Kasus Dugaan Korupsi Baznas Jabar: LPSK Investigasi Kriminalisasi Pelapor, Polda Jabar Beri Tanggapan
Jakarta – Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) turun tangan menanggapi aduan yang diajukan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung terkait dugaan kriminalisasi terhadap Tri Yanto, mantan pegawai Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Jawa Barat. Tri Yanto, yang kini berstatus tersangka, sebelumnya melaporkan dugaan praktik korupsi di lembaga tempatnya bekerja.
Wakil Ketua LPSK, Susilaningtias, mengungkapkan bahwa aduan tersebut diterima pihaknya pada pekan lalu. “Tim penelaah laporan LPSK sudah diterjunkan ke lapangan untuk menindaklanjuti aduan ini,” jelas Susi melalui pesan singkat pada Jumat, 30 Mei 2025. Meskipun demikian, ia menambahkan bahwa LPSK belum membahas lebih lanjut temuan-temuan awal dari investigasi tersebut. “Saat ini, tim masih terus melakukan penelaahan,” imbuhnya.
Kasus ini bermula ketika Tri Yanto melaporkan dugaan penyelewengan dana zakat senilai Rp 9,8 miliar yang terjadi antara tahun 2021 hingga 2023, serta dugaan penyimpangan dana hibah APBD Pemerintah Provinsi Jawa Barat sebesar Rp 3,5 miliar. Namun, alih-alih ditindaklanjuti, Tri Yanto justru ditetapkan sebagai tersangka atas tuduhan *illegal access* dan pembocoran dokumen rahasia, yang dijerat dengan Pasal 48 jo Pasal 32 (1) dan (2) Undang-undang ITE. Polda Jawa Barat telah memeriksa Tri Yanto pada Senin, 26 Mei 2025, atas laporan yang diajukan oleh Wakil Ketua Baznas Jabar, Achmad Ridwan.
Menurut LBH Bandung, sebelum dilaporkan ke polisi, Tri Yanto telah mengalami tindakan sewenang-wenang berupa Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) oleh Baznas Jabar tanpa alasan yang jelas, meskipun ia telah berstatus sebagai karyawan tetap. Pemecatan ini diduga kuat terkait dengan pengungkapan isu dugaan penyelewengan dana zakat yang dilakukannya.
Fariz Hamka Pranata, Kepala Bidang Kampanye dan Jaringan LBH Bandung, menegaskan bahwa pihaknya telah mendampingi Tri Yanto selama proses pemeriksaan di Polda Jabar. Fariz berpendapat bahwa Tri Yanto memiliki hak konstitusional untuk melaporkan dugaan tindak pidana korupsi, dan telah mengajukan permohonan perlindungan kepada LPSK serta Komnas HAM. “TY masuk kategori *whistleblower* yang beritikad baik dan patut dilindungi,” tegasnya pada Rabu, 28 Mei 2025.
LBH Bandung mendesak Polda Jawa Barat untuk menghentikan perkara Tri Yanto dan mencabut status tersangkanya. Mereka menilai bahwa proses hukum yang berjalan merupakan bentuk pembalasan (*retaliation*) yang melanggar Undang-Undang Perlindungan *Whistleblower* dan prinsip *due process of law*. “Negara wajib melindungi pelapor, bukan justru mengkriminalisasinya,” seru Fariz.
Menanggapi hal ini, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Jawa Barat, Komisaris Besar Hendra Rochmawan, menyatakan bahwa kasus ini telah memasuki tahap penyidikan. Pihaknya telah memeriksa 10 orang saksi, termasuk dua saksi ahli. Hendra menegaskan bahwa penyidik akan terus melanjutkan proses hukum kasus ini hingga berkas-berkasnya lengkap untuk dilimpahkan ke kejaksaan. “Polisi tidak mau diintimidasi oleh siapapun, apalagi desakan yang tidak berdasar hukum,” ujarnya pada Kamis, 29 Mei 2025. Kasus ini menjadi sorotan karena menyangkut perlindungan terhadap pelapor tindak pidana korupsi dan independensi proses hukum.
Oyuk Ivani Siagian turut berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Mengapa Pernikahan Usia Dini Masuk Ranah Pidana