik penyelewengan distribusi dan memastikan penyaluran subsidi elpiji tepat sasaran. “Kami sedang menyusun Perpres soal LPG 3 kg. Skema penyalurannya akan diperbarui agar kebocoran subsidi bisa dihentikan. Salah satunya adalah penerapan harga tunggal secara nasional,” kata Bahlil dalam rapat bersama Komisi VII DPR RI, Rabu, 2 Juli 2025.
Bahlil memaparkan, penyelewengan subsidi LPG 3 kg masih marak terjadi. Modus yang umum ditemui meliputi praktik pemindahan isi tabung subsidi ke tabung nonsubsidi serta permainan harga oleh pengecer. “Dengan sistem satu harga, kami ingin menutup ruang permainan di lapangan. Selama ini justru masyarakat mampu yang menikmati subsidi. Ini yang mau kami koreksi,” tegasnya. Ia menambahkan bahwa setiap tahun negara mengalokasikan anggaran subsidi yang besar, mencapai Rp 80 hingga Rp 87 triliun untuk LPG 3 kg, namun sebagian besar anggaran tersebut disinyalir tidak sepenuhnya tersalurkan kepada masyarakat yang berhak.
Pilihan editor: Mengapa OJK Terlambat Mengatur Bunga Pinjol