Ragamutama.com – , Jakarta – Gubernur Jakarta, Pramono Anung Wibowo, mengungkapkan bahwa ia telah mendalami berbagai faktor pemicu terjadinya tawuran di wilayah Jakarta. Menurutnya, mayoritas warga yang terlibat dalam aksi tawuran adalah mereka yang belum memiliki pekerjaan tetap.
Sebagai pemimpin daerah, Pramono menyatakan kesiapannya untuk bertanggung jawab dalam mengatasi permasalahan yang menyebabkan maraknya aksi tawuran. “Sebagai Gubernur Jakarta, saya tidak ingin membahas daerah lain, melainkan saya bertanggung jawab penuh terhadap warga Jakarta untuk menyelesaikan masalah ini,” tegas Pramono saat ditemui di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, pada hari Selasa, 13 Mei 2025.
Lebih lanjut, ia menyoroti kurang optimalnya pemanfaatan sarana olahraga dan fasilitas umum lainnya. Pramono berpendapat bahwa kondisi ini mengakibatkan potensi energi warga tidak tersalurkan dengan baik, yang pada akhirnya justru memicu terjadinya tawuran.
Dalam upaya menyelesaikan masalah tawuran, Pramono menekankan pentingnya pendekatan kultural dan keagamaan, daripada hanya menyalahkan warga yang terlibat. “Kita tidak bisa hanya sekadar menyalahkan. Saya ingin memberikan solusi melalui pendekatan kultural dan keagamaan, agar setiap individu merasa dihargai,” jelasnya.
Secara khusus, untuk mengatasi persoalan tawuran di Manggarai, Jakarta Selatan, Pramono menginisiasi program ‘Manggarai Bersholawat’. Ia meyakini bahwa penyelesaian masalah tawuran harus dilakukan secara mendalam, dengan menggali akar permasalahannya.
Program ‘Manggarai Bersholawat’ ini, lanjut Pramono, merupakan sebuah ikhtiar untuk menanggulangi tawuran melalui pendekatan kultural dan keagamaan. Program ini nantinya akan melibatkan kelompok-kelompok warga yang selama ini terlibat dalam konflik.
“Saya akan menggagas sebuah inisiatif bernama Manggarai Bersholawat. Saya akan mengundang kelompok-kelompok yang kerap berselisih di sana, seperti perwakilan dari RW 04, RW 05, dan RW-RW lainnya, untuk duduk bersama,” ungkap Pramono.
Politisi dari PDI Perjuangan tersebut juga menyampaikan kemungkinan untuk memperluas program serupa ke wilayah-wilayah lain di Jakarta. Terkait teknis pelaksanaan program selawat bersama tersebut, Pramono hanya menekankan bahwa pendekatannya akan disesuaikan dengan karakteristik masyarakat setempat. Ia mencontohkan bahwa mayoritas warga Manggarai adalah Muslim. “Mereka rajin beribadah, namun sayangnya juga sering terlibat tawuran. Oleh karena itu, program ini bertujuan untuk mendamaikan mereka,” ujarnya.
Sebelumnya, aksi tawuran kembali terjadi di kawasan Manggarai, Tebet, Jakarta Selatan, pada Minggu malam, 4 Mei 2025. Bentrokan antarwarga Jakarta ini merupakan kejadian kesekian kalinya di wilayah tersebut. Berdasarkan investigasi Tempo, tawuran di Manggarai hampir menjadi tradisi tahunan.
Menurut Kepala Kepolisian Resor Metro Jakarta Selatan, Komisaris Besar Ade Rahmat Idnal, tawuran di kawasan Manggarai telah menjadi fenomena yang membudaya sejak era 1970-an. Ade menjelaskan bahwa pemicunya beragam, namun umumnya disebabkan oleh hal-hal sepele. Mulai dari masalah petasan, senggolan di jalan, hingga perselisihan terkait perempuan.
“Jika ditelusuri di Google, kejadian ini sudah berlangsung sejak tahun 1970-an. Kadang-kadang pemicunya masalah kecil, seperti petasan, senggolan, atau bahkan masalah perempuan,” kata Ade kepada media pada hari Jumat, 9 Mei 2025.
Pilihan Editor: Keluarga dan Kroni Prabowo dalam Proyek Makan Bergizi Gratis